tirto.id - Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, melaporkan narasumber Tempo ke Mabes Polri, Selasa (19/3/2024). Laporan itu dilayangkan Bahlil buntut pemberitaan Tempo terkait informasi kisruh pencabutan dan pemulihan izin usaha pertambangan atau IUP.
Langkah tersebut pun dinilai Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) mengancam kebebasan pers. KKJ memandang Bahlil pejabat publik yang anti kritik.
"Pelaporan itu telah mengancam kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan mencederai demokrasi di Indonesia," kata Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis, Erick Tanjung, kepada Tirto, Kamis (21/3/2024) sore.
Erick mengatakan ancaman kriminalisasi narasumber pemberitaan akan merugikan publik. Sebab, kriminalisasi akan menciptakan kebuntuan dalam mencari narasumber yang valid.
Selain itu, akan membuat orang semakin takut menjadi narasumber, saksi untuk mengungkap sebuah kejahatan korupsi dan kejahatan lainnya. Pasalnya, yang dihadapi ancaman hukuman pidana maupun perdata.
“Pelaporan narasumber Tempo itu mengancam kemerdekaan pers dan menjadi preseden buruk bagi demokrasi,” kata Erick.
Hak mencari dan mendapatkan informasi dijamin oleh konstitusi. Secara internasional, hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi juga dijamin pada Pasal 19 dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta Komentar Umum Nomor 34 terhadap Pasal 19 ICCPR.
Hak tersebut juga dijamin dalam Pasal 28E dan 28F UUD, serta pada Pasal 14 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Erick menjelaskan, terkait tindakan Tempo tidak membuka identitas para narasumber karena pertimbangan keamanan dijamin oleh Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Apalagi Dewan Pers yang telah menilai liputan tersebut telah menyatakan secara prosedural, liputan “Tentakel Nikel Menteri Bahlil” tersebut tak melanggar kode etik.
“Tempo juga mempunyai hak tolak mengungkap identitas narasumber. Hal ini dijamin dalam Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers,” tegas Erick.
Protes Berita: Ada Hak Jawab dan Koreksi
Direktur LBH Pers, Ade Wahyudin, mengatakan narasumber berita merupakan bagian dari produk jurnalistik. Sebab itu, narasumber tidak dapat dipidana karena dilindungi oleh Undang-undang Pers.
“Maka sesuai dengan UU Pers, jika tidak terima atas berita atau terjadi protes, dapat diselesaikan dengan mekanisme hak jawab dan hak koreksi. Jika belum cukup, pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan, dapat melapor ke Dewan Pers untuk penyelesaian sengketa,” kata Ade.
Bahlil mendatangi Mabes Polri pada Selasa (19/3/2024) untuk melaporkan narasumber Tempo yang memberitakan kisruh pencabutan dan pemulihan ribuan IUP. Bahlil melaporkan narasumber Tempo dengan pasal pencemaran nama baik.
Kepada awak media, Bahlil mengatakan ingin meluruskan berita yang terindikasi bahwa di Kementerian Investasi ada yang mencatut nama dia lewat proses perizinan pemulihan IUP. Bahlil menganggap narasumber di liputan itu telah mencemarkan nama baiknya.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Intan Umbari Prihatin