Menuju konten utama

Klaim Asuransi Kesehatan Naik Seiring Lonjakan Inflasi Medis

Klaim asuransi kesehatan pada triwulan I 2024 meningkat 9,3 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.

Klaim Asuransi Kesehatan Naik Seiring Lonjakan Inflasi Medis
Ilustrasi asuransi jiwa. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatat, klaim asuransi kesehatan pada triwulan I 2024 meningkat 9,3 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Sebaliknya, rasio klaim atau pembayaran klaim dibandingkan premi yang diterima mencapai 51 persen.

Direktur Eksekutif AAUI, Bern Dwiyanto, menilai tingginya klaim asuransi terjadi karena adanya kecenderungan kelebihan utilisasi (over utilization) pemberian layanan kesehatan dari rumah sakit atau fasilitas kesehatan. Selain itu, klaim asuransi kesehatan tinggi juga berbanding lurus dengan lonjakan inflasi medis.

“Baik dari sisi pemberian layanan medis maupun dari aspek pemberian obat-obatan,” katanya, saat dihubungi Tirto, Rabu (17/7/2024).

Perlu diketahui, dalam laporan Health Trends 2024, lembaga riset Mercer Marsh Benefits (MMB) memproyeksikan, biaya kesehatan akan meningkat hingga 11,6 persen di tingkat global dan 11,4 persen di benua Asia. Sedangkan di Indonesia, biaya kesehatan juga diramal bakal melonjak hingga 13 persen, lebih tinggi dari biaya kesehatan dunia dan benua Asia.

Sementara berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, inflasi kesehatan Juni 2024 sebesar 1,9 persen secara tahunan (year on year/yoy). Angka ini lebih lambat dari bulan sebelumnya, yang mencapai 2,1 persen (yoy).

"Untuk asuransi kesehatan kita sedang berbenah diri, karena tidak bisa dipungkiri bahwa kontribusi klaimnya cukup tinggi. Salah satunya selain asuransi kredit,” imbuh Bern.

Apalagi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator terus mendorong industri asuransi untuk mendongkrak pertumbuhan industri asuransi kesehatan. Karenanya, AAUI akan turut mendukung langkah OJK untuk mengatasi tingginya klaim asuransi kesehatan akibat inflasi kesehatan.

“Di mana kita ketahui, OJK di awal tahun ini telah bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan untuk mengatasi masalah ini. Kerja sama tersebut untuk membuat perbaikan pada ekosistem kesehatan pastinya,” jelas Bern.

Meski begitu, pemerintah seharusnya terlebih dulu memiliki standarisasi terkait biaya jasa dokter hingga harga obat. Sebab, standarisasi akan membuat klaim lebih baik dan transparan.

"Langkah berikutnya adalah juga dengan memanfaatkan teknologi digital untuk mempercepat proses dan memastikan kualitas data dalam jumlah yang memadai," tambahnya.

Dari sisi industri, lanjut Bern, ke depannya akan didorong untuk melakukan sosialisasi kesehatan kepada masyarakat, sehingga awareness hidup sehat dapat meningkat dan dalam jangka panjang dapat memberi efisiensi pada pemanfaatan biaya kesehatan. Pada saat yang sama, cara-cara baru dalam memberikan layanan kesehatan, termasuk dengan memanfaatkan teknologi digital akan terus ditingkatkan.

"Kerja sama akan berlanjut dengan TPA (third party administrator/pihak ketiga) nya, kemudian rumah sakit, dokter dan pemangku kepentingan. Asuransi kesehatan ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga keberadaannya maupun ke depannya masih akan dapat tumbuh selama dapat dikelola dengan baik," ucap Bern.

Dihibungi terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Erwin Noekman menilai, untuk menjaga industri asuransi kesehatan, baik pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maupun industri harus berupaya untuk menjaga ekosistem yang ada. Dalam hal ini, ekosistem tidak hanya terbatas pada pemegang polis saja, melainkan juga rumah sakit, dokter dan TPA lainnya.

"Kalau bicara syariah, ada rumah sakit Islam, atau yang sudah terverifikasi halal semua alat medisnya," kata Erwin, kepada Tirto.

Dengan tingginya klaim, membuat pelaku industri asuransi syariah semakin tidak tertarik untuk terjun ke sektor kesehatan. Padahal, dengan kecilnya porsi pemain di sektor asuransi kesehatan, semakin besar peluang yang bisa didapat oleh pelaku industri.

Oleh karenanya, Erwin mendorong agar Otoritas dapat menjembatani kerja sama antara industri asuransi baik konvensional atau syariah dengan Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan.

"Kalau nanti ke depan ada kerja sama dengan Kementerian Kesehatan lalu dengan BPJS (Kesehatan), ini bisa jadi suatu peluang baru," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait ASURANSI atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Flash news
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang