Menuju konten utama

IMB Dicabut Bupati, Pengurus Gereja di Bantul akan Gugat ke PTUN

Bupati Bantul Suharsono mencabut izin mendirikan bangunan Gereja Pantekosta di Indonesia. sebelumnya, keberadaan gereja ini memang sempat ditolak warga.

IMB Dicabut Bupati, Pengurus Gereja di Bantul akan Gugat ke PTUN
Juru bicara pengurus Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Sedayu, Bantul, Yogyakarta Agnes Dwi Rusjiyati memberikan keterangan kepada wartawan usai bertemu Bupati Bantul Suharsono di Kantor Bupati Bantul, Yogyakarta, Senin (29/7/2019). (tirto.id/Irwan A. Syambudi)

tirto.id - Pengurus Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Sedayu, Bantul, Yogyakarta kecewa dengan pencabutan izin mendirikan bangunan (IMB) oleh Bupati Bantul Suharsono. Pihaknya akan menggugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan mengadu ke Komnas HAM.

"Ketika rekomendasi [pencabutan IMB GPdI] yang disampaikan Bupati tidak bisa dievaluasi kembali. Ya jalan terakhir kami akan melakukan gugatan ke PTUN," kata juru bicara pengurus GPdI Sedayu, Agnes Dwi Rusjiyati usai bertemu Bupati Bantul, Senin (29/7/2019).

Namun, Agnes mengatakan, pengurus GPdI tetap berharap agar Bupati Suharsono memberikan kebijakan lain yang dapat menjamin hak beribadah pendeta GPdI Tigor Yunus Sitorus dan umatnya. Sehingga perkara ini tidak sampai ke PTUN.

Dalam pertemuan antara pengurus GPdI dengan bupati, kata Agnes, Bupati Suharsono menyatakan baru dalam proses mengkaji usulan untuk pencabutan IMB.

"Tetapi kalau memang kemudian dari beberapa hal yang disampaikan tak memungkinkan untuk mencabut [pembatalan IMB], kami dipersilakan melakukan proses hukum," kata dia.

Selain melalui proses hukum, pihaknya juga telah melakukan pengaduan ke Komnas HAM terkait kasus ini. Sejumlah berkas dan data-data, kata Agnes, juga sudah disampaikan ke Komnas HAM.

"Kami sudah diskusi dengan Komnas HAM tentang hak orang untuk ibadah. Komnas HAM akan lakukan kajian terhadap dokumen yang dimiliki Pak Sitorus. Kami serahkan nanti mekanisme seperti apa. Sebagai warga negara kita memiliki hak, menuntut hak kita ke Komnas HAM," ujarnya.

Menurut Agnes, dokumen yang sudah diserahkan ke Komnas HAM di antaranya adalah semua kronologi peristiwa, sejarah bangunan GPdI, surat menyurat yang kemudian muncul dan diterima dari bupati, dan IMB yang sudah terbit.

Bupati Bantul Suharsono menyatakan telah mencabut IMB GPdI Sedayu karena tidak memenuhi syarat.

"Jadi itu [IMB GPdI Sedayu] keputusan saya adalah saya cabut karena ada unsur yang tidak memenuhi secara hukum," kata Suharsono saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (29/7/2019).

Ia menjelaskan, keputusan mencabut IMB ini berdasarkan hasil penelitian tim dari pemerintah kabupaten. Hasilnya, IMB tersebut tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Peraturan Bupati (Perbub) Nomor 98 Tahun 2016.

"Ada unsur-unsur yang tidak memenuhi sehingga izin tersebut kami cabut," kata Suharsono.

Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul, Bambang Guritno yang mendampingi Bupati menjelaskan lebih jauh soal alasan dicabutnya IMB tersebut.

Awal mula penerbitan IMB itu, kata dia, adalah didasari Surat Keputusan Bersama Menteri (SKB) Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 9 tahun 2016 dan nomor 8 tahun 2006. Dari SKB kemudian bupati mengeluarkan Perbub Nomor 98 Tahun 2016.

Dalam Perbub tentang pendirian tempat ibadah itu mengatur tentang pemutihan IMB tempat ibadah yang berdiri sebelum 2006 dan nyata-nyata digunakan sebagai tempat ibadah secara terus menerus.

Dalam aturan itu, kata Bambang, rumah ibadah harus mencakup empat unsur agar bisa mengajukan IMB yakni: 1. Bangunan didirikan sebelum 2006; 2. Sudah digunakan untuk tempat ibadah secara terus menerus atau permanen; 3. Bercirikan tempat ibadah; 4. Memiliki nilai sejarah.

"Yang utama yang tidak dipenuhi [saat pengajuan IMB GPdI Sedayu] dari empat unsur tersebut salah satunya tidak dilakukan secara terus-menerus," kata dia.

Menurut Bambang, gereja tersebut memang sudah berdiri sejak 2006, tapi tidak digunakan sebagai tempat ibadah secara terus menerus. Sehingga hal itu tidak memenuhi kriteria IMB yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah.

Ia mengatakan, hal ini juga telah dilakukan klarifikasi dan verfikasi di lapangan oleh tim yang dikoordinatori oleh Kemenag, bersama tim terpadu yang terdiri dari Kesbangpol, Bagian Hukum, DMPT, dan Satpol PP.

"Dapat dibuktikan secara fakta di lapangan menurut saksi masyarakat setempat lingkungan di situ. Termasuk Pak Sitorus [Pendeta GPDI Sedayu] secara lisan juga mengatakan tidak digunakan secara terus-menerus," kata dia.

Atas dasar itulah, kata dia, Bupati Suharsono kemudian mencabut IMB GPdI Sedayu. Hal ini tertuang dalam Keputusan Bupati Bantul Nomor 345 Tahun 2019 tantang Pembatalan penetapan GPdI Sedayu sebagai Rumah Ibadat yang Mendapatkan Fasilitas Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Rumah Ibadat.

Baca juga artikel terkait GEREJA atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Hukum
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Alexander Haryanto