Menuju konten utama
Sidang Kasus Makar

Ketua KNPB Mimika Papua Stefanus Itlay Divonis 11 Bulan Bui

Stefanus Itlay terdakwa makar menerima vonis 11 bulan penjara karena menentang rasisme di Papua.

Ketua KNPB Mimika Papua Stefanus Itlay Divonis 11 Bulan Bui
Aksi solidaritas menuntut pembebasan tahanan politik Papua di Yogyakarta, Senin (15/6/2020). (Twitter/@friwp)

tirto.id - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan memvonis terdakwa makar Stefanus Itlay 11 bulan penjara karena secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana makar secara bersama-sama.

Persidangan dipimpin oleh Hakim Ketua S. Pujiono, hakim anggota Agnes Hari Nugraheni dan Arif Wisaksono.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 11 bulan," ujar hakim dalam persidangan secara daraing di PN Balikpapan, Rabu (17/6/2020).

Itlay ditangkap pada 11 September 2019 karena berdemonstrasi menentang rasisme pada Agustus 2019 di Papua. Dia adalah ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Mimika. KNPB adalah organisasi masyarakat Papua yang pro-refendrum Papua.

"Menetapkan lamanya terdakwa berada dalam tahanan dikurangkan seluruhnya dari lamanya pidana yang dijatuhkan dan menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan," ujar hakim.

Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan 15 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum. Itlay juga diwajibkan membayar biaya perkara sebesar Rp5 ribu.

Itlay dipidana bersamaan dengan Irwanus, Buchtar Tabuni, Agus Kossay, Hengky Hilapok, Alexander Gobay, dan Feri Kombo. Dalam agenda pembacaan tuntutan, mereka dituntut hukuman penjara dengan durasi beragam.

Rasisme di Indonesia terlihat lewat putusan-putusan pengadilan, kata Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua Theo Hesegem kepada reporter Tirto, Minggu (7/6/2020).

"Pelaku rasisme dituntut minim, tapi pemrotes rasisme dituntut belasan tahun," tambahnya.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua Emanuel Gobay mengatakan ini adalah bentuk "ketidakadilan dan diskriminasi dari aparat penegak hukum."

Dan itu, katanya, "melanggar surat edaran Jaksa Agung tentang pedoman penyusunan tuntutan yang menyebutkan jangan ada disparitas tuntutan."

Baca juga artikel terkait TAPOL PAPUA atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali