Menuju konten utama

Kontroversi TNI Laporkan Ferry Irwandi & Pelampauan Kewenangan

Sejumlah pihak menilai TNI melewati batas kewenangan usai mendatangi Polda Metro Jaya untuk berkonsultasi mengenai dugaan tindak pidana Ferry Irwandi.

Kontroversi TNI Laporkan Ferry Irwandi & Pelampauan Kewenangan
Komandan Satuan Siber (Dansatsiber) TNI, Brigjen J.O. Sembiring, di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (8/9/2025). Tirto.id/Ayu

tirto.id - Tentara Nasional Indonesia (TNI) tengah mendapat sorotan. Secara khusus Satuan Siber (Satsiber) TNI berniat melaporkan pemengaruh (influencer) Ferry Irwandi ke Polda Metro Jaya, atas dugaan tindak pidana.

Komandan Satuan Siber (Dansat Siber) TNI Brigadir Jenderal (Brigjen) Juinta Omboh Sembiring bersama jajarannya lengkap dengan seragam dinas, sempat mendatangi kantor Polda Metro Jaya, Senin (8/9/2025). Pelaporan berkaitan dengan dugaan pencemaran nama baik institusi TNI oleh Ferry berdasar hasil patroli siber.

Kunjungan J.O. Sembiring dan beberapa anggotanya disebut konsultasi ke pihak kepolisian atas beberapa unggahan pernyataan media sosial Ferry. “Konsultasi kami ini terkait dengan kami menemukan beberapa fakta-fakta dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh saudara Ferry Irwandi," ujar J.O. Sembiring, kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (8/9/2025).

Namun, dia mengaku belum bisa menjelaskan apa saja yang dinyatakan Ferry hingga diduga terancam jerat pidana. Selanjutnya, kata dia, dugaan tindak pidana Ferry akan diproses oleh pihak kepolisian.

“Nanti kan ada penyidikan, nanti biar kita lanjutkan," kata dia.

Sembiring mengatakan, pihak Mabes TNI juga telah berupaya menghubungi Ferry. Namun, pihaknya tak kunjung mendapat tanggapan.

Di sisi lain, Ferry Irwandi mengaku tidak mengetahui apapun mengenai hal ini. Dia pun enggan berkomentar banyak mengenai hal ini. "Saya belum tahu apa-apa," jawab Ferry singkat saat dikonfirmasi wartawan, Senin (8/9/2025).

Upaya pelaporan Satsiber TNI atas dugaan tindak pidana yang dilakukan Ferry Irwandi dibenarkan oleh Polda Metro Jaya. Wakil Direktur Siber Polda Metro Jaya AKBP Fian Yunus menjelaskan, kedatangan Sembiring memang awalnya bertujuan melaporkan Ferry Irwandi. Namun, dia mengingatkan mengenai aturan status TNI yang tak memperbolehkan hal itu.

“Beliau kan mau melaporkan terkait dengan Ferry Irwandi. Nah, terus kita sampaikan, ‘kan menurut putusan MK, institusi enggak bisa melaporkan, harus pribadi kalau pencemaran nama baik’,” ucap Fian di Gedung Promoter Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (9/9/2025).

Ferry Irwandi

Ferry Irwandi. (Instagram/@irwandiferry)

TNI Lewati Batas Kewenangan lewat Upaya Pelaporan Ferry Irwandi

Organisasi masyarakat sipil dan pemerintah sepakat menolak upaya TNI untuk melaporkan Ferry Irwandi ke polisi karena dugaan tindak pidana pencemaran nama baik. Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Iqbal Nurfahmi menegaskan bahwa tindakan TNI tersebut melewati batas kewenangan usai mendatangi Polda Metro Jaya untuk berkonsultasi mengenai dugaan tindak pidana atas Ferry Irwandi.

Sebab, TNI memiliki batasan yang jelas atas peran dan fungsinya. Dia mengutip Pasal 30 Ayat (3) UUD 1945 yang menyebut tugas TNI; mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan serta kedaulatan negara. Oleh karenanya, TNI bukan aparat penegak hukum. Sehingga mereka tidak boleh ikut campur atas penanganan tindak pidana masyarakat sipil.

"Hal ini jelas bertentangan dengan undang-undang tersebut. Selain itu, penyidikan dalam konteks dugaan tindak pidana adalah kewenangan penyidik Polri yang telah diatur dalam KUHAP, dan tak ada peran dari TNI," kata dia dalam keterangan tertulis yang Tirto terima, Selasa (9/9/2025).

Iqbal menyebut, tindakan Dansat Siber TNI bahkan membahayakan demokrasi dan HAM di Indonesia. Apabila dibiarkan, tak menutup kemungkinan masa-masa militer ikut campur tangan dalam urusan masyarakat sipil akan kembali terjadi.

"Kami menekankan dalam hal ini, TNI seharusnya cermat dalam melihat situasi dan perlu untuk kembali membaca dengan seksama tugas serta perannya dalam setiap peraturan perundang-undangan. Tindakan tersebut sangat jelas merupakan ancaman bagi demokrasi dan hak asasi manusia," ujar dia.

Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto juga sepaham. Dia mengatakan soal ini telah tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Tepatnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 105/PUU-XXI/2024 tanggal 29 April 2025.

Beleid ini terkait uji materi Pasal 27A Undang-Undang no.1 Tahun 2024 tentang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU Perubahan Kedua UU ITE)

Dia mengatakan Pasal 27A UU ITE harus dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat sepanjang frasa "orang lain" tidak dimaknai, "kecuali lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan".

"Artinya kritik yang ditujukan kepada lembaga atau instansi adalah bagian dari kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi," kata Bambang kepada wartawan Tirto, Kamis (11/9/2025).

Dalam putusan MK tersebut jelas ditegaskan bahwa yang dimaksud dalam pasal itu adalah individu, bukan badan hukum, institusi, kelompok, profesi, atau jabatan. Putusan itu menjadi penegasan agar tidak terjadi kesewenang-wenangan aparat penegak hukum dalam menafsirkan frasa "orang lain" di UU ITE.

"Bahkan bila memaksakan penggunaan UU ITE tersebut juga tidak tepat, karena Dansat Siber TNI bukan mewakili Panglima TNI yang diberi mandat oleh negara," tegasnya.

Bambang juga menambahkan bahwa Satsiber TNI dinilai tidak peka terhadap kondisi geopolitik terkini. "Dansat Siber TNI tersebut seolah tidak memahami dinamika sosial politik di era siber saat ini, sehingga melakukan konferensi pers pascaberdiskusi dengan koleganya di Polda Metro Jaya. Sehingga komunikasi tersebut ditafsirkan publik secara luas sebagai sebuah upaya laporan tindak pidana," kata dia.

Menurutnya, ulah pasukan TNI itu harus segera dihentikan karena akan mengganggu supremasi sipil dalam mengekspresikan pendapat depan publik. Dia meminta Panglima TNI untuk segera menegur Dansat Siber J.O. Sembiring karena telah melampaui kewenangan dari Satsiber TNI.

"Panglima TNI harusnya segera menegur Dansat Siber tersebut yang melampaui kewenangannya dan membuat kegaduhan publik yang tak perlu," ujarnya.

DPR dan pemerintah juga anggap pelaporan TNI tak tepat

Hal serupa juga disampaikan oleh Anggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin. Dia menuntut penjelasan dari TNI mengenai rencana pemidanaan Ferry Irwandi tersebut.

Menurutnya, penjelasan perlu diberikan demi menghindari atas timbulnya multitafsir atau mengaburkan batas kewenangan antara kebebasan berekspresi, hak individu, dan kewenangan institusi.

“Oleh karena itu, perlu dijelaskan secara terang oleh Mabes TNI atau Dansat Siber, tindakan apa yang dilakukan oleh Ferry Irwandi sehingga dianggap mengancam pertahanan siber di lingkungan Kemhan maupun TNI,” ujarnya.

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra juga sependapat.

Dia menekankan kalau pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE adalah delik aduan. Sehingga yang dapat mengadukan adalah korban sebagai individu, bukan institusi atau badan hukum.

Dia berharap TNI dapat mengkaji secara seksama tulisan Ferry di media sosial yang dianggap menyinggung. Dia memandang pesan dari Ferry masih bersifat kritik yang merupakan bagian dari kebebasan berpendapat.

"Saya menyarankan TNI membuka komunikasi dan berdialog dengan Ferry Irwandi dalam suasana keterbukaan dan prasangka baik," pungkas Yusril, dari keterangan yang Tirto terima Kamis (11/9/2025).

TNI Tetap Bersikeras Pidanakan Ferry Irwandi

Meski ditentang publik, Mabes TNI tetap bersikeras untuk memidanakan Ferry Irwandi atas tayangan kontennya di media sosial. Meski masih tak menyebutkan pernyataan yang mana, TNI memastikan Ferry melakukan upaya menjatuhkan citra.

"Intinya, ada dugaan pernyataannya di ruang publik, baik melalui media sosial maupun wawancara, yang berisi upaya-upaya provokatif, fitnah, kebencian, serta disinformasi yang dimanipulasi dengan framing untuk menciptakan persepsi dan citra negatif," ucap Kapuspen TNI, Brigjen Freddy Ardianzah saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (10/9/2025).

Lebih lanjut, dia menyampaikan, dugaan tindak pidana yang ditemukan saat patroli siber terindikasi menyebabkan keresahan di masyarakat. Ia mengatakan, pernyataan Ferry mengancam terjadinya adu domba TNI dengan Polri maupun masyarakat.

Konferensi pers TNI terkait berita hoaks di media sosial

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen TNI (Mar) Freddy Ardianzah memberikan keterangan pada konferensi pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (5/9/2025). Pada konferensi pers tersebut TNI menegaskan tidak ada prajurit yang terlibat kerusuhan dan ditangkap Polri pada unjuk rasa di Jakarta serta daerah lainnya. ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/bar

TNI kini masih mempelajari langkah hukum yang sesuai dengan aturan MK Nomor 105 Tahun 2024. Dia menegaskan bahwa langkah hukum yang dilakukan TNI tersebut demi menjaga martabat serta kehormatan seluruh prajurit di manapun berada dan bertugas. Selain itu, guna menjaga persatuan kesatuan bangsa dan stabilitas keamanan nasional.

"Sebagai warga negara, kita semua harus lebih mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi maupun kelompok," ujarnya.

Senada dengan TNI, mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) Soleman Ponto, mengecam pernyataan Ferry yang menggiring opini dan memanipulasi fakta. Ferry dinilai secara sengaja membentuk persepsi publik yang salah tentang TNI.

Dia menyerukan para aktivis dan komunitas intelijen untuk mengadakan pengumpulan informasi yang objektif dan komprehensif dari kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan Ferry.

"Pernyataan Ferry sebagai bentuk provokasi yang berpotensi merusak keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan merusak citra TNI sebagai institusi," tegas Ponto dikutip Antara.

Baca juga artikel terkait TNI atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - News Plus
Reporter: Irfan Amin & Ayu Mumpuni
Penulis: Irfan Amin
Editor: Alfons Yoshio Hartanto