tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang untuk menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan di Kementerian Agama (Kemenag) 2023-2024.
Plt Direktur Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan, peluang itu terbuka karena uang hasil dugaan korupsi ini, diduga telah beralih dan digunakan untuk hal-hal lainnya, seperti pembelian aset.
"Kemudian, ini karena pengumpul itu informasinya-informasinya, sudah dialihkan dan lain-lainnya tentu. Kalau kita temukan nanti bahwa uang hasil tindakan korupsi itu sudah dialihkan, bentuknya sudah dibelikan terhadap mungkin kendaraan, properti lainnya. Kita akan TPPU-kan," kata Asep saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (25/9/2025).
Asep mengatakan, penerapan pasal TPPU, akan dilakukan jika telah ditemukan kecukupan bukti. Pasalnya, hingga saat ini, KPK belum menetapkan tersangka pada kasus utamanya.
Meski begitu, Asep mengatakan, pihaknya masih terus melakukan pendalaman terhadap aliran uang dalam perkara ini. Penyidik tengah gencar melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah travel haji yang diduga mengetahui soal kasus yang diduga telah merugikan negara hingga Rp1 triliun ini. Terlebih, KPK menduga, terdapat juru simpan uang hasil korupsi dalam perkara ini. Juru simpan tersebut, ada di berbagai tingkat mulai dari travel haji, asosiasi haji, hingga pihak Kemenag.
Saat ini, KPK masih menggunakan Sprindik umum dalam kuota haji ini. Sprindik umum tersebut, menggunakan Pasal 2 Ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Artinya, ada kerugian negara yang terjadi akibat praktik korupsi ini.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebut, terjadi jual beli kuota haji khusus ini, karena adanya diskresi pembagian kuota haji oleh pihak Kemenag atas kuota haji tambahan 2024 sebanyak 20.000 kuota.
Mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas melalui Kepmen Agama RI Nomor 130 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan 2024, menyatakan bahwa sebanyak 20.000 kuota, dibagikan 10.000 untuk reguler dan 10.000 untuk khusus atau 50 persen untuk reguler dan 50 persen untuk khusus.Padahal berdasarkan Pasal 64 ayat 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh, kuota tersebut, seharusnya dibagikan 92 persen untuk kuota reguler dan 8 persen untuk kuota haji khusus.
Dengan begitu, terjadi pergeseran kuota haji reguler ke haji khusus atas pembagian kuota tersebut. Padahal, pemerintah Arab Saudi, memberikan kuota tambahan kepada Indonesia untuk memangkas waktu antrean calon jemaah.
KPK menduga, ada lobi dari pihak asosiasi haji kepada pihak Kemenag atas pembagian kuota haji. Terlebih, ditemukan pula dugaan pemberian uang kepada pihak Kemenag dari pihak travel haji atas pembagian kuota haji tambahan tersebut.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id


































