tirto.id - Sial betul tim renang Indonesia pada Senin (12/08/2019). Usai berlaga pada kejuaraan Hong Kong terbuka, tim yang membawa 47 orang itu tak bisa langsung pulang ke Tanah Air karena terjebak di Bandara Internasional Hong Kong.
“Tim renang PON DKI Jakarta dan PPLM harus menginap di Bandara Hong Kong setelah jadwal pesawat mengalami penundaan akibat unjuk rasa,” sebut Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PRSI) dalam media sosialnya.
Ya. Bandara Internasional Hong Kong akhirnya lumpuh juga pada Senin (12/08/2019) setelah diserbu ribuan pendemo. Untuk diketahui, aksi unjuk rasa ini merupakan lanjutan dari demo besar-besaran di Hong Kong yang sudah berlangsung sejak sembilan pekan yang lalu.
Kekecewaan juga dirasakan oleh penumpang pesawat lainnya. Pelancong asal Afrika Selatan Kerry Dickinson bahkan kapok untuk berkunjung lagi ke Hong Kong setelah terjebak lama di bandara.
“Saya sudah mencoba keluar dari sini untuk ketiga kalinya. Ini berat, apalagi ketika barang bawaan berada di satu sisi, sementara kamu sendiri di sisi lainnya. Ini benar-benar tidak lucu,” katanya dilansir dari Aljazeera.
Pelancong lainnya, Kristina Kralikova justru menyalahkan maskapai penerbangan. Ia menilai maskapai gagal memberikan informasi yang akurat kepada penumpang, apakah penerbangan ditunda atau batal.
“Jadwal penerbangan saya itu setelah tengah malam. Namun informasi yang saya dapatkan, sepertinya tetap terbang. Tapi setelah saya datang ke bandara, ternyata batal. Dan saya sudah menunggu hingga tujuh jam,” jelasnya.
Saat Bandara Hong Kong lumpuh pada Senin (12/08/2019), sekitar 200 penerbangan terpaksa batal. Bandara ini merupakan salah satu bandara tersibuk di dunia. Tahun lalu, Bandara Hong Kong melayani sebanyak 74 juta penumpang, atau sekitar 1.100 penumpang/hari.
Sektor Pariwisata Terganggu
Aktivitas bandara yang lumpuh jelas bukan berita bagus bagi Hong Kong. Pasalnya, bandara memiliki peran sentral bagi perekonomian Hong Kong. Apalagi, Hong Kong merupakan hub atau pusat bagi para pelancong bisnis internasional.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Hong Kong menjadi rumah untuk tujuh perusahaan multinasioal yang terdaftar di Fortune Global 500 Companies, di antaranya Lenovo Grup Ltd dan CK Hutchison Holdings Ltd.
Kontribusi bandara terhadap perekonomian Hong Kong juga tidak perlu diragukan. Menurut Sekretaris Transportasi dan Rumah Hong Kong Frank Chan, bandara menyumbang sekitar lima persen dari PDB Hong Kong yang sebesar USD363 miliar, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ini juga sejalan dengan penelitian William Chow berjudul "Airport and Economic Growth of Hong Kong" (PDF) pada 2015. Dalam penelitiannya, ia menemukan bahwa pengembangan bandara memiliki korelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi Hong Kong.
Tak heran jika Bandara Hong Kong terus dikembangkan. Baru-baru ini, pemerintah Hong Kong juga berencana mengucurkan dana hingga 141,5 miliar dolar Hong Kong atau setara 18 miliar dolar AS untuk pengembangan bandara.
Dilansir dari South China Morning Post, kucuran dana itu nantinya akan digunakan untuk menambah landas pacu baru, lahan reklamasi, tempat parkir pesawat, terminal baru, sistem bagasi, Skybridge dan lain sebagainya.
Sektor usaha Hong Kong yang bergantung dengan kehadiran bandara di antaranya adalah sektor pariwisata. Akibat demo besar-besaran hingga lumpuhnya bandara, membuat industri pariwisata Hong Kong terganggu.
Pemerintah Hong Kong mengklaim jumlah kunjungan menurun pada Juli, dan turun drastis sepanjang dua pekan terakhir ini. Kebanyakan pelancong saat ini lebih memilih untuk datang melalui bandara terdekat.
“Ini bencana bagi Hong Kong, dan akan menelan biaya kerugian hingga miliaran dolar,” tutur Geoffrey Thomas, Editor in Chief dan Managing Director of AirlineRatings.com dilansir dari CNN.
Belum lagi, sejumlah negara mulai mengeluarkan travel warning bagi warganya yang ingin ke Hong Kong, tidak terkecuali Indonesia. Kondisi ini jelas membuat industri pariwisata kian terpuruk.
Padahal, sektor pariwisata merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Hong Kong. Dalam catatan Knoema, kontribusi pariwisata terhadap PDB Hong Kong sudah mencapai 17,4 persen pada 2018.
Kontribusi sektor pariwisata dalam menciptakan lapangan kerja juga tidak kecil. Pada 2017, industri pariwisata menciptakan sedikitnya 327.967 pekerjaan atau sekitar 8,6 persen dari total pekerja di Hong Kong.
Booming industri pariwisata bahkan membuat standar hidup warga Hong Kong meningkat, sebagaimana disebutkan penelitian berjudul "Growth of Tourism Industry in Hong Kong" yang ditulis Kriti Mahajan dan Prachi Sharma, akademisi dari Christ University di Bangalore, India.
Oleh karena itu, terganggunya pintu masuk utama para pelancong menjadi kabar buruk bagi industri pariwisata Hong Kong. Bahkan, kabar itu juga menjadi sentimen negatif bagi pasar modal Hong Kong.
Saat bandara diserbu ribuan demonstran pada 9 Agustus, pergerakan saham Hang Seng Index terus menurun hingga saat ini. Per 13 Agustus, Hang Seng Index sudah turun ke level 25.281 dari per 9 Agustus di level 25.939,.
Maskapai pembawa bendera Hong Kong, Cathay Pasific juga ikut terkena imbas. Jumlah penumpang yang diangkut Cathay menurun drastis. Sahamnya pun rontok dari 10,30 dolar (9 Agustus) ke 9,5 dolar Hong Kong (13 Agustus), terendah dalam 10 tahun.
Meski industri pariwisata paling terpengaruh, toh pada dasarnya unjuk rasa besar-besaran di Hong Kong hingga lumpuhnya pelayanan bandara juga diyakini turut memengaruhi sektor usaha lainnya.
"Ini sangat memengaruhi bisnis. Pada dasarnya semua bisnis," kata Allan Zeman, Presiden Direktur Lan Kwai Fong Group di Hong Kong dikutip dari Bloomberg. "Kita harus berhenti menggunakan kekerasan. Itu hal yang paling penting. Baru kita bisa bicara."
Dampak krisis Hong Kong juga memengaruhi ekonomi global. Bagaimanapun, Hong Kong adalah pusat keuangan internasional dan menjadi gerbang penting untuk modal asing, terutama Cina dan sejumlah negara lainnya.
Mengutip Bloomberg, sekitar 58 persen dari total investasi Cina ke luar negeri masuk melalui Hong Kong, termasuk di dalamnya proyek besar Belt and Road Initiative Cina. Kemudian, nilai pasar Hong Kong yang mencapai USD5 triliun ini bisa menjadi tempat bagi calon perusahaan potensial sekelas Alibaba untuk menawarkan saham perdananya (initial public offering/IPO).
Lebih lanjut, Hong Kong juga menjadi sumber pendanaan yang cukup signifikan bagi perusahaan-perusahaan asal Cina, terutama melalui penerbitan obligasi.
Dalam perdagangan global, Hong Kong juga memiliki pelabuhan peti kemas terbesar terbesar ke-7 di dunia berdasarkan volume tahun lalu. Pada paruh pertama 2019, volumenya turun 8,1 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
"Pukulan terhadap Hong Kong sebagai pusat keuangan dan perdagangan menambah berat ekonomi global dari sebelumnya sudah terganggu akibat perang tarif antara AS dan Cina," kata ekonom Bloombeg Qian Wan.
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara