tirto.id - Salah satu usaha yang muncul pasca penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak adalah usaha kecil menengah (UKM) membatik. Guna menampung dan memajang hasil karya sekitar 15 anggotanya, dibukalah “Rumah Batik” di Gang Putat Jaya VIII-B. Sunarti, salah seorang perajin, dulunya membuka wisma dan sekaligus karaoke di Gang Putat Jaya VI-B.
Sunarti (55) terlihat piawai menggoreskan ujung canting ke bahan kain untuk dijadikan batik yang nantinya diberi label “Jarak Arum”. Dia mulai belajar membatik setelah pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surabaya menggelar pelatihan bagi warga di wilayah eks lokalisasi Dolly dan Jarak pasca penutupan pada 18 Juni 2014.
“Dulu mungkin lebih banyak jumlah uangnya. Tapi kan lebih barokah sekarang, meski baru dapat uang kalau ada pameran. Hahaha...,” kata Sunarti kepada tirto.id, di Rumah Batik, pada Selasa (20/9/2016).
Ibu yang memiliki seorang puteri itu mengaku, dulu membuka usaha karaoke di rumahnya dengan mempekerjakan empat "Mbak-Mbak", sebutan bagi Pekerja Seks Komersial (PSK). Meskipun menjadi perajin batik hasilnya jauh dibanding usaha lamanya, Sunarti justru bersyukur bisa lepas dari kehidupan dunia malam. Bagaimana hubungannya dengan Mbak-Mbak mantan pegawainya? Apa suka dan dukanya menjalani bisnis hiburan malam? Berikut wawancaranya;
Sudah lama Anda tinggal di daerah Dolly?
Sudah 20 tahun lebih. Saya asli Tulungagung. Suami yang asli penduduk Putat Jaya sini.
Kapan mulai ikut aktif UKM membatik?
Sejak penutupan lokalisasi. Kemudian ada pelatihan dari pihak Disperindag Pemkot Surabaya. Dulu saya sama sekali tidak bisa membatik. Tapi sekarang sudah bisa membatik. Bahkan senang bisa ikut pameran karena batik saya bisa laku terjual.
Berapa penghasilan dari usaha membatik?
Membatik ini kan lama prosesnya. Membuatnya dari bahan sampai jadi, kadang membutuhkan waktu sampai sebulan. Dan itu baru laku kalau pas ada pameran, atau kalau ada orang kampung yang beli. Jadi memang dari usaha membatik belum bisa menjadi penghasilan rutin bulanan.
Lalu dari mana biaya hidup keseharian?
Suami saya kan kerja menjadi satpam di Ubaya (Universitas Surabaya). Memang dia baru pensiun sejak dua bulan lalu.
Dulu apa usaha Anda?
Saya membuka usaha karaoke di rumah. Namanya “Karaoke 34”, pakai nomor rumah. Buka karaoke sudah sejak sepuluh tahun sebelum Dolly ditutup.
Bagaimana Anda membandingkan usaha membatik dengan usaha karaoke dulu?
Pekerjaan ini lebih tenang. Dulu memang banyak uang, tapi kan hatinya gundah.
Berapa “pegawai” Anda?
Ada empat Mbak-Mbak (PSK) yang membantu saya. Mereka dari Malang dan Banyuwangi. Tapi Mbak-Mbak yang ikut saya kan datang dan pergi. Berganti-ganti orang.
Apakah masih ada “Mbak-Mbak” di daerah Dolly dan Jarak?
Tidak ada. Mereka semua sudah pulang. Kan memang sudah tidak boleh sama pemerintah. Sudah kosong semua. Apalagi di sini terus ada operasi. Semua pada tidak berani membuka usaha lama. Kan Mbak-Mbak itu juga sudah dikasih pesangon sama Bu Risma setelah ditutup. Besarnya masing-masing Rp 5 juta.
Berapa dulu penghasilan Anda per hari?
Ya tidak pasti. Kadang sepi, kadang ramai. Kalau rata-rata, penghasilan bersih bisa Rp500 ribu per hari.
Artinya penghasilan Anda dulu jauh lebih besar dibanding membatik?
Ya memang penghasilan dulu lebih banyak. Tapi alhamdulillah sekarang lebih tenang. Dulu mungkin lebih banyak jumlah uangnya. Tapi kan lebih barokah sekarang, meski baru dapat uang kalau ada pameran. Hahaha...
Apa masih ada kontak dengan Mbak-Mbak Anda dulu?
Mereka semua sudah pada menikah. Alhamdulillah. Masa orang mau terus bekerja seperti itu? Kasihan kalau harus terus bekerja melayani tamu. Saya dulu, kalau ada Mbak-Mbak pegawai yang dapat jodoh dan berencana menikah, saya pasti suruh mereka segera menikah. Supaya punya masa depan lebih bagus.
Bagaimana Anda menilai Risma yang menutup Gang Dolly?
Justru saya terim kasih dibantu sama Bu Risma. Saya bahkan pernah diajak ngobrol langsung sama Bu Risma. Bisa foto bareng beliau.
Apa dukanya membuka usaha karaoke?
Dukanya kalau terjadi keributan. Memang tidak setiap hari terjadi. Juga ada bagian keamanan yang membantu menyelesaikan. Tapi kita rasanya selalu susah dan gelisah.
Apa sukanya?
Sukanya ya banyak punya uang. Hahaha... Penghasilan dari usaha dulu itu saya belikan rumah dan sawah di desa, di Tulungagung. Sebagai tabungan dan hari tua.
Kalau untuk hidup sehari-hari masih punya tabungan?
Alhamdulillah masih ada.
Penulis: Kukuh Bhimo Nugroho
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti