tirto.id - Dua belas penerbit di Yogyakarta yang tergabung dalam Konsorsium Penerbit Jogja (KPJ) resmi melaporkan perkara pembajakan buku yang diduga dilakukan oleh sejumlah pihak. Buku-buku bajakan itu telah disebar dan dijual secara terang-terangan di kios-kios buku di Shopping Center Yogyakarta.
Ke-12 penerbit yang dimaksud adalah CV Gava Media, Media Pressindo, Pustaka Pelajar, CV Pojok Cerpen, PT Gardamaya Cipta Sejahtera, PT Galang Media Utama, PT LkiS Pelangi Aksara, Penerbit Ombak, PT Bentang Pustaka, CV Kendi, CV Relasi Inti Media, dan CV Diva Press.
“Ini merusak ekosistem penerbitan buku dan merugikan dunia penerbitan. Ini harus dilawan dan dibawa ke muka hukum,” kata salah satu perwakilan KPJ Hisworo Banuarli melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto, Minggu (25/8/2019).
Pria yang kerap disapa Hinu OS ini memimpin rekan-rekannya di penerbitan untuk memiliki keyakinan yang sama bahwa pembajakan buku ini harus dilawan.
Untuk itulah, Hinu OS yang didampingi sejumlah pengacara dari Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Yogyakarta melalui Pusat Bantuan Hukum (PBH) IKADIN Yogyakarta mendatangi Polda DIY dan memberikan laporan rinci soal kasus pembajakan buku.
Atas laporan itulah, pihak Polda mengeluarkan surat No. LP/0634/VIII/2019/DIY/SPKT yang isinya menerima laporan pihak KPJ yang diwakili Hisworo Banuarli yang dalam laporannya menyertakan sejumlah judul buku yang dibajak.
Pelaporan bertanggal 21 Agustus 2019 itu merupakan upaya penerbit-penerbit di Yogyakarta dalam menyikapi pembajakan buku yang makin masif dan terbuka. Bahkan, buku belum resmi beredar di toko buku, bajakannya sudah muncul terlebih dahulu di kios-kios buku.
Akibat pembajakan ini, penerbit yang mengolah naskah hingga terbit sebagai buku kehilangan pendapatannya.
“Buku itu sebelum terbit melewati proses yang panjang. Di sana ada editor, desainer isi dan sampul, pembaca ahli, dan seterusnya. Penerbit mengeluarkan dana besar untuk pembiayaan-pembiayaan itu. Pembajakan membuat penerbit limbung,” lanjut Hinu.
Bukan hanya penerbit yang dirugikan, penulis pun kehilangan pendapatannya berupa royalti dari proses industri perbukuan.
“Menulis buku itu berat. Jika kau pegawai negeri, gaji bulananmu masih bisa menopang kehidupanmu dan kehidupan keluargamu. Namun, jika kamu hanya mengharapkan royalti buku untuk kehidupan finansialmu, hidupmu pasti akan sialan,” kata salah seorang penulis Muhidin M Dahlan.
Muhidin mengatakan hampir semua buku yang ditulisnya dibajak dan diperjualbelikan secara terbuka di Shopping Center Yogyakarta.
“Lebih banyak buku bajakan yang beredar ketimbang yang dikeluarkan oleh penerbit resminya,” jelasnya.
Hampir semua buku dari penulis yang banyak diminati pembaca telah dibajak dan dijual secara terbuka. Ia menyebut sejumlah buku dari penulis seperti Pramoedya Ananta Toer, Eka Kurniawan, Seno Gumira Ajidarma, dan Puthut EA semuanya telah dibajak.
Tidak hanya itu, sejumlah penulis lain seperti Dewi Lestari, Andrea Hirata, Tere Liye, Agus Noor, Edi AH Iyubenu, Fiersa Besari, Joko Pinurbo hingga Kedung Romansa semuanya telah dibajak dan diperjualbelikan dengan murah.
"Harga [buku bajakan] yang di satu sisi membikin bungah hati pembeli, namun bisa bikin juragan buku bajakan bisa umrah berkali-kali dan setiap catur wulan ganti mobil," katanya.
Dari pujangga Pramoedya Ananta Toer hingga Eka Kurniawan; dari Seno Gumira Ajidarma hingga Puthut EA; dari Dewi Lestari, Andrea Hirata, Tere Liye, hingga Agus Noor; dari Edi AH Iyubenu, hingga Fiersa Besari; dari Joko Pinurbo hingga Kedung Romansa," tulis Muhidin.
Sementara itu, IKADIN Yogyakarta yang dipimpin Ariyanto melalui PBH IKADIN Yogyakarta, mendukung penuh apa yang dilakukan 12 penerbit yang tergabung dalam KPJ ini.
Ariyanto mengatakan ada dugaan tindak pidana kekayaan intelektual hak cipta berupa pembajakan buku berlisensi yang telah menimpa sejumlah penerbit khususnya di Yogya.
“Ini merupakan wujud komitmen IKADIN Yogyakarta dalam penegakan hukum dalam rangka membangun suasana akademis di Yogyakarta yang fair, bermartabat dan bermoral, mengingat Yogyakarta merupakan kota pelajar dimana para cendekiawan lahir,” kata Ariyanto.
Editor: Maya Saputri