Menuju konten utama

KPAI Beberkan Temuan Atas Kasus Penembakan di Semarang

KPAI membeberkan hasil temuan di lapangan mengenai penembakan murid SMK di Semarang yang dilakukan oleh Aipda Robig Zaenudin.

KPAI Beberkan Temuan Atas Kasus Penembakan di Semarang
Komisioner KPAI Diyah Puspitarini di Polres Tangsel, Selasa (20/2/2024). tirto.id/Ayu Mumpuni

tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) membeberkan hasil temuan di lapangan mengenai penembakan murid SMK di Semarang yang dilakukan oleh Aipda Robig Zaenudin. Dalam kasus ini, terdapat tiga korban tembak, di mana G meninggal dunia, sedangkan A dan S mengalami luka berat.

Komisioner KPAI, Diyah Puspitarini, menerangkan pihaknya telah melakukan pengawasan dengan menemui pihak Polres Semarang, UPTD PPA setempat, pihak sekolah, keluarga dan korban, Propam Polda Jawa Tengah, Dinas Pendidikan setempat, serta tiga anak berhadapan hukum.

"Temuan kami, adanya pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak, yakni anak korban kekerasan fisik psikis dengan korban berjumlah 3 orang yang terkena peluru senapan," kata Diyah dalam keterangannya kepada reporter Tirto, Selasa (3/12/2024).

Diyah menjelaskan, pelanggaran itu dikarenakan fakta yang didapat di lapangan menunjukkan adanya penembakan dari jarak dekat, kurang dari 1 km. Bahkan, Aipda Robig Zaenudin, tidak memberikan peringatan terlebih dahulu, tetapi langsung menembak ke arah para korban.

"Ditambah dengan penembakan dilakukan ketika posisi anak-anak berbalik arah untuk pulang dan dalam jarak yang dekat. Maka dalam hal ini adanya pelanggaran terhadap kode etik. Penembakan dilakukan dalam jarak yang dekat kurang dari 1 km," ungkap Diyah.

Menurut Diyah, dalam kasus ini memang para remaja tersebut melakukan kejar-kejaran motor untuk tawuran. Kendati demikian, para korban balik arah pulang, sebelum melakukan aksi bentrokan dengan kelompok lain.

"Tidak ada penyerangan yang dilakukan oleh kelompok geng kepada terduga pelaku," tutur Diyah.

KPAI menilai, kata Diyah, terhadap tiga anak berhadapan hukum yang telah ditetapkan juga tidak tepat lantaran peristiwa penyerangan belum terjadi. Dalam penetapan status anak berhadapan hukum bahkan KPAI maupun UPTD PPA tidak dilibatkan oleh penyidik Polres Semarang.

Ditambahkan Diyah, tidak ada kelompok terstruktur dari anak-anak tersebut yang bisa disebut sebagai gengster sebagaimana pernyataan kepolisian. Sebab, beberapa dari mereka memang saling mengenal dan ada yang bersaudara, namun terdapat juga sebagian mengenai dari Instagram maupun di warkop.

"Kelompok geng sangat natural dan tidak terstruktur sebelumnya, begitu juga rencana untuk bertemu antar kelompok sangat cepat. Hal ini dibuktikan dengan antara satu dengan yang lain di kelompok Tanggul Pojok ada yang tidak kenal. Jadi tidak tepat dengan istilah gengster yang disematkan, karena mereka semua baru satu kali bertemu," ujar Diyah.

Baca juga artikel terkait PENEMBAKAN atau tulisan lainnya dari Ayu Mumpuni

tirto.id - Hukum
Reporter: Ayu Mumpuni
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Anggun P Situmorang