tirto.id - Ahli militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi meminta agar tersangka kasus makar Kivlan Zen dan tim kuasa hukum tidak 'jemawa', karena mendapat bantuan hukum dari TNI di sidang praperadilan.
Menurut dia, dengan bantuan TNI, kubu Kivlan bisa 'besar kepala', sehingga yakin memenangkan gugatan sidang praperadilan.
"Saya berharap semua pihak, termasuk para penasihat hukum Kivlan Zen, harus meletakkan fasilitas bantuan hukum ini secara proporsional. Mendapat pendampingan kan memang hak Pak Kivlan, tapi saya kira tak perlu direspons berlebihan. Termasuk juga berandai-andai bahwa bantuan itu adalah semacam 'beking-bekingan' untuk pembebasan beliau," kata Fahmi kepada Tirto, Senin (22/7/2019).
Fahmi menilai, pemberian bantuan hukum kepada Kivlan bukan hal yang melanggar aturan. Sebab, ada keputusan Panglima TNI yang mengatur pemberian bantuan dari TNI kepada purnawirawan.
Hal tersebut diatur dalam Keputusan Panglima TNI nomor Kep/1447/XII/2018 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Hukum Pidana.
Menurut dia, penggunaan bantuan dikembalikan kepada masing-masing pihak, tetapi dalam kasus Kivlan ada pesan lain yang ingin disampaikan dalam proses hukum.
"Dalam konteks Kivlan, harus diakui bahwa tampaknya ada kesan yang ingin dimunculkan bahwa Mabes TNI mendukung dan mem-backup beliau," ujar Fahmi.
Fahmi mengingatkan ada citra intervensi hukum yang sedang dibangun demi pembebasan Kivlan. Ia ingin agar perkara hukum tetap berjalan tanpa ada pandangan intervensi TNI.
"Mestinya tidak diarahkan untuk intervensi. Saya berharap, jika pun Pak Kivlan dibebaskan dari tuduhan, itu bukan karena intervensi melainkan karena memang tuduhannya prematur atau tak berdasar," kata Fahmi.
Fahmi juga mengingatkan, citra intervensi bisa berbahaya buat TNI. Sebab, citra TNI bisa dikategorikan sebagai warga istimewa jika citra intervensi tersebut yang melekat.
Apalagi, lanjut dia, status Kivlan sudah tergolong buruk dalam proses hukum. Hal itu bisa merusak citra TNI dan instansi lain.
"Karena Kivlan kan sudah terlanjur dituduh dan ditahan. Konyol dan menambah preseden buruk jika tak dituntaskan atau menggunakan penyelesaian di luar hukum. Buruk bagi Polri, TNI, pemerintah dan Kivlan sendiri," kata Fahmi.
Keputusan TNI mengirimkan perwiranya jadi kuasa hukum disampaikan pengcara Kivlan Zen, Tonin Tachta. Ada 13 perwira TNI aktif mulai pangkat mayor hingga mayor jenderal terlibat sebagai kuasa hukum tambahan bagi Kivlan Zen dalam sidang praperadilan status tersangkanya di PN Jaksel.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali