Menuju konten utama

LPEM FEB UI Usul Skema Subsidi Energi Diubah Jadi Pajak Karbon

Meski begitu, perubahan ini tidak mudah untuk dilakukan karena bagaimanapun akan ada dampak yang ditimbulkan.

LPEM FEB UI Usul Skema Subsidi Energi Diubah Jadi Pajak Karbon
Diskusi Panel Diseminasi Hasil Studi: Data Analytics for A Just Transition yang diselenggarakan LPEM FEB UI, di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (23/7/2025). Tirto.id/Qonita Azzahra

tirto.id - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) melihat subsidi energi yang cenderung bertambah tiap tahunnya menjadi salah satu tantangan pengurangan emisi karbon dioksida (CO2). Meningkatnya subsidi energi juga membuat beban keuangan negara kian bertambah dari tahun ke tahun.

“Sebagai sebuah konsekuensi menahan affordability ini pasti akan berdampak terhadap dua hal satu adalah pasti beban fiskal pemerintah dan yang kedua adalah bagaimana upaya untuk mereduksi emisi itu juga kemudian tidak bisa berprogres dengan cepat karena insentif harga atau signaling itu masih mix,” ujar Peneliti LPEM FEB UI, Rusan Nasrudin, dalam acara Diseminasi Hasil Studi: Data Analytics for A Just Transition yang diselenggarakan LPEM FEB UI, di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (23/7/2025).

Karena itu, ia menyarankan agar meminta masyarakat untuk menurunkan konsumsi energi yang bersumber dari energi kurang ramah lingkungan. Namun, sebagai gantinya negara harus menyediakan sumber energi yang lebih bersih dengan harga terjangkau.

“Dan ini bukan sesuatu yang salah karena nanti di bagian berikutnya problem kita juga adalah sebagai sebuah archipelago country (negara kepulauan), akses energi kita ini mengandung inequality (ketidakmerataan) yang tidak kecil atau ketimpangan yang tidak sederhana,” imbuh Rusan.

Sebagai contoh, saat ini ketimpangan akses pemanfaatan subsidi LPG untuk daerah barat dan timur Indonesia masih terasa. Bahkan, tak sedikit pengguna gas LPG 3 kg berasal dari golongan kaya atau masyarakat kelas menengah atas.

“Untuk konteks listrik misalnya, progresnya jauh lebih baik dibanding misalnya untuk cooking ya, LPG. Di Indonesia, di mana kita tahu dalam kurun waktu 5 tahun dari 2017-2022, itu khususnya di kawasan Indonesia Timur di semua kelompok pendapatan progres elektrik city akses itu jauh lebih cepat,” papar dia.

Karenanya, agar pengurangan emisi CO2 lebih efisien dan beban fiskal negara tidak semakin membengkak, LPEM FEB UI menyarankan agar pemerintah dapat mengubah subsidi menjadi pajak karbon. Hal ini dapat dilakukan dengan perlahan-lahan mengurangi ketergantungan akan subsidi energi secara hati-hati.

Meski begitu, Rusan menyadari bahwa perubahan ini tidak mudah untuk dilakukan karena bagaimanapun akan ada dampak yang ditimbulkan.

“Kita harus menghitung dulu konsekuensinya. Kita dulu sudah pernah melakukan exercise kebijakan dan menerapkannya di berbagai perubahan harga energi di periode sebelumnya, yaitu ketika harga premium atau bensin dinaikkan dan seterusnya dan ada sebuah impresi penting disana bahwa ternyata pola perbaikan distribusi justru terjadi ketika subsidi harga energi ini dikurangi,” jelas dia.

“Dan ini juga yang nanti sedikit banyak kami temukan di exercise untuk menuju carbon tax, dari upaya mengurangi subsidi energi di level rumah tangga,” tambah Rusan.

Baca juga artikel terkait PAJAK KARBON atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Insider
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Dwi Aditya Putra