Menuju konten utama

Kementan Ungkap Penyebab Turunnya Produksi Pangan di Era Jokowi

Minimnya penyaluran pupuk hingga kerusakan irigasi jadi biang kerok rendahnya produktivitas pangan sejak 2019-2023.

Kementan Ungkap Penyebab Turunnya Produksi Pangan di Era Jokowi
Presiden Joko Widodo bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meninjau panen raya padi di Desa Lajer, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, (FOTO/Biro Pers Sekretariat Presiden/Laily Rachev)

tirto.id -

Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap sejumlah faktor utama yang menyebabkan turunnya produksi pangan nasional, khususnya beras, dalam kurun waktu 2019 hingga 2023 atau di era pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Lahan dan Irigasi Kementan, Husnain menyebut bahwa penurunan ini disebabkan oleh berbagai kondisi yang sangat kompleks, mulai dari kelangkaan pupuk hingga infrastruktur irigasi yang tak optimal.

“Kita di beberapa periode lalu, terutama kami lihat di 2019-2023 kita mengalami penurunan produksi beras. Ini tentu disebabkan oleh banyak hal, sangat kompleks,” katanya dalam diskusi daring, Senin (16/6/2025).

Menurutnya, penurunan produksi beras dalam beberapa tahun terakhir tak lepas dari sejumlah faktor krusial. Salah satu yang paling berdampak adalah keterbatasan pupuk setelah pandemi Covid-19.

Harga pupuk yang melonjak dua kali lipat memperburuk distribusi ke petani. Akibatnya, petani hanya menerima separuh dari kebutuhan pupuk normal mereka.

“Volume pupuk berkurang karena pascacovid-19 harga pupuk naik hampir dua kali lipat. Dengan volume yang sama, yang sampai ke petani hampir separuhnya berkurang,” ungkapnya.

Selain itu, alokasi anggaran untuk sektor pertanian pada periode tersebut juga mengalami pemangkasan, termasuk dalam pengadaan alat dan mesin pertanian. Kondisi ini diperparah oleh cuaca ekstrem seperti El Nino dan kekeringan yang meluas.

Di sisi infrastruktur, kondisi saluran irigasi yang buruk turut mempersempit ruang gerak peningkatan produksi pangan.

Husnain menyebutkan, 60 persen saluran irigasi perlu direhabilitasi, bahkan data dari Ditjen Sumber Daya Air menunjukkan bahwa 80 persen saluran irigasi dalam kondisi tidak optimal.

“Ketersediaan air ini menjadi penopang utama sektor pertanian. Untuk itu, pengelolaan air menjadi dasar utama dalam mengelola lahan. Namun kondisi irigasi kita sangat kompleks,” jelasnya.

Lebih jauh, dia menjelaskan bahwa krisis pangan di Indonesia masih menjadi tantangan, meski skalanya tidak terlalu luas.

Ia menyatakan sekitar 7-16 persen wilayah masih tergolong rentan terhadap kerawanan pangan. “Kita masih ada krisis pangan, memang tidak terlalu luas sekitar 7–16 persen. Masih ada yang rentan kelaparan,” ujarnya
Untuk itu, demi mendorong swasembada pangan seperti cita-cita Presiden Prabowo Subianto, Kementerian Pertanian pun terus menggenjot sejumlah langkah strategis.

Pihaknya terus mendorong penggunaan varietas unggul berumur pendek dan hasil tinggi, serta adopsi teknologi pertanian modern ke seluruh provinsi. Ini menjadi bagian dari upaya mempertahankan produksi sekaligus menarik minat generasi muda ke sektor pertanian.

“Sebagaimana kita ketahui, petani-petani kita sudah berusia sangat senior. Kalau tidak digantikan generasi muda nanti, gap-nya terlalu jauh,” ucapnya.

Di saat bersamaan, pihaknya juga terus membangun infrastruktur irigasi untuk memastikan ketersediaan air bagi lahan pertanian. Pasalnya, air menjadi penopang utama dari sektor pertanian.

Dan tak kalah penting, pihaknya juga akan menggenjot ketersediaan pupuk murah bagi petani dan menanggulangi hama tanaman yang merusak hasil panen.

“Kalau ini sudah bisa kita kendalikan. Pemupukan dengan subsidi pupuk, kemudian pengendalian hama sangat berpengaruh pada pengendalian iklim yang terjadi,” tuturnya.

Baca juga artikel terkait KEMENTERIAN PERTANIAN atau tulisan lainnya dari Nanda Aria

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Nanda Aria
Penulis: Nanda Aria
Editor: Hendra Friana