tirto.id - Aliansi Masyarakat Sipil dan pers mahasiswa (Persma) meminta Presiden Joko Widodo mencabut remisi I Nyoman Susrama, narapidana pembunuhan jurnalis Radar Bali, AA Prabangsa.
Perwakilan aliansi, Tommy Apriando mengatakan, presiden diberi tenggat untuk mencabut remisi Susrama maksimal 7x24 jam sejak surat dari aliansi dikirimkan melalui jasa pos ke Istana Negara pada Kamis (24/1/2019).
“Apabila tidak kunjung dicabut [setelah tenggat], kami [bakal] menobatkan Presiden Joko Widodo sebagai musuh kebebasan pers dan pemberantasan korupsi,” kata dia, usai berunjuk rasa di Titik Nol Kilometer, Yogyakarta, Kamis (24/1/2019).
Nama Susrama termuat dalam Kepres Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Sementara tertanggal 7 Desember 2018. Susrama merupakan satu dari 115 terpidana yang mendapatkan keringan hukuman tersebut.
Dalam unjuk rasa, sejumlah orang membawa poster bernada kecaman kepada presiden terkait ancaman kebebasan pers yang timbul dari pemberian remisi. Kemudian, mereka bersama-sama mengirimkan surat ke presiden.
Tommy melanjutkan kebijakan pengurangan hukuman oleh presiden itu melukai rasa keadilan, tidak hanya bagi keluarga korban, tapi jurnalis di seluruh Indonesia.
“Kami menilai kebijakan ini tidak arif dan memberikan pesan yang kurang bersahabat bagi pers Indonesia,” kata Tommy yang juga Koordinator Divisi Advokasi AJI Yogyakarta ini.
Susrama diadili karena kasus pembunuhan terhadap Prabangsa, 9 tahun lalu. Pembunuhan itu terkait dengan berita-berita dugaan korupsi dan penyelewengan yang melibatkannya oleh Prabangsa di harian Radar Bali, dua bulan sebelumnya.
Diketahui, Susrama divonis seumur hidup atas pembunuhan itu, tapi kini hukuman Susrama jadi 20 tahun setelah ada kepres.
“Susrama sudah dihukum ringan karena jaksa sebenarnya menuntutnya dengan hukuman mati, tapi hakim mengganjarnya dengan hukuman seumur hidup,” kata dia.
Editor: Zakki Amali