tirto.id - Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita G Rahayu alias Mbak Ita, tidak meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Semarang membebaskannya dari jerat hukum. Ia hanya memohon agar dihukum ringan.
"Dengan segala kerendahan hati, mohon kiranya Majelis Hakim memberikan putuskan dan seadil-adilnya dan menjatuhkan hukuman yang seringan-ringannya," ucap Mbak Ita saat membaca nota pembelaan atas tuntutan, Rabu (6/8/2025).
Mbak Ita tidak meminta dibebaskan karena ingin menebus kesalahan yang ia lakukan sebelumnya.
"Mungkin agak janggal karena biasanya permohonan terdakwa minta dibebaskan dari tuntutan hukuman. Ini sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kekhilafan yang saya sampaikan," imbuhnya.
Dalam sidang itu, Mbak Ita pun mengaku tidak tahu-menahu soal pengondisian lelang beberapa paket pekerjaan dan pengaturan ratusan proyek penunjukan langsung, sebagaimana dalam dakwaan pertama dan dakwaan ketiga.
Mbak Ita hanya mengaku salah mengambil sikap dengan menerima setoran dari pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang yang saat itu disebut sebagai "uang tambahan operasional wali kota".
Dia pun menegaskan telah mengembalikan seluruh yang ia terima setelah mengetahui uang tersebut bermasalah, bersumber dari hasil pungutan liar (pungli) tunjangan pegawai Bapenda.
Meski begitu, Mbak Ita siap menerima konsekuensi atas kesalahan tindakannya.
"Saya menyadari dan mengakui, sebagai manusia saya ada kesalahan dan ada kekhilafan yang saya lakukan serta perbuatan yang merugikan pihak-pihak lain," imbuhnya.
Sambil menangis, Mbak Ita memohon maaf kepada semua yang dirugikan. Secara khusus ia memohon maaf kepada keluarga, pimpinan partai, hingga masyarakat Kota Semarang.
"Saya memohon maaf dari lubuk hati yang terdalam atas semua yang terjadi," tuturnya sembari menyeka air mata.
Sementara itu, tim penasihat hukum Mbak Ita meminta agar kliennya dibebaskan dari segala hukuman. Ia menampik disebut ada perbedaan pandangan soal harapan putusan perkara ini.
"Bu Ita tadi juga pertama kali minta untuk dibebaskan. Tapi kalau misalnya Majelis Hakim tidak sependapat, maka kita minta hukuman yang seringan-ringannya. Maksudnya begitu," tegas Agus Nurudin selaku penasihat hukum.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut Mbak Ita dipidana enam tahun bui, denda Rp500 juta, uang pengganti Rp683,2 juta, dan larangan menduduki jabatan publik selama dua tahun pasca menjalani hukuman.
Sementara suaminya, Alwin Basri, dituntut pidana delapan tahun penjara, denda Rp500 juta, uang pengganti Rp4 miliar, dan larangan menduduki jabatan publik selama dua tahun.
Penulis: Baihaqi Annizar
Editor: Siti Fatimah
Masuk tirto.id


































