tirto.id - Tidak sembarang penjahat bisa seperti Lucky Luciano, sosok yang di akhir hayatnya kerap dianggap sebagai mafia paling berkuasa sepanjang masa sekaligus bapak dari segala organisasi kejahatan modern dalam sejarah Amerika Serikat.
Pria bernama asli Salvatore Lucania ini lahir pada tanggal 24 November 1897 di Lercara Friddi, Sicily, Italia. Ia anak pertama dari pasangan Antonio dan Rosalia Lucania. Ketika Luciano berusia sembilan tahun, ia dan sekeluarga pindah ke AS demi mencari peruntungan, sebagaimana jamak dilakukan para imigran Italia kala itu. Mereka kemudian menetap di Lower East Side 265 East 10th street, Manhattan, kota New York.
Sejak usia 14 tahun, Luciano sudah putus sekolah dan ia pun mulai bekerja menjadi kurir pengantar topi dengan upah 7 dolar per minggu. Namun, setelah berhasil menang 244 dolar dalam permainan judi dadu, Luciano memutuskan berhenti dari pekerjaannya dan fokus mencari uang di jalanan. Kendatipun orang tuanya sempat mendaftarkan ia ke Brooklyn Truant School, Luciano sudah kadung ingin jadi gengster.
Luciano mulai jadi penjahat dengan bergabung bersama Five Points Gang, sebuah geng legendaris yang berlokasi di Five Points, sebuah area kumuh dan keras di Manhattan, didirikan oleh sosok bernama Paul Kelly, mantan petinju yang lantas menjadi bandit, menjelang akhir abad 19. Area tersebut ketika itu amat terkenal, sampai-sampai Charles Dickens pernah mencoba untuk mengetahui langsung. Begitu pula dengan Abraham Lincoln ketika ia hendak mencalonkan diri sebagai presiden AS.
Mulanya mayoritas anggota Five Points Gang merupakan imigran Irlandia. Seiring berjalannya waktu, Kelly mulai merekrut beberapa anak muda Italia. Kelak, beberapa di antara anak muda ini bakal menjadi bos mafia besar seperti Johnny Torrio dan Al Capone. Sejak itu geng tersebut pun makin ditakuti masyarakat dan membuat resah aparat.
Dengan reputasinya sebagai anggota Five Points Gang, Luciano mulai memberanikan diri untuk memberi jaminan keamanan kepada anak-anak Yahudi dari gangguan geng Italia dan Irlandia lain dengan bayaran 10 sen per pekan. Memasuki periode sekitar Perang Dunia I, ia juga mulai bermain di bisnis prostitusi. Dari sini Luciano turut pula mengenal Meyer Lansky, sosok yang kelak menjadi mitra bisnis dan sekaligus teman dekatnya.
Memperkenalkan Visi Mafia Non-Tradisional
Luciano memulai kedigdayaannya dengan melakoni bisnis penyelundupan minuman keras. Ini bisnis ilegal karena ketika itu AS tengah memasuki Era Prohibisi yang ditandai dengan pemberlakuan UU Larangan Alkohol pada 16 Januari 1920. Segala jenis perilaku yang berkaitan dengan minuman keras dilarang ketat, bahkan turut dikutuk oleh kalangan konservatif-agamawan.
Namun, pelarangan tersebut justru membuat permintaan terhadap minuman keras kian melonjak. Luciano yang mencium peluang bisnis ini segera turun ke lapangan. Bersama sindikat Five Points Gang dan relasinya dengan bos geng Lower Manhattan, Joe Masseria, yang merekrutnya sebagai salah satu ajudan, Luciano mulai tancap gas. Ia pun turut belajar bisnis perjudian dengan gembongnya langsung saat itu, Arnold "The Brain" Rothstein.
Selain menjadi mentor bagi Luciano, Rothstein bahkan turut mendanai bisnis bootlegging yang dilakukan Five Points Gang. Ia pun turut bertindak sebagai pelobi bagi kalangan masyarakat atas demi kelancaran bisnis tersebut. Dalam periode ini, Luciano sempat didera masalah serius lantaran terkena jebakan polisi yang menyamar ketika menjual heroin: produk yang kala itu tidak menjadi bagian dalam bisnis mafia.
Demi menyelamatkan reputasinya dan juga citra Rothstein, Luciano memborong 200 kursi VIP dalam pertandingan tinju antara Jack Dempsey-Luis Firpo di Bronx yang kemudian ia berikan kepada para bos geng dan sederet politikus terkemuka. Strategi itu berhasil, reputasi Luciano kembali membaik, demikian pula dengan Rothstein. Itu artinya, bisnis mereka tentunya juga akan baik-baik saja.
Sepanjang rentang tahun 1921-1925, bisnis penyelundupan minuman keras tersebut meraup untung besar mencapai 12 juta dolar per tahun. Luciano mendapat bagian sekitar 4 juta dolar. Dengan menyuplai berbagai minuman keras (scotch langsung dari Skotlandia, rum dari Karibia, hingga whiskey dari Kanada), sindikat mereka menjadi pemain utama di New York.
Reputasi Luciano kian melesat tatkala terjadi "Castellammar War" yang melibatkan dua geng besar: sindikat Masseria dengan kelompok mafia Sisilia lain yang dipimpin oleh Salvatore Maranzano. Perang tersebut terjadi dimulai sejak Masseria menolak membayar komisi kepada Maranzano. Luciano kembali melihat celah besar yang dapat mendompleng karier mafianya melalui perang tersebut.
Perlu diketahui sebelumnya, baik Masseria dan Maranzano adalah sosok yang termasuk ke dalam kategori "Moustache Petes". Ini adalah julukan bagi para pendatang dari Sisilia ke AS ketika usia mereka telah terhitung dewasa. Mereka yang termasuk kategori ini cenderung punya prinsip tradisional: menolak bekerja sama dengan orang non-Italia dan skeptis terhadap orang non-Sisilia. Beberapa bos paling konservatif bahkan hanya percaya dengan mereka yang berasal dari desa Sisilia mereka sendiri.
Luciano, kendatipun seorang yang berasal dan memiliki darah Sisilia murni, menolak untuk berpikir semacam itu. Ia adalah pribadi yang progresif (sekaligus pragmatis) sehingga tidak ada masalah jika harus bekerja sama dengan gengster Yahudi atau Irlandia demi keuntungan bisnisnya. Namun demikian, Luciano sadar ia tak bisa secara eksplisit melawan tradisi tersebut. Maka ia pun kembali membuat jaringan baru yang dengan para mafia muda lainnya yang lahir di Italia tetapi memulai karir kriminal mereka di AS.
Dari jejaring tersebutlah Luciano membentuk sindikat "Young Turks". Selain beranggotakan kaum muda yang punya visi sama dengannya, sindikat ini juga berisikan para calon bos mafia di masa depan, seperti Costello, Genovese, Albert Anastasia, Joe Adonis, Joe Bonanno, Carlo Gambino, Joe Profaci, Tommy Gagliano, dan Tommy Lucchese.
Apa yang “ditawarkan” Luciano ketika membentuk Young Turks memang menggugah: ia ingin segala bentuk keserakahan dan konservatisme bos-bos mafia yang tradisional itu bisa dienyahkan, karena hanya akan membuat mereka semakin kaya, sementara para bawahannya akan tetap miskin. Secara general, ia juga ingin membuat semacam sebuah sindikat nasional mafia Italia agar bisnis mereka lebih terorganisir dan menguntungkan.
Ketika kemudian sikap pembangkang Luciano tersebut sampai ke telinga para bos mafia lain, dengan segera ia dianggap sebagai propagandis yang menyesatkan. Alhasil, pada Oktober 1929, Luciano mendapat ganjarannya: tiga orang asing menculik, memukuli, menusuknya berkali-kali, lalu membuang tubuhnya di pinggir pantai di Pulau Staten. Ajaibnya, Luciano masih bisa selamat dari serangan tersebut.
Para pelaku serangan tersebut tidak pernah berhasil ditemukan. Namun, rumor menyebut bahwa dalangnya berasal dari pihak Maranzano. Dalam wawancaranya pada tahun 1953, Luciano mengatakan bahwa serangan tersebut dilakukan agar ia mau buka suara mengenai Jack "Legs" Diamond, mitra bisnis sekaligus orang dekat Rothstein.
Apapun itu, kejadian tersebut justru kian membuhulkan nama Luciano ke kalangan yang lebih luas lantaran pers terus meliputnya.
Menghabisi Bos-bos Mafia Lain
Memasuki awal tahun 1931, Luciano memutuskan bergabung dengan sindikat Maranzano karena ia melihat "Castellammar War" akan berakhir buruk bagi Masseria. Namun, Maranzano memberikan satu syarat untuk Luciano: ia harus menghabisi mantan bosnya tersebut. Luciano menyanggupi syarat tersebut.
Pada 15 April 1931, Luciano mengundang Masseria dan dua rekan lainnya untuk makan siang di sebuah restoran di Pulau Coney. Selesai makan, mereka memutuskan untuk bermain kartu sejenak. Persis ketika inilah Luciano pergi ke kamar mandi, lalu keluar empat pria bersenjata menembaki Masseria. Setelah menunaikan tugasnya, Maranzano mengizinkan Luciano untuk mengambil alih geng Masseria sekaligus menjadi wakilnya. Inilah akhir dari "Castellammarese War".
Dengan tidak adanya lagi Masseria, Maranzano mereorganisasi ulang seluruh sindikat mafia Italia-Amerika di New York City dengan membentuk Five Families yang dikepalai oleh Luciano, Profaci, Gagliano, Vincent Mangano, dan ia sendiri. Dalam pertemuan tersebut, Maranzano juga menjanjikan bahwa semua pihak dibebaskan berbisnis dan mencari keuntungannya masing-masing tanpa perlu bersaing. Namun, dalam pertemuan selanjutnya di Upstate New York, ia justru menyatakan dirinya sebagai capo di tutti capi atau "bos dari segala bos".
Kendati Luciano menganggap Maranzano lebih memiliki visi ke depan sebagai pemimpin ketimbang Masseria, dengan melihat sikapnya tersebut ia percaya bahwa bosnya kali ini jauh lebih serakah daripada sebelumnya. Maranzano sendiri sejak awal terus mencurigai Luciano, dan keduanya pun menjadi seperti dua anjing galak yang tinggal menunggu waktu untuk saling menggigit satu sama lain.
Konflik di antara mereka akhirnya pecah pada September 1931. Hal itu dimulai ketika Maranzano menyewa Vincent "Mad Dog" Coll, seorang gangster Irlandia, untuk membunuhnya. Namun, karena Luciano sudah mengetahui hal itu dari informannya, rencana tersebut terpaksa batal. Di hari yang lain, Maranzano memerintahkan Luciano datang ke kantornya di 230 Park Avenue di Manhattan. Namun, karena Luciano kembali menaruh curiga akan dihabisi di sana, maka ia pun memutuskan bertindak lebih dulu.
Alih-alih datang ke kantor Maranzano, Luciano justru mengirim empat gangster Yahudi yang wajahnya tidak diketahui oleh orang-orang Maranzano. Dengan menyamar sebagai agen pemerintah dan berkat bantuan dari Lansky dan Siegel, cara tersebut berhasil. Di kantornya sendiri, Maranzano dihabisi dengan cara ditusuk dan ditembak berkali-kali. Kasus ini kelak dikenang dengan sebutan: "Night of the Sicilian Vespers".
