tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kerap mendapat keluhan dampak lingkungan dari masyarakat yang hidup di daerah sekitar lokasi tambang. Sebab, tambang tersebut berdampak pada mata pencaharian masyarakat setempat.
Menurut Kepala Satuan Tugas (Satgas) Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria, mengatakan biasanya masyarakat yang hidup daerah kaya akan tambang mayoritas hidup miskin. Mereka juga terpapar merkuri dan sianida yang berbahaya bagi kehidupan.
"Dampak lingkungan, nah ini yang sering sekali keluhan dari masyarakat khususnya. Biasanya daerah-daerah yang kaya tambang justru penduduknya paling miskin. Ya, kenapa? Karena biasanya mereka hidupnya dari petani atau dia nelayan, ya. Dengan adanya tambang, pasti, kan, ada dampak lingkungan, tanahnya diambil, warna laut berubah, belum lagi mungkin ada sianida, merkuri dan lain-lain ya," kata Dian, dalam keterangannya yang dikutip Rabu (22/10/2025).
Dian juga mengatakan para pekerja tambang biasanya berasal dari luar kota bahkan luar negeri. Dia mencontohkan Halmahera Tengah, Maluku Utara, dan Morosi, Sulawesi Tenggara, wilayah yang ramai industri pertambangan namun masyarakatnya hidup miskin.
"Yang paling miskin itu ada di Weda, Halmahera Tengah. Paling miskin itu ada di Morosi ya, Sultra. Padahal, situ pusat tambangnya ya. Orang bilang di Malut pertumbuhan dua digit, tapi uangnya di mana? Berputar enggak di sana? Ya, kalau kita ke Ternate masih ada itu ya, orang ngais-ngais sampah untuk cari makanan. Silakan lihat di Ternate, susah cari makan ya, apalagi kita bicara di Halmahera," ucap Dian.
Dian menyinggung soal pertambangan ilegal yang biasanya hanya dicabut izin operasinya. Namun, tidak diwajibkan untuk melakukan rehabilitasi lingkungan.
"Ada cerita tambang pulau kecil di perbatasan di Pulau Nipah kalau saya tidak salah, itu melakukan tambang ilegal, habis tanpa izin, kemudian negara harus rehab lagi tuh pulau sampai habis Rp400 miliar atau Rp500 miliar. Karena itu pulau kalau tenggelam, itu batas negara, itu pulau terluar. Sudahlah tidak berizin, negara enggak dapat apa-apa, malah keluar uang untuk merehab pulau tersebut. Kejadian di Pulau Nipah di Kepri ya," katanya.
Dian menyebut pendapatan negara menghilang karena para penambang tidak taat membayar pajak. Bahkan, kata Dian, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengeluh soal banyaknya aturan-aturan yang menggerus penerimaan pajak.
"Hilangnya pendapatan negara ya. Ya karena tidak patuh, tidak bayar pajak, laporan tidak sesuai, bahkan saya sudah rapat sama DJP sebulan yang lalu, mereka juga pusing banyak, atau banyak ada aturan-aturan yang menggerus penerimaan pajak negara nanti ada aturannya saya sampaikan," pungkasnya.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama
Masuk tirto.id


































