tirto.id - Panitia seleksi (Pansel) telah menyerahkan 10 nama calon pimpinan (Capim) dan 10 nama calon Dewan Pengawas (Dewas) KPK kepada Presiden Jokowi, Selasa (1/10/2024). Koalisi masyarakat sipil antikorupsi menilai nama-nama yang sudah diserahkan masih memiliki track record bermasalah.
Untuk diketahui, Koalisi ini terdiri dari Transparency International Indonesia (TII), Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), dan Indonesia Memanggil 57+ Institute.
“Memang melihat orang yang sekarang dipilih [oleh pansel], nyaris semua memiliki afiliasi dan memiliki atau pernah ada di suatu jabatan,” kata Pengajar hukum dari STH Indonesia Jentera, Asfinawati, dalam diskusi hibrida yang digelar Koalisi masyarakat sipil antikorupsi, di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (6/10/2024).
Asfinawati menuturkan, 10 nama capim KPK yang disetorkan pansel masih menerapkan logika keterwakilan dari unsur aparat penegak hukum. Kecuali, capim dari institusi kepolisian atau kejaksaan tersebut lolos dengan akuntabilitas dan kredibilitas terjamin. Sementara itu, Asfinawati, khawatir capim dari aparat penegak hukum justru melahirkan konflik kepentingan di tubuh KPK.
“KPK bisa mengambil alih perkara yang ada di kepolisian dan kejaksaan. Di UU, KPK justru muncul karena adanya penegakan hukum yang korup,” ucap Asfinawati.
Sementara itu, Asfinawati menuturkan kekhawatiran itu memang perlu diperhatikan. Pasalnya, bukan tidak mungkin ke depan ada kasus dugaan korupsi yang melibatkan institusi kepolisian atau kejaksaan. Dia menjelaskan jika kasus terjadi terjadi, potensi loyalitas ganda dari pimpinan dengan latar belakang penegak hukum, rawan terbentuk.
“Misalnya [polisi] duduk sebagai perwakilan [pimpinan KPK], maka tidak ada independensi. Karena UU Polri menyatakan polisi itu satu kesatuan dan tunduk pada Kapolri,” lanjut Asfinawati.
Lebih lanjut, Asfinawati melihat hampir semua nama-nama yang disetorkan pansel kepada Jokowi pernah memiliki jabatan di lembaga/komisi pemerintahan. Dia menilai pansel bertindak bias dengan cenderung memilih orang-orang yang punya pengalaman sebagai birokrat.
“Harusnya yang fresh dan baru sekali yah [capim KPK] belum kenal birokratisasi. Bukan orang yang tau dan bahkan memaklumi tindakan korupsi,” ungkap Asfinawati.
Nama-nama Bermasalah
Dalam surat pengumuman Nomor 85/Pansel-KPK/10/2024 tercantum, 10 nama capim KPK yang disetorkan ke Jokowi adalah Agus Joko Pramono, Ahmad Alamsyah Saragih, Djoko Poerwanto, Fitroh Rohcahyanto, dan Ibnu Basuki Widodo.
Selain itu, Ida Budhiati, Johanis Tanak, Michael Rolandi Cesnanta Brata, Poengky Indarti, dan, Setyo Budiyanto.
Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola, menyampaikan, Pansel masih kurang dalan menggali latar belakang 10 nama Capim KPK. Koalisi, menilai nama-nama yang dihimpun pansel belum layak memimpin lembaga antirasuah.
“Jelas ada problem soal kapasitas dsn integritas sejak awal seleksi. Tidak adanya standar uji yang dilakukan pansel dalam seleksi,” kata Alvin saat ditemui di lokasi diskusi.
Lebih lanjut, dia menduga pansel memberikan bobot penilaian berbeda terhadap capim dan cadewas KPK yang berlatar belakang penegak hukum. Padahal, sejumlah nama yang lolos jelas-jelas memiliki catatan etik dan integritas dalam pemberantasan korupsi.
Misalnya Johanis Tanak, yang masih diloloskan meski pernah berurusan dengan Dewas KPK. Tanak merupakan Wakil Ketua KPK periode saat ini. Pada 2023, Tanak dilaporkan ke Dewas KPK karena telah menjalin komunikasi dengan pihak yang berperkara di KPK, yakni Pelaksana Harian Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Idris Froyote Sihite.
Namun, Dewas KPK menyatakan Tanak tak terbukti melanggar kode etik. Namun salah satu Dewas KPK, Albertina Ho, menyatakan pandangan berbeda (dissenting) dan hakulyakin Tanak melanggar etik sebab tidak memberitahukan unsur pimpinan lainnya telah berkomunikasi pihak berperkara.
Selain itu, ada nama Djoko Poerwanto yang merupakan Kapolda Kalimantan Tengah saat ini. Pada 2020, laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) miliknya tercatat sebesar Rp4,1 miliar. Namun turun menjadi Rp926 juta pada 2023.
Djoko juga pernah merilis maklumat larangan demonstrasi di muka umum pada Mei 2022 dengan Nomor Mak/2/V/2022. Hal ini dilakukan Djoko saat masih menjabat Kapolda Nusa Tenggara Barat.
Menurut Alvin Nicola, ekosistem antikorupsi di negeri ini sudah begitu penuh dengan polutan. Jika pemerintah berniat baik, seharusnya mampu memilih figur-figur orang yang berkomitmen membersihkan kekeruhan persoalan ini.
"Ada catatan inkonsistensi, calon yang punya catatan harta fluktuatif itu tidak diuji [oleh pansel]. Peserta diloloskan saja meski LHKPN-nya tidak wajar,” tegas Alvin.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Intan Umbari Prihatin