tirto.id - Demonstrasi di Hong Kong terkait Undang-Undang Ekstradisi Cina kini mulai menargetkan transportasi umum, mulai dari MRT hingga bandara Hong Kong.
Pada Senin (12/8/2019), otoritas bandara Hong Kong menunda penerbangan yang tersisa, setelah pengunjuk rasa memadati bangunan terminal utama dalam aksi menentang UU Ekstradisi Cina.
Protes pada pekan ke sepuluh itu menyebabkan gangguan terbesar bagi perekonomian Hong Kong sejak demonstrasi pertama pada awal Juni lalu, demikian laporan CNN.
Ribuan demonstran memadati gedung terminal bandara Hong Kong pada Senin dan kompak mengenakan pakaian hitam. Aksi protes semakin memanas dalam beberapa pekan terakhir.
Demonstran mulai menargetkan transportasi umum termasuk bandara dalam upaya untuk menekan pemerintah.
Hampir 200 penerbangan dibatalkan dari dan menuju Hong Kong terkait aksi protes itu. Ratusan penumpang terdampar setelah semua penerbangan yang berangkat.
Di saat bersamaan ribuan demonstran mulai memasuki terminal utama. Namun keputusan otoritas bandara untuk menunda penerbangan dianggap demonstran sebagai sinyal bahwa polisi anti hura-hara akan segera dikerahkan ke bandara.
Khawatir terulangnya kekerasan yang menjadi ciri demonstrasi baru-baru ini, mayoritas pengunjuk rasa mulai pergi, dengan banyak memilih untuk berjalan pulang di sepanjang jalan raya.
Penerbangan masuk dan keluar dari bandara diatur untuk melanjutkan pada hari Selasa (13/8/2019) pukul 06.00 pagi waktu setempat.
Bandara menggunakan sistem penjadwalan penerbangan untuk menyesuaikan semua waktu penerbangan, dan akan bekerja sama dengan maskapai.
Demonstrasi di bandara juga menganggu jalur MRT. Operator MTR mengumumkan pihaknya telah menangguhkan layanan check-in dalam kota di Stasiun Hong Kong dan Stasiun Kowloon untuk Airport Express hingga pemberitahuan lebih lanjut.
Dikutip dari The New York Times, demonstrasi yang awalnya damai kini semakin intensif, yang bertentangan dengan reputasi Hong Kong sebagai wilayah yang terkenal akan keteraturan dan efisiensi.
Di sisi lain, Beijing meningkatkan retorikanya tentang protes, yang menurut seorang pejabat "menunjukkan tanda-tanda terorisme."
Hal itu lantaran seorang pejabat di Beijing pada hari Senin mengutuk tindakan para demonstran akhir pekan lalu di Hong Kong, menjadikannya sebagai tanda awal "terorisme."
Polisi Cina juga tampaknya melakukan latihan skala besar di seberang perbatasan dari Hong Kong di Shenzhen.
"Kami berada di persimpangan jalan," kata Martin Lee, seorang advokat demokrasi dan mantan anggota parlemen. "Masa depan Hong Kong - masa depan demokrasi - tergantung pada apa yang akan terjadi dalam beberapa bulan mendatang."
Mengapa Berdemo di Bandara?
Pada Minggu (11/8/2019) bentrokan antara demonstran dan polisi meningkat di seluruh distrik termasuk Tsim Sha Tsui, Sham Shui Po, Kwai Chung dan Causeway Bay.
Dikutip dari South China Morning Post, dalam bentrok Minggu malam itu, polisi bahkan melepaskan gas air mata di dalam stasiun MRT Kwai Fong
Sebanyak 40 orang di larikan ke rumah sakit. Di antara 40 orang itu terdapat seorang perempuan yang dilaporkan dipukul di Tsim Sha Tsui.
Demonstrasi itu berlanjut hingga Senin. Dikutip dari CNN, demonstrasi yang menargetkan bandara bukanlah yang pertama. Bandara dijadikan media untuk mengkomunikasikan perjuangan mereka dengan dunia internasional.
Banyak aktivis juga memilih bandara sebagai tempat protes yang aman dari jalan-jalan, yang mana bentrokan antara demonstran dan polisi menjadi hal biasa.
Di sisi lain banyak penumpang frustrasi terkait demonstrasi sehingga menyebabkan gangguan dan pembatalan penerbangan, dengan sedikit informasi yang tersedia tentang kapan penerbangan mereka mungkin dijadwal ulang.
Editor: Maya Saputri