tirto.id - Komisi Yudisial (KY) menjelaskan tahapan pemeriksaan terkait kejanggalan vonis bebas Gregorius Ronald Tannur di kasus pembunuhan Dini Sera. Dari salah satu pihak yang akan diperiksa adalah hakim Pengadilan Negeri Surabaya.
Jubir KY, Mukti Fajar, menjelaskan pemeriksaan kepada tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya memang belum dilakukan. Dia bahkan enggan membeberkan kapan waktu pemeriksaan ketiga majelis hakim itu.
"Belum (diperiksa), ini masih berurutan. Nanti kami kabarkan," tutur Fajar saat dikonfirmasi reporter Tirto melalui pesan singkat, Rabu (14/8/2024).
Dia menegaskan, KY menargetkan tahapan pemeriksaan sudah selesai bulan ini.
"Agustus ini semoga sudah selesai semua," ungkap dia.
Dalam perkembangan terakhir, kuasa hukum keluarga Dini Sera, Dimas Yehamura, menjalani pemeriksaan oleh Komisi Yudisial (KY) sebagai terlapor kasus dugaan pelanggaran etik hakim di Pengadilan Negeri Surabaya. Pelaporan Dimas kala itu, berkaitan dengan vonis bebas majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya atas Gregorius Ronald Tannur.
Dimas menjelaskan, dalam pemeriksaan hari ini dirinya membawa sejumlah bukti yang diperlihatkan kepada hakim KY. Dua di antara bukti tersebut adalah rekaman kamera CCTV dan bukti bayar visum.
"Kami sudah menyampaikan semua ini di persidangan termasuk tadi terkait dengan rekaman CCTV yang itu dikatakan oleh hakim tidak menunjukkan adanya peristiwa perlindasan dan sebagainya," kata Dimas di kantor KY, Jakarta Pusat, Kamis (8/8/2024).
Disebutkan dia, saat diputar kembali di hadapan hakim KY, terlihat korban berada di sisi kiri depan mobil terdakwa. Kemudian, Ronald Tannur melajukan mobilnya hingga korban terseret dan terlindas hingga lima meter.
Ronnald Tannur kemudian turun untuk merekam korban, bukan memberikan pertolongan. Hingga akhirnya ada mobil lain yang terpaksa berjalan zigzag untuk menghindari Dini Sera dan melapor ke pengamanan gedung peristiwa tersebut.
"Iya CCTV diputar dan kembali lagi CCTV tidak berubah sejak pada saat rekonstruksi yang ditunjukkan kepada tim kami dan hari ini CCTV tetap sama, artinya hukum memperlihatkan peristiwa tersebut dan memperlihatkan bagaimana terdakwa itu datang," ucap dia.
Sedangkan bukti kedua adalah kwitansi pembayaran visum oleh keluarga. Bukti ini menjadi fakta baru adanya kejanggalan dalam penanganan proses hukum sejak dari kepolisian.
"Pada saat itu saya menanyakan ke petugas di Polrestabes terkait biaya visum bagaimana, informasinya tidak ada anggaran dari negara untuk visum, sehingga kami dari korban diminta untuk membayar biaya visum," tutur dia.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Anggun P Situmorang