tirto.id - Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan membeberkan pemberian barang mewah sebagai suap untuk Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip.
Dari hasil pemeriksaan, diduga Sri Mahyumi meminta tas agar merk Hermes yang akan diberi kepadanya, tak sama modelnya dengan tas yang sudah dimiliki pejabat lainnya di Sulawesi Utara.
"Bupati tidak mau tas yang dibeli sama dengan tas yang sudah dimiliki oleh seorang pejabat perempuan lain di sana. Kebetulan selain Bupati Talaud ada bupati yang perempuan juga di Sulawesi Utara," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (30/4/2019).
Namun, pemberi suap tak memberikan tas mewah merek Hermes. Barang yang dibelikan pemberi suap yakni, tas Chanel senilai Rp97,3 juta; tas Balenciaga senilai Rp32,9 juta; jam Rolex senilai Rp224,5 juta; anting berlian Adelle Rp32,07 juta; cincin berlian Adelle Rp76,9 juta. Total barang-barang tersebut bernilai Rp463,8 juta.
Dalam kasus suap ini, KPK menetapkan 3 tersangka yakni Sri Wahyumi Maria Manalip, pemberi suap Bernard Hanafi Kalalo dan orang kepercayaan Sri yakni Benhur Lalenoh.
Sri Wahyumi diduga meminta sejumlah barang mewah kepada pengusaha bernama Bernard Hanafi Kalalo terkait proyek revitalisasi Pasar Lirung dan Pasar Beo di Kabupaten Kepulauan Talaud.
Untuk memuluskan keinginannya, Sri memerintahkan Benhur untuk mencari pengusaha yang bersedia membayar fee tersebut. Benhur menawarkan hal itu ke pengusaha Bernard Hanafi, dan Bernard menyanggupi permintaan itu.
Sebagai sebagian dari fee 10 persen itu, Benhur meminta Bernard memberikan sejumlah barang mewah untuk Bupati Sri Wahyuni.
Menurut Basaria, kronologi usai penangkapan 2 tersangka di Jakarta yakni di Manado. Di sana, penyidik menangkap Ariston Sasoeng selaku Ketua Pokja di Kabupaten Talaud.
Dari tangannya, penyidik menyita uang senilai Rp50 juta yang juga diduga merupakan fee proyek. Tim kemudian bergerak ke Kantor Bupati Talaud.
Sekitar pukul 11.35 WITA, Selasa (30/4/2019) penyidik menangkap Bupati Sri Wahyumi. Ia langsung diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan awal.
Atas perbuatannya, Sri Wahyuni dan Benhur Lalenoh dijerat dengan pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Sedangkan, sebagai pihak yang diduga pemberi, Bernard Hanafi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali