Menuju konten utama

Kronologi Penghentian Upacara Doa di Bantul versi Kapolsek

Kronologi penghentian upacara doa Paguyuban Padma Buwana di Rumah Utiek Suprapti versi Kapolsek Pajangan.

Kronologi Penghentian Upacara Doa di Bantul versi Kapolsek
Utiek Suprapti memberikan keterangan kepada wartawan di rumahnya di Dusun Mangir Lor, Sendangsari, Pajangan Bantul, Yogyakarta, Selasa (12/11/2019). (tirto.id/Irwan A. Syambudi)

tirto.id - Kapolsek Pajangan AKP Sri Basaria menjelaskan kronologi penghentian upacara doa Paguyuban Padma Buwana di Rumah Utiek Suprapti, Dusun Mangir Lor, Bantul, DI Yogyakarta pada Selasa (12/11/2019) Sore.

Awalnya pada Senin (11/11/2019) malam masyarakat, kata dia, mendatangi Polsek. Mereka datang dengan membawa surat perjanjian yang ditandatangani Utiek Suprapti pada 2012.

"[Isi surat perjanjian] dia [Utiek] sudah mengaku bahwa dia tidak akan melakukan kegiatan [upacara doa] itu lagi. Ada itu suratnya dan tokoh masyarakat yang pegang dan diberikan ke saya," kata Basaria kepada Tirto, Kamis (14/11/2019).

Namun, kata dia, selama ini Utiek saat mengadakan kegiatan selalu memberikan surat pemberitahuan ke Polsek. Dalam surat pemberitahuan, kata dia, merupakan kegiatan keagamaan.

“Saya belum tahu itu agama Hindu, Buddha atau kepercayaan,” kata Basaria.

Basaria menambahkan, “ada pemberitahuan namanya. Kalau kegiatan keagamaan itu sebenarnya tidak perlu izin. Cukup pemberitahuan, terus saya ke anggota [minta] ya tolong dipantau."

Namun, kata Basaria, pelaksanaan upacara doa itu sudah dipermasalahkan oleh warga sejak lama.

"Karena masyarakat tidak tahu itu aliran apa. Hindu, Buddha, atau kepercayaan," kata Basaria.

Masyarakat, kata Basaria, menganggap rumah Utiek adalah tempat ibadah, yang seharusnya ada izin jelas sebagai tempat ibadah.

"Masyarakat itu mau kejelasan. Lha, kalau masalah kegiatan ibadahnya, kami tidak masalah," ujar Basaria. "Saya sebagai umat Islam, saya melaksanakan salat dan melaksanakan sembahyang dan ngaji di rumah kan tidak masalah."

Namun, apa yang dilakukan Utiek, kata Basaria, sudah mengundang umat dari daerah luar untuk melakukan kegiatan keagamaan, sementara izin tempatnya belum jelas.

Warga Mengadang Resi Begawan Manuaba

Kapolsek Pajangan Sri Basaria juga menjelaskan mengenai ketegangan ketika upacara doa berlangsung.

Warga, kata dia, sempat berkumpul dan menghalangi tamu yang datang. Sekitar pukul 14.00, saat acara doa, warga sudah mulai berdatangan.

“Dari Senin malam yang datang ke Polsek, warga sudah menyampaikan kalau kegiatan itu dilaksanakan, mereka akan memblokir jalan," kata Basaria.

Mengetahui warga telah berkumpul di jalan, Basaria kemudian mendatangi rumah Utiek Suprapti. Ia menunggu hingga sesi doa pertama selesai. Sesi doa itu dipimpin oleh Pendeta Buddha Tantrayana Kasogatan Padma Wiradharma. Sesudahnya, Basaria "melakukan koordinasi".

Saat koordinasi itu, ia menyampaikan hasil pertemuan di Polsek: solusi agar warga dan umat Paguyuban Padma Buwana tidak saling merugikan.

"Saya sebagai aparat, berusaha seandainya ada tamu sudah datang, ya monggo," kata Basaria.

Utiek berkata masih ada sesi doa berikutnya secara Hindu, yang akan dipimpin oleh Resi Begawan Manuaba.

Karena situasi tidak memungkinkan, ia meminta agar acara dipersingkat.

"[Kalau belum selesai] sampai jam berapa?" tanya Basaria.

Utiek berkata kepada Basaria meminta waktu sampai jam 5 sore.

"Lho kok sampai jam 5 sore? Enggak tahunya masih menunggu resi datang," ujar dia.

Ia bilang akan berbicara langsung pada Resi Begawan Manuaba dan memohon izin agar acara tidak berlanjut.

"Saya bilang, 'Saya minta maaf nanti saya yang ngomong sama resi. Saya mau minta izin sama resi.' Karena kami tahu masyarakat sudah berkumpul," kata Basaria.

"Saya tidak mau ada kesan nanti pas kegiatan dihentikan nanti tidak bagus," ujar Basaria. "Daripada dihentikan, lebih baik kegiatan tidak berlanjut."

Di tengah-tengah koordinasi itu, warga bersitegang.

Mobil tamu yang dikendarai oleh Resi Begawan Manuaba, yang hendak memimpin doa sesi kedua, diadang oleh warga. Warga minta mobil putar balik.

Melihat itu Basaria keluar dari halaman rumah Utiek Suprapti. Ia minta warga jangan melakukan tindakan pengadangan.

"Saya sampaikan, 'Ini kan tamu," katanya.

Basaria menjemput Resi Begawan Manuaba, "Saya menghargai beliau tamu. Beliau itu diundang. Kami bicarakan baik-baik. Saya tidak mau masyarakat anarkis."

Dalam rekaman video berdurasi 1 menit 59 detik, yang kami dapatkan dari AB Setiadji—salah seorang yang ikut upacara doa—menggambarkan belasan warga berkumpul di pos ronda, sekitar 10 meter dari halaman rumah Utiek Suprapti.

Video yang direkam pukul 15.50 itu memperlihatkan belasan warga berjalan ke arah timur, mendekati mobil berkelir hitam menuju rumah Utiek.

Sampai di depan rumah Utiek, warga mengadang mobil yang dikendarai Resi Begawan Manuaba itu.

“Mundur. Mundur,” teriak seseorang. “Ayo balik. Mundur. Mundur.”

“Tidak ada apa-apa di sini. Mundur.”

Video itu juga merekam seorang yang lain menggebrak kap mobil.

Nusya dari Komunitas Kasogatan Buddha Jawi, yang ikut upacara doa, bercerita kepada Tirto bahwa karena ada "teriakan-teriakan" dan tekanan, sesi upacara doa kedua batal digelar.

Berdasarkan penjelasan yang ia dengar dari Kapolsek Sri Basaria, warga menghendaki ada surat izin kegiatan dari RT hingga provinsi.

“Sudah dimediasi, tapi ada perbedaan persepsi di sini, masyarakat dan Kapolsek menganggap pura ini urusan publik [...]"

"Kami beranggapan ini urusan privat," ujar Nusya. "Nah, kalau urusan privat, masak doa tahlilan harus izin? Kan, enggak. Itu perbedaan persepsi yang harus dijembatani."

Baca juga artikel terkait KASUS INTOLERANSI atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz