Menuju konten utama

Koalisi Sipil Ragu Tim Reformasi Polri Atasi Masalah Sistemik

Menurut Ketua YLBHI, Muhamad Isnur, wacana pembentukan tim ini apakah sekadar gimik atau kesadaran yang mendalam dan serius akan problematika kepolisian.

Koalisi Sipil Ragu Tim Reformasi Polri Atasi Masalah Sistemik
Ketua Umum YLBHI, Muhamad Isnur (tengah berkemeja batik) bersama Koalisi Masyarakat untuk Pembaruan KUHAP melakukan konferensi pers usai bertemu Komisi III DPR RI di Komplek MPR/DPR RI, Selasa (8/4/2025). Tirto.id/M. Irfan Al Amin

tirto.id - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian menyoroti perlunya prinsip transparansi dan reformatif dalam pembentukan tim atau komisi reformasi kepolisian yang diwacanakan oleh Presiden Prabowo Subianto.

Wacana pembentukan tim ini mengemuka setelah Prabowo bertemu dengan tokoh lintas agama yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB) di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (11/9/2025).

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhamad Isnur, yang juga bagian dari koalisi sipil meragukan kinerja tim reformasi kepolisian bisa mengatasi persoalan laten, mulai dari aksi represif aparat saat merespons aksi massa hingga prosedur penahanan.

“Pertanyaannya, apakah itu sekadar gimik untuk menjawab kedatangan tokoh-tokoh GNB atau kesadaran yang mendalam dan serius akan problematika kepolisian,” kata Isnur dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Senin (15/9/2025).

“Bagi kami, presiden harus punya komitmen yang tegas. Apakah betul tim yang akan dibentuk presiden itu memiliki kewenangan yang efektif dan hasil kinerja itu tidak hanya laporan,” imbuhnya.

Isnur menambahkan, kajian atau rekomendasi yang dilaporkan tim ini harus mengikat dan serius dilaksanakan agar berdampak secara menyeluruh. Terlebih bisa berdampak pada dasar perubahan Undang-undang Kepolisian.

Selain itu, kata dia, Prabowo mesti menjamin bahwa yang terlibat dalam tim reformasi kepolisian adalah mereka yang progresif, bukan pihak yang tersandera konflik kepentingan.

“Kami jadi ragu kalau tim [berasal] dari internal kepolisian atau Kompolnas,” ujarnya.

Menurut Isnur, Prabowo patut melibatkan unsur masyarakat atau di luar kepolisian seperti akademisi yang kritis dan memiliki rekam jejak kerja-kerja reformasi kepolisian.

“Yang kami desak adalah tim yang dibentuk ini mesti terdiri dari sosok-sosok yang independen, berintegritas, dan merupakan sosok yang representatif,” katanya.

Dalam kajian koalisi sipil, setidaknya ada sembilan masalah di kepolisian yang mendesak diselesaikan.

Pertama, kaburnya prinsip akuntabilitas, sistem pengawasan, dan independensi kepolisian. Kedua, sistem pendidikan yang menghasilkan budaya kekerasan-brutalitas, militeristik, dan koruptif. Ketiga, tata kelola organisasi yang tidak transparan dan akuntabel, yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip good governance.

Keempat, terlampau luasnya lingkup tugas dan fungsi Polri. Kelima, tidak relevannya instrumen Korps Brimob dalam institusi Polri yang menyerupai instrumen perang dari segi teknik, perlengkapan, dan taktik. Keenam, sistem operasi dan penggunaan kekuatan berlebihan dalam penanganan aksi massa sipil.

Ketujuh, buruknya komitmen terhadap penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM serta nilai-nilai demokrasi dalam negara hukum. Kedelapan, kultur tebang pilih, penelantaran perkara, dan perilaku koruptif. Kesembilan, keterlibatan kepolisian sebagai alat maupun aktor dalam ruang bisnis dan politik.

“Ini penting disorot, karena kami melihat dari zaman Megawati, SBY, Jokowi dan setahun Prabowo, yang muncul adalah kegagalan-kegagalan dalam perbaikan secara sistemik,” tutur Isnur.

Baca juga artikel terkait REFORMASI POLRI atau tulisan lainnya dari Rohman Wibowo

tirto.id - Flash News
Reporter: Rohman Wibowo
Penulis: Rohman Wibowo
Editor: Irfan Teguh Pribadi