Menuju konten utama

Karier Marquez dan Batu Sandungan Bernama Penglihatan Ganda

Peluang Márquez untuk memecahkan rekor juara dunia terbanyak MotoGP milik Rossi dibayangi cedera mata. Ia bahkan terancam pensiun.

Karier Marquez dan Batu Sandungan Bernama Penglihatan Ganda
Pembalap Honda Marc Marquez dari Spanyol menunggu sesi pelatihan tentang Sachsenring di Hohenstein-Ernsttal, Jerman, Jumat, 13 Juli 2018, dua hari sebelum perlombaan MotoGP di sana. Jan Woitas / dpa via AP

tirto.id - Seri terakhir Moto Grand Prix (MotoGP) musim 2013 berlangsung di Circuit Ricardo Tormo, Valencia, Spanyol. Tiga pengemudi tuan rumah, Jorge Lorenzo, Dani Pedrosa, dan Marc Márquez berebut posisi pertama sedari awal balapan. Sang rookie, Márquez, finis di posisi ketiga tapi senyum besar terpampang di wajahnya sebab itu sudah cukup membawanya jadi juara MotoGP termuda sepanjang sejarah.

Pada musim pertama di kelas MotoGP tersebut Márquez hanya dua kali tidak berhasil berdiri di podium. Dia hampir selalu berada di tiga besar: enam kali di peringkat pertama, enam kali di peringkat kedua, dan empat kali di posisi ketiga.

“Aku tidak menyangka akan bersaing dalam perebutan gelar juara musim ini. Jorge Lorenzo sudah melakukan hal luar biasa, tapi tim saya bisa diandalkan,” kata Márquez setelah balap.

Kemenangan di musim pertama tersebut hanyalah awal dari kejayaannya. Márquez menjadi juara lagi dalam MotoGP 2014. Kekalahan di 2015 malah membuatnya makin ganas. Dia menebusnya dengan mendapatkan titel juara dunia MotoGP empat tahun berturut-turut sepanjang 2016 sampai 2019.

“Sulit untuk mengungkapkan dengan kata-kata apa yang telah Marc capai,” kata komentator MotoGP Matthew Birt. “Dia akan menguasai Kejuaraan Dunia seperti [Mick] Doohan dan [Valentino] Rossi. Jika bukan karena Lorenzo, Marc akan jadi juara cukup dengan satu tangan.”

10 November lalu semestinya jadi hari peringatan kemenangan pertama untuk Márquez. Namun pada hari itu pula ia mendapati kariernya dalam bahaya. Márquez didiagnosis menderita gangguan penglihatan diplopia, yang singkatnya membuat penglihatannya jadi berbayang. Cedera mata ini didapat dari hasil kecelakaan saat latihan jelang seri di Valencia.

Bukan hanya absen dari GP Valencia, Márquez juga harus merelakan tidak melanjutkan kompetisi MotoGP 2021. Ada kemungkinan dia bahkan harus merelakan MotoGP 2022 dan seterusnya. Ia bisa jadi harus pensiun dini di usia yang baru menginjak 28 tahun.

Langganan Kecelakaan

Jenius, ulet, dan gigih adalah sebagian kata sifat yang tentu saja bisa disematkan pada Márquez. Dia termasuk salah satu pengendara yang benar-benar menggenjot kuda besinya sampai batas. “Targetku adalah mempunyai motor tercepat,” kata Márquez saat meracik Honda RC213V yang baru pada 2017.

Kemampuan tersebut, sayangnya, tidak dibarengi dengan sikap hati-hati. Dia adalah pembalap agresif yang paling sering mengalami kecelakaan. Anda tentu tak heran dengan 'hobi' Márquez kecelakaan jika melihatnya cara berkendara.

GPone mencatat Márquez mengalami 122 kali kecelakaan sepanjang sembilan musim mengikuti MotoGP. Pada musim perdana, Márquez jatuh 15 kali. Setahun berikutnya turun jadi 11. Pada tahun kekalahannya, 2015, angkanya bertambah jadi 13. Pada 2016 dia jatuh 17 kali, 2017 27 kali, 2018 23 kali, 14 di 2019, dan 22 di 2021.

Beberapa orang menganggap kecenderungan menyentuh aspal dengan keras bukan halangan tapi justru kekuatan pembalap Spanyol tersebut. Penulis biografi Valentino Rossi, Michel Turco, misalnya, pernah mengatakan ketika pembalap lain seperti “Lorenzo dan Pedrosa kesulitan dengan kendaraannya, Márquez justru menikmatinya seperti orang kesetanan.”

Kegigihan dan agresivitas pria yang dijuluki The Baby Alien di atas sepeda motor juga membuat kesal banyak pihak, termasuk Lorenzo di 2013 dan Rossi di 2015.

Lorenzo yang waktu itu berstatus juara bertahan terlibat duel overtake dengan Márquez. Menjelang tikungan terakhir yang menentukan kemenangan, Márquez masuk menghalangi Lorenzo berbelok. Jika diteruskan, belokan Márquez akan membuatnya melebar. Tapi karena dia bertubrukan dengan Lorenzo, posisinya kembali ke jalur sedangkan sang rival harus keluar. Karena itu Lorenzo harus menerima menjadi juara tiga.

Kepiawaian Márquez juga menghalangi Valentino Rossi untuk menggenapi koleksi juaranya menjadi 10. Dalam MotoGP 2015, di Sirkuit Phillip Island, Australia, Rossi menuding Márquez membantu Lorenzo mendapat gelar juara dengan menghalangi lajunya di lintasan.

Pertikaian berlanjut di Malaysia. Ketika itu Lorenzo yang berada di posisi kedua terus dibuntuti oleh Rossi dan Márquez. Márquez tidak punya beban apa pun. Mau mendapat juara satu sekalipun, dia hampir tidak mungkin memenangkan titel juara di tahun itu. Sedangkan Rossi setidaknya harus berada selangkah di depan Lorenzo untuk bisa mengamankan posisi karena hanya unggul 4 poin. Salip-menyalip (overtake) terjadi berkali-kali, termasuk hampir terjadi tabrakan. “Ini pertarungan musim ini,” kata komentator membicarakan Rossi vs Márquez.

Beberapa kali Rossi terlihat melirik Márquez yang dianggapnya mengambil langkah berbahaya. Bagi Rossi, risiko tabrakan jelas lebih besar karena harus dibayar mahal dengan lepasnya gelar juara. Tapi Márquez tak juga mengendur. Mau tak mau Rossi harus ikut dalam pertarungan agar tak meninggalkan gap poin jauh dengan Lorenzo.

Márquez dan Rossi berimpitan sepanjang sisa 14 putaran dan akhirnya tubrukan tak terhindarkan. Márquez ambruk di belakang bahu kiri Rossi. Rossi akhirnya harus puas berdiri di podium sebagai juara ketiga.

Insiden ini mengakibatkan Rossi harus memulai balapan dari posisi paling belakang di seri terakhir Valencia. Lorenzo akhirnya keluar sebagai juara MotoGP tahun itu dan Rossi menyalahkan Márquez atas kegagalannya.

Perselisihan keduanya kembali muncul pada 2018. Di Argentina, Márquez menabrak dua pembalap: Aleix Espargaró dan Rossi. Espargaró yang menyadari kehadiran Márquez memilih untuk berpindah jalur dan membuat Márquez lancar melaju. Tapi keadaannya tidak semudah itu ketika berhadapan dengan Rossi. Márquez menyenggol Rossi di belokan, tapi Rossi yang tidak mau berpindah jalur kemudian kembali menubruk Márquez dan harus tergelincir karena motornya berpindah jalur ke atas rumput.

Komentator mengatakan bahwa “Márquez tidak bisa lolos dari sanksi dalam peristiwa ini. Benar-benar tidak ada ruang baginya untuk menyalip.” Sementara Rossi lebih keras lagi: “Márquez merusak olahraga kita.”

Entah benar atau tidak, yang jelas Márquez benar-benar merusak karier Rossi. Rossi tak punya lagi kesempatan sedekat itu untuk menjadi juara. Semua direbut dan dikuasai Márquez. Bos MotoGP Yamaha, Lin Jarvis, mengatakan andai Rossi mengabaikan Márquez dan fokus pada balapan, dia bisa saja memenangkan gelar ke-10 pada balapan di Sirkuit Sepang.

Betapa pun luar biasanya Márquez, Rossi tak pernah mengakuinya. Dia tidak menganggap Márquez sebagai rival terberatnya apalagi mau melupakan insiden 2015. Rossi, yang pernah diidolakan Márquez, mendeskripsikan (mantan) fansnya tersebut sebagai“small fucking bastard.”

Bagi para pengamat yang mengakui kehebatan Márquez, gaya agresif dalam balapan ini justru membuat kompetisi MotoGP menjadi naik kelas. Jean-Claude Schertenleib, jurnalis asal Swiss, bahkan mengatakan “Lorenzo tidak akan terlihat sebrilian dan semenakjubkan sekarang ketika berhadapan dengan Márquez.”

Jean-Claude Schertenleib dalam Marc Márquez, Dreams Come True: My Story (2014) yang dikemas oleh Mirco Lazzari mengatakan Márquez adalah “hadiah dari surga” bagi mereka yang menyukai balap motor. Tapi gaya seperti itu harus dibayar dengan badan dan penglihatannya.

Pembalap asal Amerika Serikat Randy Mamola sempat menggambarkan sosok Márquez yang bangkit setelah tabrakan berkali-kali ibarat kucing dengan sembilan nyawa. “Dia jatuh berkali-kali, tapi tidak pernah cedera.” Anggapan itu telah runtuh di tahun-tahun berikutnya. Ia mengalami patah tulang dan terakhir kerusakan di mata.

Infografik Marc Marquez

Infografik Marc Marquez GP

Akhirnya Tumbang?

Luka mata yang diderita Márquez sekarang memang bukan sesuatu yang baru. Ini adalah bagian dari luka lama tahun 2011. Penyebabnya sama, kecelakaan saat latihan jelang GP Malaysia saat gelaran Moto2. Saat itu kariernya juga terancam usai. Namun, setelah 4,5 bulan fokus pada penyembuhan, dia bisa kembali balapan dan membuat sejarah.

“Kami perlu bersabar, tapi jika ada satu hal yang saya pelajari, yaitu menghadapi kesulitan dengan optimisme,” kata Márquez melalui akun Twitter-nya.

Memang, setelah matanya sembuh, Márquez bisa kembali lagi. Ia hanya butuh tiga kali juara dunia lagi untuk menyamai rekor Rossi atau empat kali untuk menjadi pemenang MotoGP terbanyak dalam sejarah.

Masalahnya semua masih serba kabur. Yang sudah pasti Márquez tidak boleh berkompetisi sampai Februari atau ketika sesi pramusim 2022 dimulai. Maka MotoGP bisa jadi bukan hanya kehilangan Rossi yang pensiun dari arena balap, tapi bisa jadi Márquez yang ikut menghilang bersama (mantan) idolanya.

Baca juga artikel terkait MARC MARQUEZ atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Olahraga
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino