Menuju konten utama

Komnas Perempuan Desak Pemerintah Hentikan Penggusuran Mandalika

Komnas Perempuan menilai penggusuran yang dilakukan pada warga Mandalika berpotensi melanggar perlindungan hak-hak warga, terutama perempuan dan anak.

Komnas Perempuan Desak Pemerintah Hentikan Penggusuran Mandalika
Ilustrasi - Ratusan personel Polda NTB mengikuti apel persiapan pengamanan penggusuran di pantai Kuta, KEK Mandalika, NTB, Kamis (15/2). Antaranews NTB/Istimewa

tirto.id - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendesak pemerintah pusat dan daerah menghentikan penggusuran paksa warung-warung milik warga di Tanjung Aan, Mandalika, Lombok Tengah, yang dimulai hari ini (15/7/2025).

Komnas Perempuan menilai penggusuran yang dilakukan berpotensi melanggar keselamatan dan perlindungan hak-hal warga terutama perempuan dan anak.

“Komnas Perempuan menyerukan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk segera menghentikan rencana penggusuran yang dijadwalkan pada 15 Juli 2025, serta menjamin keselamatan dan perlindungan hak-hak dasar warga, khususnya perempuan dan anak,” ujar Komisioner Komnas Perempuan, Dahlia Madanih, dalam keterangan tertulis dikutip Senin (15/7/2025).

Menurut Dahlia, pemerintah perlu membangun ruang dialog dan partisipasi warga, termasuk bagi perempuan yang sebagian besar merupakan pemilik warung-warung kecil di area tersebut.

Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan, Sundari Waris, mengatakan, konsep awal pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika ditujukan untuk pembangunan yang berwawasan lingkungan dan bertujuan meningkatkan perekonomian daerah. Program ini, kata dia, juga diharapkan mendorong pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat lokal.

Akan tetapi, tujuan tersebut tak selaras dengan pengaduan yang diterima Komnas Perempuan sepanjang Mei hingga Juni 2025. Sundari menjelaskan bahwa Komnas Perempuan mencatat tujuh temuan yang berdampak serius terhadap warga.

Temuan-temuan tersebut antara lain tidak terpenuhinya komitmen awal PT Indonesia Tourism Development Corporation (PT ITDC) kepada warga; menyempitnya ruang hidup dan berkurangnya sumber penghidupan masyarakat; kerusakan lingkungan yang mengganggu ekosistem; tidak memadainya akses terhadap layanan dasar; serta ketimpangan posisi warga sebagai subjek hukum dalam menghadapi dokumen-dokumen hukum yang tidak disertai penjelasan memadai maupun upaya penguatan pemberdayaan.

Atas hal ini, Komnas Perempuan menilai bahwa kementerian dan lembaga terkait perlu memastikan bahwa proses uji cermat tuntas (due diligence) dilakukan secara menyeluruh sebelum memulai program pembangunan.

Uji cermat tuntas ini, kata Dahlia, merupakan bentuk pertanggungjawaban negara dalam meminimalisir dampak buruk dari suatu proyek pembangunan serta memastikan terpenuhinya hak-hak masyarakat yang terdampak, khususnya kelompok rentan.

Dahlia Madanih juga mengingatkan bahwa praktik penggusuran paksa yang tidak mematuhi prinsip kehati-hatian, akuntabilitas, partisipasi, dan perlindungan terhadap kelompok rentan, bertentangan dengan Konstitusi Indonesia dan berbagai instrumen hak asasi manusia internasional yang telah diratifikasi oleh negara.

“Termasuk Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW), International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR), dan United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan HAM),” tutupnya.

Berdasarkan catatan Komnas Perempuan, pada 11 Juli 2025, warga menerima Surat Peringatan (SP) ke-3 yang disampaikan oleh Vanguard, perusahaan pengamanan swasta, bersama aparat dari Badan Keamanan Desa (BKD) dan kepolisian setempat. Surat tersebut menyebutkan bahwa warga hanya diberikan waktu tiga hari, hingga 15 Juli 2025, untuk membongkar sendiri warung mereka sebelum dilakukan pembongkaran paksa oleh petugas.

Baca juga artikel terkait PENGGUSURAN atau tulisan lainnya dari Rahma Dwi Safitri

tirto.id - Flash News
Reporter: Rahma Dwi Safitri
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Andrian Pratama Taher