Menuju konten utama
Gearbox

Masa Depan Harley Davidson Dipertaruhkan di Ajang Balap MotoGP

Usai lebih dari seabad jadi penguasa jalanan, Harley Davidson mencoba lagi peruntungannya di dunia balapan. Tak tanggung-tanggung mereka menggandeng MotoGP.

Masa Depan Harley Davidson Dipertaruhkan di Ajang Balap MotoGP
ilustrasi Harley Davidson. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Selama lebih dari satu abad, Harley-Davidson telah menjadi simbol dari ketangguhan, kebebasan, dan pemberontakan ala Amerika. Citranya sangat kuat: sepeda motor penjelajah bertenaga besar yang dikendarai oleh orang-orang pemuja kebebasan. Harley-Davidson bukan merek sepeda motor biasa. Ia adalah mimpi terbesar bagi mereka yang enggan menjalani hidup penuh kekangan.

Meskipun citra pemberontak yang bebas dan tangguh itu sudah sangat kuat, Harley-Davidson hendak mengejar misi baru: kembali ke khitah sebagai produsen motor balap.

Mulai 2026, mereka akan mengawali babak baru di dunia motorsport. Di bawah panji MotoGP, seri balapan khusus Harley-Davidson akan digelar selama 12 seri di Eropa dan Amerika. Di situlah masa depan pabrikan ini akan ditentukan.

Warisan Balap Harley-Davidson

Saat ini, Harley-Davidson identik dengan sepeda motor penjelajah dengan mesin dan bodi yang berat. Sama sekali tidak ada citra balap yang melekat pada pabrikan satu ini. Mesin mereka memang bertenaga. Tapi itu bukan jenis mesin yang didesain guna mengejar kecepatan tinggi, melainkan untuk kenyamanan berkendara jarak jauh.

Walau demikian, Harley-Davidson sebetulnya tidak asing dengan kompetisi balap. Bahkan, pabrikan ini mulanya didirikan dengan ambisi mengejar kecepatan. Model 1, seri perdana Harley-Davidson yang diciptakan William Harley dan Arthur Davidson, misalnya, langsung diikutsertakan dalam ajang balap Wisconsin State Fair Park pada 1904—setahun sebelum dilepas ke pasaran.

Sepuluh tahun setelah keikutsertaan Model 1 di kompetisi balap Wisconsin State Fair Park, Harley-Davidson mendirikan divisi khusus balap yang dijuluki The Wrecking Crew. Motor-motor bikinan Harley-Davidson pun sukses merajai berbagai ajang balap yang dihelat di Amerika, seperti Savannah 300 pada 1914, Venice Beach 300-mile GP pada 1915, dan Dodge City 300 pada 1915. Motor-motor itu kebanyakan berkompetisi di trek rumput dan tanah.

Pada dekade 1970-an, jangkauan Harley-Davidson sudah lebih luas lagi. Kala itu mereka sudah berkompetisi di ajang yang sekarang dikenal dengan nama MotoGP dan meraih prestasi membanggakan. Setelah mengakuisisi pabrikan Italia, Aermacchi, Harley-Davidson turut berkompetisi di kelas 250cc dan 350cc. Hasilnya? Tiga titel juara dunia kelas 250cc dan satu gelar juara dunia 350cc berhasil digondol oleh pembalap andalan mereka asal Italia, Walter Villa.

Meski terbilang sukses, keterlibatan Harley-Davidson di Grand Prix sepeda motor tidak bertahan lama. Hal itu dikarenakan, di tahun 1978, mereka menjual kepemilikannya kepada Aermacchi. Setelahnya, Harley-Davidson hanya fokus di ajang balapan domestik. Namun, tetap saja, dominasi Harley-Davidson tidak terbendung, khususnya pada era 1980-an dan 1990-an.

Baru pada dekade 2010-an posisi Harley-Davidson sebagai hegemon di ajang balap flat track Amerika mulai tergusur. Indian, yang notabene merupakan seteru abadi mereka di Amerika, mulai menunjukkan tajinya. Harley-Davidson pun dipaksa mengangkat bendera putih pada 2020: mereka resmi mengakhiri kiprah di ajang flat track Amerika. Tim-tim mandiri memang masih ada yang menggunakan motor Harley-Davidson, tapi bukan atas nama pabrikan.

