tirto.id - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melaporkan masih banyak pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang enggan membayar restitusi atau ganti rugi kepada korbannya.
“Kalau kita komparasi yang kami hitung, tetapi kemauan (pelaku) membayar, kan, masih jauh dari apa yang kami nilai,” kata Ketua LPSK, Achmadi di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Kamis (31/7/2025).
Berdasarkan data milik LPSK, pada 2023 biaya restitusi yang seharusnya dibayarkan pelaku kepada korban TPPO sebesar Rp2.550.477.682 atau Rp2,5 miliar. Namun, total nilai uang yang baru dipenuhi pelaku sebesar Rp22.463.000 atau Rp22 juta. Pada 2024, LPSK mencatat biaya yang seharusnya dibayarkan pelaku senilai Rp7.377.845.925 atau Rp7 miliar. Namun, pelaku TPPO hanya membayar Rp968.055.000 atau Rp900 juta.
Achmadi menyebutkan jumlah permohonan perlindungan kasus TPPO terus melonjak dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, dia menekankan pentingnya pemulihan serta pemenuhan hak korban dalam mendapatkan kompensasi ganti rugi. Bahkan, masih ada korban yang belum melapor.
“Ya itu beberapa tahun terakhir sekian ribu (pemohon perlindungan kasus TPPO) betul itu. Tetapi, angka itu adalah kami menyadari masih ada (korban) yang belum melaporkan,” jelasnya.
Wakil Ketua LPSK, Antonius PS. Wibowo, menjelaskan hambatan dalam penyaluran restitusi karena belum adanya aturan terhadap penyitaan aset pelaku untuk membayarkan ganti rugi. Alhasil, pelaku banyak yang tidak dapat membayar ganti ruginya. Selain itu, belum adanya regulasi pemberian dana pribadi korban bagi korban TPPO.
“Penyitaan aset pelaku belum berjalan maksimal. Kedua belum ada regulasi (aturan hukum) untuk korban TPPO memperoleh restitusi dari dana bantuan korban,” kata Antonius.
Dia mengatakan peran LPSK sangat penting dalam penggunaan dana abadi untuk korban. Antonius menyatakan dana abadi korban berperan membayarkan sebagian dari nilai restitusi. Dengan begitu, nantinya pemerintah melalui LPSK dapat menyalurkan dana abadi untuk memberi kompensasi korban.
“Makanya tadi mendorong amandemen UU dengan hak korban memperoleh restitusi. Dana abadi korban baru akan masuk di dalam KUHAP, KUHAP sekarang baru dibahas di parlemen (DPR),” tutup Antonius.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama
Masuk tirto.id


































