tirto.id - Ketua Komisi Pemeriksaan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto, mengusulkan agar Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) direvisi.
Upaya revisi tersebut, kata Setyo, dinilai akan membuat upaya pemberantasan korupsi lebih luas. Setyo beralasan, UU Tipikor saat ini masih terpaku pada pengadaan barang dan jasa, suap, dan gratifikasi. Setyo pun menyinggung bahwa aturan terkait gratifikasi sebaiknya dihapus karena bias dengan pengaturan terkait suap.
"Jadi kriminalisasinya bukan hanya soal pengadaan barang dan jasa, bukan hanya sektor suap bukan hanya soal-soal yang berkaitan dengan gratifikasi, dan lain-lain. Kalau perlu gratifikasi itu malah dihilangkan, dihapuskan saja, supaya tidak bias antara gratifikasi dengan suap," kata Setyo dalam sambutannya, di acara Launching Beneficial Ownership (BO) Gateway di Gedung Kementerian Hukum, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).
Dia juga menjelaskan soal biasnya gratifikasi dengan suap dalam kategori korupsi. Ia mengingatkan bahwa gratifikasi memiliki batas waktu di UU Tipikor saat ini. Ketika lewat, maka status sudah bukan lagi gratifikasi, melainkan suap.
"Sekarang orang masih berpikir, ah yang penting saya kasih waktu 30 hari. Begitu 30 hari, kurang satu detik lupa, lewat 31 hari sudah kena aturan, jatuhnya masuk ke suap," tuturnya.
Setyo lantas berharap, perubahan dalam undang-undang Tipikor dapat memperbaiki upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Ini tentu dari KPK sangat berharap bahwa perubahan undang-undang korupsi adalah sebuah keniscayaan yang untuk perbaikan pemberantasan korupsi di Republik Indonesia, utamanya mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah yang sudah sering disampaikan dalam program-program penting oleh Bapak Presiden," tambahnya.
Sementara itu, Setyo juga membahas soal BO Gateway yang baru saja diluncurkan oleh Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU). Dengan adanya peluncuran ini, data aset sebuah korporasi hingga data pemiliknya dapat diketahui. Hal ini, kata Setyo, dapat membantu dalam pemberantasan korupsi terutama saat melakukan penelusuran aset.
"Kita berbicara tentang BO atau pemilik manfaat. Pemilik manfaat ini bukan perusahaan, bukan ras, bukan juga badan hukum, tapi dia manusia yang berada di balik layar, orang-orang yang sembunyi dari perusahannya, tapi dia punya pengaruh yang luar biasa," katanya.
Dia menyebut, dalam sebuah perusahaan, biasanya terdapat sebuah nama yang ditakuti oleh para pegawainya dan memiliki pengaruh yang sangat besar.
"Dulu contohnya mungkin ada fenomena global tentang Panama Paper, bagaimana Panama Paper itu kemudian muncul, begitu ditelusuri oleh PPATK, banyak inisial-inisial apakah itu politikus, apakah itu pejabat publik, bahkan juga mungkin pengusaha-pengusaha yang menempatkan di luar negeri," ucapnya.
Dengan adanya keterbukaan data, kata Setyo, dapat memudahkan KPK untuk menelusuri aset, memulihkan aset, dan melakukan penegakkan hukum.
"Dari sisi pencegahan kita bisa lakukan untuk memfilter secara due diligence, ya kemudian juga kita bisa melakukan background check, ya. Orang akan semakin transparan, orang akan semakin bisa mempertanggungjawabkan bahwa memang perusahaannya," pungkasnya.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id


