Tapi Luciano tak hanya berhenti sampai di situ. Di hari-hari ke depan, ia memerintahkan anak buahnya untuk menghabisi para bos mafia Sisilia tradisional lainnya: Samuel Monaco dan Louis Russo, sekutu Maranzano; Joseph Siragusa, pemimpin kelompok Pittsburgh, ditembak mati di rumahnya; Joe Ardizonne, bos sindikat Los Angeles, ditemukan tewas di mobilnya.
Dengan tewasnya Maranzano dan para sekutunya, Luciano praktis menjadi pemain tunggal dalam bisnis mafia di AS. Pengaruh dirinya bahkan sampai dapat mengontrol kegiatan serikat buruh setempat kala itu. Kendati demikian, Luciano tetap berupaya memegang teguh janjinya agar seluruh sindikat lain dapat bekerja sama tanpa perlu berkompetisi satu sama lain.
Hal itu ia tunjukkan melalui dua hal: (1) Menghapus gelar capo di tutti capi dan (2) Membentuk sebuah semacam Badan Komisi yang berfungsi untuk menyelesaikan segala permasalahan di antara sindikat mafia di AS. Dalam badan ini, selain melibatkan lima kepala baru dari Five Families, di mana salah satunya adalah Al Capone, sindikat Yahudi dan Irlandia juga berhak menaruh perwakilannya.
Adapun yang tetap ia pertahankan dari tradisi penting mafia Sisilia adalah upacara amico nostro. Itu adalah upacara pengangkatan seseorang menjadi anggota resmi mafia Sisilia. Ia menganggap bahwa ritual itu penting demi menjaga kepatuhan terhadap keluarga. Selain itu, Luciano juga meminta agar para mafia tetap berkomitmen dengan omertà, sebuah sumpah untuk selalu tutup mulut ketika mereka terkena masalah hukum.
Masa-masa kejayaan Luciano mulai berakhir sejak jaksa bernama Thomas E. Dewey ditunjuk untuk menangani kejahatan terorganisir mafia di AS pada tahun 1935. Hanya butuh satu tahun bagi Dewey untuk menangkap Luciano serta bos-bos lain dan menjatuhi hukuman kepada mereka masing-masing 30-50 tahun penjara. Kendati demikian, Luciano toh masih mampu menjalankan bisnisnya dari balik bui.
Pada tahun 1946, Luciano dibebaskan oleh pemerintah AS karena telah membantu negara dalam Perang Dunia II melalui berbagai koneksinya di Italia. Kerja sama ini kelak dikenal dengan nama: "Operation Underworld". Hanya saja, ia lantas dipaksa kembali ke Italia dan tidak lagi kembali ke negara mereka. Luciano tak punya pilihan selain setuju. Namun, hanya sebentar saja ia di negara asal, sebelum secara diam-diam pindah ke Kuba untuk mengontrol jaringan mafianya di AS.
Tanpa keberadaan dirinya langsung, kekuasaan Luciano di AS mulai dilucuti secara perlahan. Hingga akhirnya pada 26 Januari 1962, tepat hari ini 58 tahun lalu, ia meninggal di Bandara Internasional Naples akibat serangan jantung, ketika hendak menemui seorang produser Amerika, Martin Gosch, untuk membicarakan film mengenai dirinya. Pemerintah AS lalu memberikan izin agar jenazah Luciano dapat dikuburkan di St. John's Cemetery, Queens. Ketika upacara pemakaman, tercatat lebih dari 2000 orang datang melayat.
Seiring berjalannya waktu, orang-orang kerap membandingkan siapa lebih hebat antara dirinya dengan Al Capone. Sebuah perbandingan yang sebetulnya sia-sia, sebab, konon, di antara sesama mafia terdapat semacam kepercayaan: di atas langit masih ada Lucky Luciano.
==========
Artikel ini pertama kali ditayangkan pada 12 Maret 2019. Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk rubrik Mozaik.
Editor: Nuran Wibisono & Ivan Aulia Ahsan