Harley-Davidson enggan berlama-lama terpuruk. Tak lama setelah resmi cabut dari kancah American Flat Track, mereka menemukan surga baru di ajang King of the Baggers. Tak seperti American Flat Track yang dilangsungkan di lintasan tanah, King of the Baggers mirip dengan MotoGP. Para pembalap beraksi di sirkuit aspal. Bedanya, motor yang digunakan adalah motor touring bermesin 1.745cc.

King of the Baggers baru dimulai pada 2020. Di sana, dua pabrikan yang terlibat adalah Harley-Davidson dan Indian. Lagi-lagi, tak seperti di flat track, Harley-Davidson berhasil menandingi Indian. Dari empat musim yang sudah berjalan, keduanya berhasil menjadi juara masing-masing dua kali.

Kembali ke Pelukan MotoGP

Kendati Indian punya cukup kredibilitas untuk membawa ajang Baggers ke arena global, pemenang persaingan itu tetaplah Harley-Davidson. Ia akhirnya sukses menjalin kerja sama dengan Dorna selaku operator MotoGP.

Mulai 2026, akan ada 12 seri balapan Baggers yang digelar di tiap MotoGP Weekend. Enam seri di Eropa dan enam seri di Amerika Utara.

Kesepakatan antara Dorna dan Harley-Davidson baru saja tercapai pada Mei 2025. Rencananya, kompetisi bernama International Bagger Series itu akan menjadi one-make race. Semua pembalap akan bertarung dengan sepeda motor Harley-Davidson Road Glide yang dimodifikasi untuk keperluan balap.

ilustrasi Harley Davidson

ilustrasi Harley Davidson. FOTO/iStockphoto

Road Glide merupakan salah satu seri Harley-Davidson terpopuler. Biasanya, motor ini digunakan sebagai kendaraan penjelajah, lengkap dengan tempat duduk empuk, cruise control, dan tas samping. Namun, tentu saja, Road Glide yang bakal digunakan untuk balapan di International Bagger Series akan berbeda.

Bobot Road Glide, yang normalnya berada di angka 370-390 kg, akan dipangkas hingga menjadi 270 kg. Motor-motor itu akan dilengkapi mesin bertenaga 200 hp yang mampu mencapai top speed mencapai 299 km/jam. Motor tersebut juga bakal didesain untuk bisa menikung dengan lebih nyaman lewat perbaikan suspensi, rem, serta aerodinamika. Selain itu, jok motor dibuat mirip dengan motor-motor cafe racer yang memang didesain untuk mengejar kecepatan.

Menariknya, kendati sudah dimodifikasi sedemikian rupa, tampilan Road Glide balap ini masih sangat mirip dengan aslinya. Fairing depan khas Harley-Davidson masih terlihat, begitu pula dengan dua saddlebags alias boks samping. Keberadaan tas atau boks samping itulah yang membuat motor-motor itu disebut Baggers. Lewat balapan tersebut, Harley-Davidson akan berusaha membuat gebrakan penting untuk kelangsungan hidupnya.

Makin Sulit Cari Peminat

Selama setidaknya satu dasawarsa terakhir, Harley-Davidson mengalami masa sulit sebagai produsen sepeda motor. Citra mereka masih kuat. Penggemarnya pun masih banyak. Akan tetapi, peminat dari kalangan anak muda menurun drastis. Sepeda motor yang dulunya merupakan perlambang pemberontakan dan kebebasan, oleh anak-anak masa kini, dipandang sebagai "motor om-om".

Penurunan minat ini terlihat jelas di angka penjualan. Pada kuartal pertama 2025, pendapatan Harley-Davidson turun 23 persen dibanding tahun sebelumnya. Memang benar bahwa ada faktor lain, misalnya situasi ekonomi yang sulit dan kekhawatiran akan potensi kecelakaan yang lebih besar bagi pengendara sepeda motor. Namun, imej Harley-Davidson sebagai "motor om-om" di mata anak muda Amerika sangatlah kuat.

Anak-anak muda—milenial dan gen z—cenderung memilih sepeda motor yang lebih kecil dan murah, tak perlu bertenaga besar asalkan canggih dari segi teknologi. Pada 2024, motor-motor seperti Kawasaki Z650, Yamaha MT 07, Suzuki VStrom 650, KTM 390 Duke, dan Honda CB 500X masuk ke jajaran 10 besar motor terlaris. Semuanya berkapasitas mesin di bawah 1.000cc. Bahkan, satu-satunya Harley-Davidson yang masuk daftar 10 besar, Sportster S, pun "hanya" berkapasitas mesin 883cc.

