tirto.id - Lagu kebangsaan Marcha Real berkumandang usai balap MotoGP di Sirkuit Jerez, Spanyol, pada Minggu (5/5/2019). Artinya ada pembalap lokal yang menang lomba. Tak hanya menang, rupanya dalam laga sepanjang 25 lap itu mereka mendominasi. Marc Marquez, Alex Rins, dan Maverick Vinales berjaya di atas podium setelah melewati lawan-lawannya.
Pembalap tim Repsol Honda Marc Marquez yang menunggangi RC213V bisa dibilang menang mudah. Sejak bendera start berkibar, ia langsung melesat ke posisi paling depan. Dengan modal motor dan pengalaman, bukan hal sulit baginya untuk bertahan. Posisi pertama bisa diamankan, Marquez kini berada di puncak klasemen MotoGP 2019.
Alex Rins dari tim Suzuki Ecstar bisa dibilang merupakan bintang utama pada hari itu. Start dari posisi ke-9, GSX-RR yang ia kendarai langsung melesat dan berhasil finish kedua setelah berjibaku melewati lawan-lawannya. Sementara Maverick Vinales dengan YZR-M1 masih cukup beruntung finish di posisi 3. Mendapat start dari grid kedua, ia harus rela posisinya direbut Rins.
Dalam beberapa musim terakhir, para penonton MotoGP memang seperti disuguhi kedigdayaan Spanyol dalam dunia balap sepeda motor. Statistik MotoGP menunjukkan, dalam 10 tahun terakhir pembalap Negeri Matador itu bahkan memenangi lebih dari setengah gelar juara dunia.
Untuk memahami mengapa orang Spanyol begitu mahir dalam balap sepeda motor dibanding lainnya, kita harus kembali ke tahun 1960-an. Keunggulan pembalap Spanyol adalah kisah proteksionisme, industri, budaya balap, dan cuaca yang nyaman di kawasan Mediterania.
Banyak Faktor Pendukung
Sejak akhir Perang Dunia Kedua, Diktator Jenderal Franco sudah berkuasa di Spanyol. Tak seperti negeri-negeri Eropa lainnya yang memerangi fasisme, Spanyol di bawah Franco memilih netral. Akibatnya setelah Perang Dunia II berakhir Spanyol terisolasi sehingga menetapkan ekonomi swasembada dan proteksionisme.
Motor Sport Magazine mengatakan industri sepeda motor Spanyol yang baru lahir adalah salah satu dari banyak industri yang dilindungi dari persaingan luar, terutama Jepang. Pabrikan seperti Bultaco, Derbi, Montesa, dan Ossa mampu berkembang sampai batas tertentu. Mereka hidup dari motor 2-tak murah yang turut menggerakkan ekonomi negara.
Kehadiran motor jenis ini tak dapat dihindari. Anak-anak muda mulai menggunakan motor 2-tak untuk balapan jalan raya yang diadakan di sejumlah kota di Spanyol. Mesin 2-tak punya siklus kerja yang lebih sedikit dibanding 4-tak. Tak heran, akselerasinya terkenal responsif dan perawatannya mudah. Oleh sebab itu motor jadi begitu populer di tengah-tengah masyarakat.
Periode 1960-an juga menjadi momentum pabrikan Spanyol membangun motor dan melatih pembalap agar dapat bersaing di balap dunia. Dari sini saja satu pembalap Spanyol yang berprestasi telah lahir: Angel Nieto, yang sepanjang karirnya telah memenangi 90 Grand Prix. Ia bahkan menjadi salah satu pembalap yang paling banyak mendapat gelar juara sepanjang masa, setelah Giacomo Agostini dan Valentino Rossi.
