Menuju konten utama

Mayoritas Fraksi di DPR RI Menyetujui Revisi UU Pilkada

Fraksi di DPR RI, kecuali PDIP, mendukung revisi UU Pilkada tentang syarat ambang batas pencalonan serta syarat batas umur kandidat.

Mayoritas Fraksi di DPR RI Menyetujui Revisi UU Pilkada
Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas (kedua kiri) bersama sejumlah anggota Badan Legislasi DPR (kiri ke kanan) dari Fraksi PDIP Eddy Susetyo, Fraksi Golkar Supriansa, Fraksi PDIP M. Nurdin, serta Fraksi Golkar Firman Soebagyo (belakang kiri) dan Fraksi Golkar Christina Aryani (belakang kanan) melambaikan tangan kepada wartawan usai mengikuti rapat kerja dengan Badan Legislasi DPR terkait pembahasan RUU Pilkada di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/Spt.

tirto.id - Mayoritas fraksi di DPR RI menyetujui isi draf revisi UU Pilkada yang dibahas Baleg DPR RI di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2024). Dua substansi yang diubah dalam revisi UU pilkada adalah soal syarat usia calon kepala daerah dan ambang batas pencalonan kepala daerah oleh parpol non-parlemen.

Anggota Baleg Fraksi Partai Gerindra DPR RI, Habiburokhman, mengklaim bahwa isi revisi UU Pilkada merupakan angin segar untuk demokrasi di DPR.

"Keputusan hari ini bagaikan angin segar yang berhembus dari DPR. Proses penyusunan hingga pengesahan berlangsung dengan memenuhi prinsip-prinsip demokrasi," kata Habiburokhman saat rapat bergendakan penyampaian pandangan fraksi atas revisi UU Pilkada di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (21/8/2024).

Habiburokhman mengatakan, DPR RI dan dan pemerintah sepakat dalam menyampaikan keinginan revisi UU Pilkada. Ia menambahkan, keputusan untuk merevisi UU Pilkada merupakan keputusan bersejarah.

Politikus Partai Gerindra ini pun menyebut, DPR RI tengah mengembalikan marwahnya sebagai lembaga perwakilan rakyat. Pria yang juga Wakil Ketua Komisi III ini mengatakan, DPR RI telah bertugas menyelamatkan hak konstitusi dari tugas penyusunan UU. Ia beralasan, ada pihak lain yang mencoba untuk menyusun UU. Padahal, pihak lain itu disebut tidak berhak menyusun UU.

"Di mana DPR menegakkan lagi marwahnya sebagai lembaga perwakilan rakyat. Kita menyelamatkan hak konstitusi rakyat yang dibebankan di pundak kita untuk menyusun UU Sebagaimana diatur di Pasal 20 UUD 1945 dari pembegalan yang dilakukan oleh pihak lain," kata Habiburokhman.

"Pihak lain tersebut sesungguhnya tidak memiliki hak untuk menyusun UU, tetapi seolah mengambil peran sebagai pihak yang berhak menyusun UU," lanjut dia.

Pria kelahiran 1974 itu menilai, parpol parlemen maupun parpol non-parlemen kini bisa mencalonkan kepala daerah lewat revisi UU Pilkada. Sebelumnya, parpol non-parlemen tak bisa mencalonkan kepala daerah. Karena itu, fraksi Gerindra DPR RI menyetujui isi revisi UU Pilkada tersebut.

"Singkatnya, dengan UU ini, baik parpol peraih kursi maupun parpol yang belum memiliki kursi di DPRD sama-sama berhak mengajukan calon kepada kepala daerah dengan pengaturan masing-masing," sebutnya.

"Untuk itu, Partai Gerindra menyatakan setuju RUU ini disahkan menjadi UU dan disahkan di paripurna," lanjut dia.

Sependapat dengan fraksi Gerindra, Anggota Fraksi Partai Golkar, Christina Aryani, mengapresiasi keputusan DPR RI dan pemerintah yang telah merevisi UU Pilkada.

"Tindakan cepat DPR RI dan pemerintah kami nilai sangat penting untuk mencegah kegaduhan," sebut Christina dalam kesempatan yang sama.

Ia menilai langkah DPR RI soal revisi UU Pilkada tidak mengintervensi putusan MK tentang penyesuaian syarat usia calon kepala daerah dan batas ambang pencalonan kepala daerah oleh parpol. Kata Christina, DPR RI hanya melakukan tugasnya untuk membuat UU.

"Perlu dipahami bahwa DPR memiliki kewenangan sebagai positive legislator untuk membentuk UU sesuai amanat pasal 20 UUD negara kita," ucapnya.

Perlu diketahui, semua fraksi di DPR RI kecuali Fraksi PDIP menyetujui isi revisi UU Pilkada. Pada intinya, revisi UU Pilkada mengatur batas usia calon kepala daerah dengan merujuk ke aturan Mahkamah Agung (MA), bukan merujuk ke aturan MK.

Poin lain, revisi UU Pilkada mengatur parpol non-parlemen bisa mencalonkan kepala daerah. Sementara itu, parpol yang sudah memiliki kursi di DPRD tetap harus mengantongi perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

Baca juga artikel terkait REVISI UU PILKADA atau tulisan lainnya dari Muhammad Naufal

tirto.id - Politik
Reporter: Muhammad Naufal
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Andrian Pratama Taher