Memang, motor 1.000cc ke atas sebetulnya belum kehilangan peminat. Akan tetapi, ketika enam dari sepuluh motor terlaris adalah motor di bawah 1.000cc, tentu saja ini merupakan pertanda adanya perubahan preferensi.

ilustrasi Harley Davidson

ilustrasi Harley Davidson. FOTO/iStockphoto

Lantas, apa hubungannya ini semua dengan seri balap Harley-Davidson yang digelar di bawah bendera MotoGP? Bukankah Harley-Davidson Road Glide yang digunakan untuk balapan justru memiliki kapasitas mesin 1.745cc?

Jawabannya adalah pasar internasional. Saat peminat domestik kian menurun, pasar internasional masih memiliki ruang tumbuh yang besar bagi Harley-Davidson, terutama di Eropa dan Asia-Pasifik. Menurut laporan Statista, permintaan akan sepeda motor Harley-Davidson di Jerman dan Britania Raya terus mengalami peningkatan. Sementara itu, di Asia-Pasifik, Tiongkok dan India menjadi fokus utama Harley-Davidson dalam upaya ekspansinya, meskipun mereka harus berkompromi dengan membuat motor ber-cc kecil.

Target itulah yang membuat kerja sama dengan MotoGP jadi masuk akal. Dengan kerja sama tersebut, Harley-Davidson akan mendapatkan eksposur berskala global lewat seri Bagger yang digelar berdampingan dengan seri MotoGP. Menariknya, yang ditawarkan Harley-Davidson tidaklah sama dengan sesuatu yang selama ini telah disajikan MotoGP.

Jika MotoGP menampilkan balapan motor-motor ramping berteknologi tinggi, International Bagger Series menjanjikan adu pacu motor bongsor yang dimodifikasi untuk balap. Meskipun bakal terlihat aneh awalnya, Bagger Series tetap punya potensi menarik minat pemirsa baru yang penasaran dengan kiprah Harley-Davidson di lintasan balap.

Adapun bagi Dorna, kerja sama dengan Harley-Davidson dimaksudkan untuk melakukan penetrasi ke pasar Amerika Serikat. Saat Formula One sudah sukses merasuki psike orang Amerika melalui serial dokumenter Netflix, MotoGP masih meraba pasar tersebut. Maka, mereka pun memilih bekerja sama dengan jenama motor "paling Amerika" yang ada di Amerika: Harley-Davidson.

Lewat Baggers Series, Dorna bisa mendapatkan audiens berbeda dari biasanya. Orang-orang tua, penggemar Harley-Davidson dan motor penjelajah lainnya, serta kaum nasionalis kanan yang tidak biasa menonton MotoGP, akan terekspos dengan aksi-aksi para pembalap seperti Marc dan Alex Marquez, Pecco Bagnaia, dan Franco Morbidelli. Jangka panjangnya, bukan mustahil akan lahir pembalap gacor lain dari Amerika, macam Kenny Roberts, Wayne Rainey, dan Kenny Roberts Jr., yang pernah berprestasi di MotoGP (ketika itu nama kompetisinya adalah Grand Prix motorcycle).

Tentu saja, eksperimen Dorna, MotoGP, dan Harley-Davidson, tersebut belum tentu berhasil. Selalu ada kans bahwa ajang balap Harley-Davidson, terlebih apabila tidak dipromosikan secara serius di Amerika, bakal sepi peminat. Namun, kalaupun demikian, bukan berarti semuanya bakal sia-sia. Sebab, kerja sama itu sejatinya sudah menunjukkan, terlepas dari baik dan buruknya, semua pihak yang terlibat di dalamnya tidak alergi dengan perubahan. Itu adalah kualitas penting untuk menghadapi masa depan dunia otomotif yang akan makin dinamis seiring dengan kemunculan generasi baru, lahirnya preferensi baru, serta situasi politik yang makin hari makin tak menentu.

Baca juga artikel terkait HARLEY DAVIDSON atau tulisan lainnya dari Yoga Cholandha

tirto.id - Mild report
Kontributor: Yoga Cholandha
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadli Nasrudin