Menuju konten utama

Yuli Bantah Ada Bantuan Pemerintah RI atas Kasusnya di Hong Kong

Pekerja migran cum jurnalis asal Indonesia, Yuli Arista membantah jika ada tawaran bantuan hukum dari otoritas Indonesia atas kasusnya di Hong Kong.

Yuli Bantah Ada Bantuan Pemerintah RI atas Kasusnya di Hong Kong
Seorang pengunjuk rasa terfoto saat mogok besar di Tamar Park di depan gedung pemerintahan di Hong Kong, China, Senin (2/9/2019). ANTARA FOTO/REUTERS/Kai Pfaffenbach.

tirto.id - Pekerja migran cum jurnalis asal Indonesia, Yuli Arista alias Yuli Riswati membantah jika ada tawaran bantuan hukum dari otoritas Indonesia atas kasusnya di Hong Kong.

Bahkan, kata Yuli, pihak Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) tidak melakukan komunikasi terhadapnya kendati sebelumnya kedua pihak biasa bercakap lewat Whatsapp.

"Sampai hari ini tidak ada satu pun pesan dari pihak KJRI baik melalui telepon, pesan WhatsApp atau pertemuan langsung dengan saya yang sehubungan kasus saya," kata Yuli saat dihubungi pada Selasa (3/12/2019).

Sebelumnya Staf Ahli Bidang Politik Hukum dan Keamanan Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengaku selalu mengikuti kasus Yuli. Otoritas Indonesia pun telah menawarkan bantuan hukum untuk Yuli pada awal November, namun, kata Teuku, dia menolak.

Walau begitu dia mengaku selalu berkoordinasi dengan otoritas imigrasi Hongkong agar hak-hak hukumnya terpenuhi.

"Tidak ada informasi [soal alasan penolakan] mungkin karena sudah ada pembela yang digunakan," kata Teuku pada Senin (2/12/2019).

Namun Yuli malah mempertanyakan balik klaim itu. Dia mengaku tidak ada pertemuan apapun dengan pihak Indonesia. Yuli menjelaskan sejak awal ia ditangkap, ia didampingi pengacara, NGO, dan majikannya.

"Maaf kalau saya jawabnya terkesan emosi ya, soalnya memang emosi. Mereka terlalu mengada-ada," kata Yuli.

Yuli menyampaikan, pasca sidang pada 4 November 2019 memang ada seseorang yang mengaku dari KJRI mendatanginya. Namun, orang itu hanya menanyakan sepintas soal kasusnya dan tidak menawarkan bantuan apa pun terlebih orang itu tidak menunjukkan kartu identitas dari KJRI.

Yuli telah 10 tahun berkarier sebagai pekerja domestik di Hong Kong. Di samping kesehariannya, dia juga sering menulis untuk SUARA, sebuah koran berbahasa Indonesia yang terbit di Hong Kong.

Selain itu, Yuli juga sebagai pendiri media Migran Pos, sebuah media yang menyampaikan laporan soal pekerja migran. Atas kerja kepenulisannya, Yuli pernah diganjar penghargaan Taiwan Literature Award for Migrants.

Seiring meletusnya aksi unjuk rasa di Hongkong, Yuli aktif menulis soal aksi tersebut.

Namun, pada 23 September 2019 Departemen Imigrasi Hong Kong menangkap Yuli di tempat tinggal sekaligus tempat kerjanya atas tuduhan overstay. Yuli baru dilepas malam harinya dengan jaminan 500 dolar Hong Kong.

Yuli sendiri mengaku memang lupa memperpanjang visa usai memperpanjang paspor pada 24 Juli 2019. Namun hal itu adalah hal yang jamak di kalangan pekerja migran dan bisa diselesaikan secara administratif.

Yuli akhirnya menjalani sidang perdana pada 30 September 2019. Hakim memutuskan Yuli bebas dengan jaminan 2.000 dolar Hong Kong dan harus tinggal di rumah majikan serta menjalani wajib lapor.

Pada sidang kedua, 4 November 2019 hakim menyatakan Yuli bersalah karena overstay dan menjatuhkan hukuman berupa wajib berkelakuan baik dan tidak melanggar peraturan selama 12 bulan. Jika tidak, Yuli dikenakan denda 1.000 dolar Hong Kong.

Meski begitu, Departemen Imigrasi malah membawa Yuli ke Pusat Imigrasi Castle Peak Bay, alasannya Yuli tidak memiliki teman atau tempat tinggal di Hongkong. Hal ini pun sempat dibantah Yuli karena ia memiliki kontrak kerja, tapi petugas bergeming.

Di dalam tahanan, Yuli selalu meminta form pengajuan perpanjangan visa. Lalu ia baru diberi izin untuk memperpanjang visa pada 8 November 2019 lalu. Namun, tiga hari berselang Departemen Imigrasi Hong Kong mengeluarkan perintah pemulangan untuk Yuli.

Pengacara yang mendampingi Yuli berusaha melakukan banding dan penangguhan sampai izin visa yang baru diajukan itu keluar. Namun, pada 29 November 2019 seorang petugas imigrasi memaksa Yuli menulis pernyataan pembatalan pengajuan perpanjangan visa.

Yuli sempat menolak sampai akhirnya ia tak tahan lagi karena demam yang tak kunjung sembuh. Dia akhirnya dideportasi dari Hong Kong pada Senin (2/12/2019) dengan penerbangan dari Hong Kong ke Surabaya.

Baca juga artikel terkait TKI DIDEPORTASI atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Maya Saputri