Menuju konten utama

MotoGP Jepang: Mengapa Marc Marquez adalah Pembalap Revolusioner?

Pada 2014 dan 2016, Marc Marquez berhasil mengunci gelar juara dunia MotoGP di Sirkuit Motegi, Jepang. Musim ini, ia berpeluang besar untuk mengulangi prestasinya.

MotoGP Jepang: Mengapa Marc Marquez adalah Pembalap Revolusioner?
MotoGP Jepang. AP Photo/Gemunu Amarasinghe

tirto.id - Sirkuit Motegi, Jepang, mempunyai panjang lintasan 4,8 km. Tikungannya ada 14, bervariasi antara tikungan cepat dan tikungan lambat. Sejak era MotoGP yang dimulai pada tahun 2002 lalu, sirkuit ini rajin dimamah oleh para pembalap Honda. Maklum, Motegi adalah markas pabrika asal Jepang tersebut.

Total, dari 16 balapan MotoGP di Motegi, Honda menang hampir separuhnya, yakni sebanyak 7 kali. Terakhir, Marc Marquez memenanginya pada tahun 2016.

Namun, saat hujan deras melanda Motegi, sirkuit ini bisa menyusahkan siapa saja, termasuk sang pembalap tuan rumah. Pada musim 2017 lalu, misalnya. Marc Marquez mengaku sudah memberikan 100% kemampuannya. Ia terus berjuang hingga tikungan terakhir menjelang garis finis. Tapi, ia justru kalah dari Dovizioso yang sebelumnya tak yakin bakal menang.

Pada putaran terakhir, Dovi yang semula merasa motornya tak bisa diandalkan berhasil menyalip Marquez di tikungan 11. Setelah itu, Marquez, yang mencoba menyerangnya di dua tikungan terakhir, gagal menyalip balik pembalap Ducati tersebut. Hujan pun menjadi berkah bagi Dovi dan menjadi masalah bagi Marquez. Dovi menang secara dramatis.

Hari Minggu (21/10/18), entah hujan atau tidak, persaingan sengit antara Marquez dan Dovizioso barangkali akan kembali mewarnai sepanjang 24 putaran balapan MotoGP di Motegi. Seperti musim lalu, keduanya masih bersaing untuk menjadi yang terbaik di MotoGP musim 2018: Marquez masih memimpin dengan perolehan 271 angka (7 kali menang dan 12 kali podium), sementara Dovizioso berada di peringkat kedua dengan perolehan 194 angka (3 kali menang dan 7 kali podium).

Dengan selisih 77 angka ditambah dengan hanya 4 seri sisa, Marquez tentu berada di atas angin. Ia mempunyai banyak skenario untuk mengunci gelar juara dunia MotoGP 2018 di Motegi. Jika ia berhasil menang dalam balapan nanti, Marquez dipastikan akan meraih gelar juara dunia MotoGP untuk kelima kalinya. Sisanya, adalah hitung-hitungan yang tetap menguntungkan bagi Marquez.

Pesona Marc Marquez

“Fenomenal. Luar Biasa. Sulit Dipercaya. Legenda Baru.”

Andre Harison, penggila MotoGP, menulis seperti itu tentang Marc Marquez di Motor Sport 1001 pada tahun 2014 lalu. Alasan Harison jelas: dalam gelaran MotoGP musim 2013, Marquez berhasil menjadi juara dunia meski berstatus sebagai rookie. Dari 18 seri, Marquez memenangi 6 seri dan 4 di antaranya dilakukan secara berturut-turut.

Jika alasan itu kurang dapat dipercaya untuk menyebut Marquez seperti apa yang dikatakan Harison, fakta-fakta lain bisa ditambahkan: Marquez saat itu masih berusia 20 tahun, menjadi juara MotoGP paling muda di dalam sejarah. Dalam kelas tertinggi motosport, Marquez bahkan berhasil memecahkan rekor yang dipegang oleh Freddie Spencer selama 30 tahun. Saat menjadi juara kelas 500cc pada tahun 1983 lalu, Spencer berusia 22 tahun, dua tahun lebih tua daripada Marc Marquez saat memenangi gelar juara dunia MotoGP pada tahun 2013 lalu.

Masih kurang? Penampilan Marquez setelah menjadi juara dunia 2013 lalu bisa menjadi bukti lainnya: Marquez menambahkan tiga gelar juara dunia MotoGP lagi pada tahun 2014, 2016, dan tahun 2017 lalu.

Marquez, yang mulai mempunyai motor balap saat berusia empat tahun, memang mempunyai gaya balap unik dan berbeda dengan pembalap lainnya. Ia begitu agresif dan dikenal berani menanggung banyak risiko. Meski banyak mendapatkan kritik karena gayanya yang ugal-ugalan itu, gaya balapnya itu ternyata sangat menunjang kemampuannya.

“Marc mempunyai kemampuan untuk menyadari apa yang harus Anda lakukan sebelum Anda benar-benar melakukannya, untuk melakukan antisipasi, dan itu benar-benar unik,” kata Freddie Spencer, menyoal kemampuan Marquez, dilansir dari New York Times. Spencer tak luput memuji Marquez, "Jika seseorang memecahkan rekor Anda, Anda pasti ingin orang yang memecahkan rekor Anda tersebut dapat mengangkat level olahraga secara keseluruhan -- dan Anda dapat melihat secara jelas bahwa semua orang bekerja lebih keras hanya untuk bersaing dengannya (Marquez)."

