tirto.id - Koalisi masyarakat sipil mendesak adanya pembentukan tim pencari fakta independen untuk mengusut keterlibatan militer dalam aksi demonstrasi akhir Agustus 2025 lalu. Terlebih, dalam aksi tersebut menyisakan duka atas meninggalnya 10 orang dan sejumlah permasalahan.
Ketua Dewan Nasiona Setara Institus, Hendardi, memahami bantahan Mabes TNI soal keterlibatan anggota TNI, khususnya anggota BAIS, dalam kerusuhan dan kekerasan yang terjadi. Bahkan, Wakil Panglima TNI menyatakan memang ada anggota TNI di lapangan yang ditugaskan untuk pengamanan, tapi bukan untuk melakukan provokasi kerusuhan dan pengrusakan.
Namun, menurut Hendardi, keterlibatan BAIS di lapangan bersama massa aksi, adalah tindakan yang salah dan keliru.
"Sebagai institusi intelijen militer, seharusnya BAIS bekerja untuk mendukung TNI sebagai alat pertahanan dalam rangka menjaga kedaulatan negara," ucap Hendardi dalam keterangan tertulis, Senin (8/9/2025).
Menurut dia, BAIS memiliki kapasitas sebagai intelijen tempur. Sehingga, bukan tugas BAIS untuk terlibat menangani aksi unjuk rasa atau sekedar ada di lapangan bersama massa demonstran.
"Oleh sebab itu, demi tegaknya supremasi sipil, kami mendesak agar otoritas sipil, dalam hal ini Presiden, segera menarik militer dari wilayah dan urusan sipil, dengan mengembalikan TNI dalam fungsi konstitusionalnya, alat pertahanan untuk menjaga kedaulatan negara," ungkap Hendardi.
Hendardi mengemukakan bukan tugas TNI mengurusi masalah keamanan dalam negeri, apalagi menangani aksi massa. Oleh karena itu, koalisi masyarakat mendesak pemerintah segera membentuk Tim Pencari Fakta independen untuk mengurai masalah ini secara terang benderang, guna memastikan akuntabilitas atas peristiwa yang terjadi.
Tim tersebut, kata dia, perlu melibatkan tokoh-tokoh masyarakat sipil yang independen, untuk memastikan kredibilitas laporan akhirnya. Kemudian, salah satu tugas tim adalah mengurai informasi tentang dugaan keterlibatan militer dalam rangkaian peristiwa, yang berujung pada terjadinya gejolak sosial dan kekerasan, juga fakta-fakta lainnya yang terkait.
"Hal ini penting untuk menjelaskan peristiwa yang terjadi sesungguhnya, sebagai bagian dari pemenuhan hak keadilan bagi korbannya," ujar dia.
Dia menambahkan, penting untuk dicermati peristiwa kekerasan yang terjadi baru-baru ini memiliki benang merah dengan peristiwa kekerasan di masa lalu, khususnya dari segi polanya. Oleh karena itu, pembentukan TGPF dipandang menjadi penting dilakukan untuk memastikan upaya negara dalam memberikan jaminan ketidakberulangan atas peristiwa kekerasan yang terjadi.
"Selain itu, kami memandang dinamika kekinian masih menyisakan sejumlah pertanyaan publik, khususnya terkait dengan adanya dugaan keterlibatan militer dalam gejolak sosial yang terjadi. Dalam beberapa dokumentasi foto dan video yang beredar, serta beberapa tayangan media digital (semisal Bocor Alus Politik Tempo dll) menyebutkan militer diduga terlibat dalam gejolak sosial yang diwarnai kekerasan dan pengrusakan," tutur dia.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Bayu Septianto
Masuk tirto.id


