Budaya sepeda motor yang telah muncul itu masih bertahan hingga saat ini, terutama di kalangan anak muda. Menurut laporan BBC, cukup banyak remaja di beberapa kota di Spanyol yang mengendarai sepeda motor. Dari regulasi yang berlaku, motor sudah legal dikendarai sejak usia 15 tahun, sementara mobil 18 tahun. Namun para remaja ini rupanya telah lebih dulu ketagihan kendaraan roda dua.
Hal ini turut membuat budaya balap di sana begitu kuat, apalagi dengan banyaknya anak muda lintas Eropa yang datang untuk bersaing di sejumlah agenda balapan. Spanyol punya program balapan yang sangat terorganisir dan berfokus pada bakat pemuda.
Kejuaraan nasional Spanyol Campeonata de Espana de Velocidad CEV yang sejak lama dibuka untuk pembalap asing, turut berperan dalam kaderisasi pembalap. Menurut Good Wood, kejuaraan yang disebut telah mulai sejak awal 1900-an ini bahkan telah mengambil alih Junior World Championship di Eropa sebagai balapan resmi.
The Racing Line menyebut Spanyol punya 30 sirkuit balap yang tersebar di beberapa kota. Itu belum termasuk area test track serta proving ground yang biasa dipakai untuk uji coba kendaraan baru, mesin, ban, dan sebagainya.
Dani Pedrosa, mantan pembalap MotoGP asal Spanyol yang kini menjadi test rider pabrikan KTM, sempat bercerita soal iklim balap di negaranya. Ia mengatakan selain dari tekad pembalap yang begitu kuat, pada dasarnya infrastruktur balap di Spanyol sangat mendukung. Anak muda berbakat dari usia delapan atau sembilan tahun sejak awal telah didukung oleh pemerintah.
“Federasi Spanyol dan Federasi Katalan mendukung mereka sehingga pembalap merasa diperhatikan dan berusaha agar berprestasi. Kebetulan cuaca kami bagus, ini juga penting. Saya pikir ini kuncinya, Spanyol percaya pada sepeda motor,” katanya Pedrosa kepada Bike Sport News.
Pembalap kelahiran Sabadell, 29 September 1985 ini juga menyatakan bahwa sistem penjenjangan balap yang rapi telah ia rasakan sejak memulai karir. “Di negara lain anak-anak menyukai sepak bola atau berenang, atau apapun. Di Spanyol pun sama, tapi mereka cenderung mengikuti budaya motor,” imbuh Pedrosa.
Puncaknya, Federation Internationale de Motocyclism (FIM) mengakui prestasi Spanyol dengan mengubah beberapa kejuaraan di Spanyol menjadi kejuaraan Eropa. Bahkan dari 19 seri MotoGP tahun ini, sempat seri di antaranya berlangsung di Spanyol, tepatnya di Sirkuit Jerez, Catalunya, Aragon, dan Valencia.
Kemudian Dorna Sport, penyelenggara balap asal Spanyol yang berdiri 1988, kini telah memegang kendali atas balap World Superbike yang sebelumnya merupakan satu-satunya pesaing MotoGP. Dorna juga mendirikan Asia Talent Cup guna memfasilitasi minat balap yang tengah berkembang di Asia Tenggara.
Hasilnya telah diketahui banyak orang. Pada 2010 pembalap Spanyol membuat sejarah dengan memenangkan ketiga kategori MotoGP. Saat itu Marquez memenangi kelas 125 cc, Toni Elias di balap Moto2, dan Lorenzo di kelas ‘dewa balap’ MotoGP. Motor Sport Magazine menyebutkan bahwa ini pertama kalinya sebuah bangsa memenangkan setiap gelar kejuaraan. Spanyol mengulangi triple crown pada 2013 dan 2014.
Entah bagaimana caranya Spanyol bisa terus memproduksi pembalap muda, sementara di lain sisi pembalap berkualitas terus merebut gelar juara. Jika Spanyol tak pernah terisolasi, budaya sepeda motor nampaknya tak akan pernah hadir di Negeri Matador.
Editor: Windu Jusuf