Yang menarik, Marquez ternyata tak serta merta mempunyai kemampuan seperti itu. Sewaktu kecil, Marquez melatih kemampuannya dalam melakukan antisipasi di kejuaraan motocross. Ia tahu bahwa motocross adalah tentang improvisasi. Dalam motocross tidak ada yang bisa memperdiksi di bahwa lubang bekas roda bisa mengubah jalannya lomba. Dari situ, Marquez lantas paham benar dengan setiap risiko dari manuver berbahaya yang ia lakukan di dalam balapan MotoGP.

Infografik MotoGP Jepang

Tentu saja, setiap risiko yang diambil Marquez tak selalu membuahkan hasil. Mempunyai moto untuk selalu membalap hingga mencapai batas kemampuannya, Marquez tak jarang terjatuh saat mengendarai motor balapnya. Pada musim 2013, dilansir dari situs resmi MotoGP, Marquez terjatuh sebanyak 15 kali. Salah satunya terjadi di Mugello, Italia. Saat itu, dalam sesi latihan, Marquez terjatuh saat memacu motornya dengan kecepatan 337,9 km/jam.

Selain itu, Marquez juga terjatuh 11 kali pada musim 2014, 17 kali pada musim 2016, dan 25 kali pada musim 2017 lalu. Perkara sering terjatuh, Marquez lantas menjelaskan penyebabnya,”Saya mengalami kecelakaan karena saya ngotot. Saya selalu memberikan 100% kemampuan saya dari FP1 hingga hari balapan, dan saya selalu mencoba untuk menjadi yang terbaik. Ini adalah gaya saya, dan itu memberikan saya lima gelar juara dunia (empat di antaranya juara dunia MotoGP).”

Hebatnya, selain melakukan antisipasi, Marquez juga mempunyai cara unik lainnya yang bisa menghindarkannya dari cedera parah saat terjadi kecelakaan. Bahkan, caranya itu beberapa kali juga berhasil menghindarkannya dari kecelakaan. Menyoal hal tersebut, Valentino Rossi, yang beberapa kali dibuat jengkel oleh manuver ugal-ugalan Marquez, secara terang-terangan memberikan pujian terhadap pembalap asal Spanyol teresebut.

“Bagi saya dia selalu berusaha untuk meningkatkan tekniknya dan gaya balapnya berhasil menyelamatkannya,” ujar Rossi. Pembalap legendaris itu lantas menambahkan, “Saya tidak tahu apakah itu natural atau ia sengaja melatihnya, tapi ia mampu menempatkan tubuhnya di antara motor dan aspal, menggunakannya agar tidak terjatuh.”

Penilaian Rossi tersebut kemudian diperkuat oleh analisis yang dilakukan oleh Kevin Nguyen. Dalam sebuah tulisannya di Beyond The Flag, Nguyen menjelaskan teknik Marquez secara lebih spesifik.

Menurut Nguyen, Marquez sering menggunakan sikunya saat masuk ke dalam tikungan. Di antara pembalap lainnya, siku Marquez bahkan paling sering menyentuh aspal. Hasilnya, sudut yang diambil Marquez saat menikung tentu saja lebih tajam daripada pembalap lainnya. Lantas, ia menggunakan sikunya sebagai titik tumpu, dan memudahkannya melakukan transisi yang diinginkannya. Saat ia terjatuh, karena jaraknya terlalu dekat dengan tanah, kemungkinan cedera yang dialaminya menjadi semakin kecil.

Selain itu, gaya Marquez dalam menikung tersebut juga bisa menghindarkannya dari terjatuh. Saat sikunya dan dengkulnya secara bersamaan menyentuh aspal, Marquez bisa lebih mudah mengendalikan motornya dalam keadaan yang paling buruk sekali pun. Apa yang dilakukan Marquez pada GP Sepang dan Valencia pada tahun 2017 lalu bisa menjadi contohnya.

Nguyen lantas melanjutkan bahwa teknik Marquez untuk menyelamatkan diri dari kecelakaan tersebut juga sangat memanjakan mata. Sebuah seni tersendiri, katanya. Karenanya, ia menyebut bahwa Marquez adalah salah satu pembalap yang membuat MotoGP terus berevolusi.

Meski begitu, sehebat apa pun Marquez dalam mengubah MotoGP, Dovi tentu tak akan tinggal diam di MotoGP Jepang nanti. Pembalap andalan Ducati tersebut pasti tak ingin terus-terusan menjadi bayang-bayang Marquez. Dilansir dari situs resmi MotoGP, Dovi yakin bisa kembali mengulang kesuksesannya di Motegi pada tahun 2017 lalu.

Seolah mengingatkan Marquez bahwa karakter Desmosedici, motor Dovizioso, sesuai dengan karakter sirkuit Motegi, Dovizioso mengatakan, “Motegi? Saya sangat menyukainya dan Desmosedici, motor kami, sangat kuat dalam pengereman dan akselerasi, jadi saya akan melihat ke depan dan akan kembali bertarung ulang melawan Marc (Marquez) di Jepang,” ujar Dovi.

Dovi tak bicara sembarangan. Motegi memang sirkuit teknikal, penuh akselerasi, dan membutuhkan pengereman tajam, tapi Marquez juga tak akan membiarkan siapa pun mengganggu pestanya yang sudah berada di depan mata.

Baca juga artikel terkait MOTOGP 2018 atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti