tirto.id - Seorang anggota dewan pro-kemerdekaan dari kota Kaohsiung, Taiwan selatan, menjadi orang pertama di Taiwan jerat hukum atas postingan Facebook yang mendukung demonstran anti-pemerintah Hong Kong. Ia di dakwa berdasarkan undang-undang keamanan nasional.
Melansir dari South China Morning Post, Huang Jie, dari New Power Party memposting di halaman Facebook-nya pada hari Sabtu untuk menyumbang peralatan gas anti air mata dan pasokan lainnya untuk para pengunjuk rasa Hong Kong.
Unjuk rasa di Hong Kong telah berlangsung selama 10 pekan dalam menentang UU ekstradisi Cina, sekarang ditangguhkan, yang akan memungkinkan orang-orang dari kota untuk diekstradisi ke daratan Cina.
Anggota dewan oposisi Kuomintang (KMT) Chan Chiang-chun, dari Kota Taoyuan di utara Taiwan, mengatakan bahwa postingan Huang melanggar undang-undang keamanan, yang melarang Taiwan menawarkan pasokan dan bantuan kepada negara-negara yang bermusuhan, termasuk wilayah administrasi khusus Cina di Hong Kong dan Macau
Undang-undang itu berisi jika penduduk Taiwan mendukung pengunjuk rasa Hong Kong berisiko dipenjara hingga 10 tahun dan denda maksimum 30 juta dolar Taiwan (950.000 dolar AS). Huang adalah seorang kritikus kandidat presiden KMT dan walikota Kaohsiung Han Kuo-yu.
"Di bawah undang-undang yang direvisi, Huang diduga melanggar dengan membantu pasukan 'musuh', yang meliputi Hong Kong dan Makau, dan saya telah membawa kasus ini ke polisi untuk diproses hukum," kata Chan.
Huang mengatakan bahwa dia hanya memposting ulang pesannya di Facebook dan dia tidak ada hubungannya dengan kampanye untuk meningkatkan pasokan gas anti-air mata bagi pengunjuk rasa di Hong Kong.
"Jika ini menciptakan masalah keamanan nasional, maka itu adalah masalah keamanan yang melibatkan Cina, bukan Taiwan," katanya.
Huang juga mengecam Chan dan Han karena gagal bersimpati dengan para pemrotes Hong Kong, yang beberapa di antaranya terluka dalam konfrontasi mereka dengan polisi.
Polisi Taiwan mengatakan mereka akan merujuk masalah ini ke jaksa penuntut, yang akan menentukan apakah ada hukum yang dilanggar.
Masalah ini telah menimbulkan perdebatan sengit di kalangan publik dan partai-partai politik di Taiwan mengenai apakah membantu para pengunjuk rasa Hong Kong harus dianggap sebagai pelanggaran hukum keamanan nasional pulau itu.
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen yang berpihak pada kemerdekaan telah bersuara dalam dukungannya terhadap kampanye undang-undang anti-ekstradisi di Hong Kong, yang menurutnya mungkin juga membahayakan orang-orang Taiwan yang mendukung aktivis hak asasi manusia.
Seorang penulis yang berbasis di Taipei mengatakan pada hari Senin (12/8/2019), alih-alih meminta pasokan untuk para demonstran Hong Kong, Huang seharusnya meminta sumbangan kepada kelompok amal di Taiwan.
"Apakah Taiwan akan senang jika beberapa orang di Hong Kong mengumpulkan pasokan untuk pensiunan polisi dan veteran militer di Taiwan dalam protes mereka terhadap pihak berwenang di Taiwan?" Tanyanya dalam sebuah posting di Facebook dengan nama "Rocky".
Seorang jaksa yang berbasis di Taipei, mengatakan, tindakan Huang melanggar hukum harus ditentukan apakah tindakan seperti itu membahayakan keamanan pulau Taiwan.
Pada Minggu (11/8/2019) bentrokan antara demonstran dan polisi meningkat di seluruh distrik termasuk Tsim Sha Tsui, Sham Shui Po, Kwai Chung dan Causeway Bay.
Dikutip dari South China Morning Post, dalam bentrok Minggu malam itu, polisi bahkan melepaskan gas air mata di dalam stasiun MRT Kwai Fong Sebanyak 40 orang di larikan ke rumah sakit.
Di antara 40 orang itu terdapat seorang perempuan yang dilaporkan dipukul di Tsim Sha Tsui. Demonstrasi itu berlanjut hingga Senin. Dikutip dari CNN, demonstrasi berlanjut ke bandara Internasional Hong Kong.
Hampir 200 penerbangan dibatalkan dari dan menuju Hong Kong terkait aksi protes itu. Ratusan penumpang terdampar setelah semua penerbangan yang berangkat. Demonstran mulai menargetkan transportasi umum untuk menekan pemerintah.
Penulis: Arinta Wijaya Murti
Editor: Yantina Debora