tirto.id - Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama, Hilman Latief, mengatakan sementara ini tidak perlu menjawab tudingan-tudingan dari anggota dewan terkait dugaan korupsi jual beli kuota dari haji reguler ke haji plus seperti yang gaduh baru-baru ini. Apalagi menurutnya, Pansus Hak Angket Haji sudah dibentuk dan Kemenag hanya perlu membuktikannya.
"Ada [landasan] undang-undang, ada aturan di sana, ada kesepakatan dengan menteri [Arab Saudi] di sana, jadi bukan Kementerian Agama jual ini (kuota), enggak lah. [Soal kritikan] enggak usah dijawab, dibuktiin aja," katanya usai acara Cofee Morning di Aryaduta Hotel, Senin (15/07/2024).
Soal kuota tambahan 20.000 jemaah, Hilman menjelaskan, ketika Kementerian Agama menerima kabar mendapat kuota segera membahasnya dengan DPR RI pada 27 November 2023. Namun saat itu baru sebatas informasi penambahan saja dari Pemerintah Arab Saudi. Tapi esok harinya, 28 atau 29 November 2024, Arab Saudi sudah memasukkan kuota tambahan tersebut dalam sistem e-Hajj.
"Menerima kuota tambahan ya senang, tapi sekaligus membuat kami harus berpikir bagaimana pembagiannya, termasuk bagaimana layanannya nanti di sana dan di tanah air. Kami (Kemenag) lalu ke Tanah Suci untuk membicarakan penambahan kuota ini, menemui Menteri Haji Arab Saudi, membuat peta, mensimulasikan dan lain-lain," kata Hilman.
Ia melanjutkan, hal itu penting dibicarakan lebih dahulu dengan otoritas Kementerian Arab Saudi sebab menyangkut teknis penanganan dan pelayanan jemaah. Ia mencontohkan, dengan kuota normal atau pokok sebelumnya yang sebanyak 221.000 (sebelum penambahan 20.000), sudah ada pembagian zona-zona wilayah yang bakal ditempati jemaah Indonesia baik reguler maupun khusus.
Setelah ada penambahan kuota, ungkapnya, maka perlu ada perubahan-perubahan pengaturan zonasi, mana yang masih kosong atau sudah penuh. Lalu perlu juga ada penyesuaian pengaturan akomodasi, transportasi penerbangan. Hal-hal teknis terkait pelayanan jemaah haji tersebut, ia melanjutkan, harus disesuaikan. Lalu pada 8 Januari 2024, Kementerian Haji Arab Saudi memberikan persetujuan melalui naskah pemberitahuannya.
"Sudah kami komunikasikan dengan temen-teman di DPR. Namun ada situasi tertentu yang berat, saat itu menghadapi pemilu. Setelah pemilu, kami komunikasikan lagi namun tidak tercapai penyesuaian itu," ujarnya.
"Betul memang ada perubahan, kajian teknis, jadi bukan dijual. Kemenag tidak menjual. Kami ini hajj mission, misi haji Indonesia. Yang mengurusi semuanya mereka (Kementerian Haji Arab Saudi). Haji khusus pun tidak bisa, dari dulu mereka langsung urusannya sama Kementerian Haji Arab Saudi sendiri, bukan sama Kemenag," katanya.
Polemik Pansus Hak Angket Haji
Sebelumnya, Juru Bicara Komisi VIII DPR dari Fraksi PDIP, Selly Andriany Gantina, menerangkan bahwa hak angket merupakan salah satu hak konstitusional dewan dalam rangka melakukan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah.
Pembentukan Panitia Khusus Hak Angket untuk mengevaluasi penyelenggaraan ibadah haji 2024 ini, kata dia, sudah disetujui serta ditandatangani oleh 35 anggota.
Setidaknya ada tiga poin yang menjadi catatan Hasil Pengawasan Penyelenggaraan Ibadah Haji 2024. Pertama, soal manajemen kuota haji: mulai dari isu pergeseran kuota reguler, kesempatan/momentum mengurangi masa tunggu, kuota tambahan haji.
Kedua, masalah manajemen pembiayaan haji: mulai dari isu pengaruh pergeseran kuota terhadap nilai manfaat, peningkatan biaya tak sejalan pelayanan, lalu soal komunikasi Kementerian Agama dengan DPR RI.
Ketiga, tentang penyelenggaraan perjalanan ibadah haji, salah satu isunya terkait ketegasan pemerintah terhadap layanan haji dari Pemerintah Arab Saudi, kemudian keterlibatan lembaga dan instansi dalam proses rekrutmen SDM petugas haji.
Dari beberapa poin tersebut, salah satunya Timwas DPR RI mempersoalkan pergeseran atau pembagian kuota haji. Berdasar risalah hasil Rapat Panitia Kerja (Panja) dengan Kemenag terkait penetapan BPIH 1445 H/2024 M pada 27 November 2023, saat itu disepakati kuota haji reguler sebanyak 221.720 orang dan jemaah haji khusus 19.280 orang. Namun pada realisasinya hanya 213.320 jemaah haji reguler, dan sisanya 27.680 untuk jemaah haji khusus.
Pergeseran ini menurut Pengawas Haji DPR tidak memperhatikan undang-undang yang berlaku, di antaranya UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh (PHU) serta Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2024 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji 1445 H/2024 M.
“Kementerian Agama, harus terbuka mengenai pembagian kuota, baik menyangkut tambahan maupun peralihan kuota reguler. Pasalnya, ada selisih 8.400 jemaah yang seharusnya masuk dalam kouta haji reguler. Kini dimasukan dalam haji khusus,” kata Selly lewat pesan WhatsApp.
Ia melanjutkan, “Jika memang memerhatikan regulasi yang ada, kemudian ada komunikasi dengan DPR, persoalan kuota haji tidak terjadi. Sebab itu, dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji, regulasi dan hasil rapat seharusnya menjadi pedoman oleh Kementerian Agama RI. Baik kebijakan anggaran, pelayanan, hingga kuota haji.”
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, Mustolih Siradj, justru memiliki penilaian berbeda. Menurutnya, bila mengacu pada UU Nomor 8 Tahun 2019, terutama pada Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 64, sebenarnya apa yang dilakukan oleh Kementerian Agama tidak salah. Dalam pasal tersebut, pembagian kuota haji normal atau pokok sebenarnya sudah dijalankan oleh kementerian. Termasuk pembagian tambahan kuota haji.
Kuota haji pokok awalnya sebanyak 221.000 jemaah. Sesuai Pasal 64, kuota itu dibagi menjadi dua, yakni untuk jemaah haji reguler sebanyak 203.320 orang setara 92 persen, sementara jemaah haji khusus sebanyak 17.680 atau setara 8 persen. Kemudian ada tambahan kuota sebanyak 20.000 jemaah dari Pemerintah Arab Saudi, sehingga totalnya menjadi 241.000 jemaah.
Lalu, Pasal 9 menjelaskan, untuk kuota haji tambahan selanjutnya diatur atau ditetapkan oleh Menteri Agama lewat Peraturan Menteri (Permen). Sehingga, ketika kuota haji tambahan sebesar 20.000 dibagi rata, sebanyak 10.000 untuk haji reguler (menjadi 213.320) dan 10.000 untuk haji khusus (menjadi 27.680), menurut Mustolih, tidak apa-apa karena sesuai amanat undang-undang memang diserahkan ke menteri agama.
"Secara regulasi Kemenag tidak menyalahi. Ngunci di situ. Dari aspek regulasi aman," kata Mustolih.
Ia menambahkan, bila mengacu pada Undang-Undang MD3 (MPR, DPR, DPRD, DPD) bahwa ada persoalan mendesak, strategis, dan berdampak luas yang menyebabkan situasi sangat serius sehingga perlu ditangani secara komprehensif.
Ia menegaskan, persoalan haji tidak cukup masuk kategori itu. Apalagi kemudian alasan Pansus dinarasikan gara-gara Kemenag mengabaikan kesepakatan dengan Panja DPR.
"Bobotnya kalau ditimbang ya jauh. Kemenag tidak menyalahi regulasi. Tapi kalau kemudian DPR membuat Pansus dengan alasan itu, ya boleh-boleh saja. Tapi kan tidak semua persoalan bisa di-pansus-kan. Harusnya cukup di Panja, dievaluasi di level-level itu," kata dia.
Mustolih menjelaskan, secara substansial ada banyak isu lain yang lebih menggelisahkan publik dan lebih layak untuk di-pansus-kan oleh DPR. Ia mencontohkan kasus judi online, penipuan online, kemudian pencurian data pribadi, yang membuat gelisah publik secara masif akhir-akhir ini.
"Lha, isu haji ini tidak mencerminkan kegelisahan publik. Tidak masif, tidak terstruktur, dan tidak meluas," ungkapnya.
Kemudian secara teknis, kata dia, Pansus juga dipaksa dibuka pada akhir periode. Di sisi lain, masa operasional haji belum selesai karena masih menyisakan 14 hari lagi. Kemudian nanti terbentur masa reses anggota, lalu bulan berikutnya anggota dewan baru juga sudah mulai masuk.
"Masak penyelenggaraan haji belum selesai kok menterinya dipanggil. Jadi saya ragu ini (Pansus) akan tuntas. Pansus ini problematis. Ini akan menjadi pertaruhan reputasi DPR," katanya.
Dalam beberapa waktu belakangan ini, ada beberapa Pansus yang kemudian tidak jelas akhirnya. Contohnya, kata dia, Pansus soal tenaga kerja asing yang menguap begitu saja. Lalu, ada Pansus soal kecurangan pemilu yang tidak jelas terealisasi atau tidak.
Jadi, Mustholih menambahkan, dari segi teori boleh-boleh saja DPR membuat Pansus, tapi lebih baik dilihat dulu urgensinya, menyangkut hajat hidup orang banyak atau tidak.
“Kalau memang pertimbangannya itu (urgensi), kasus judi online itu lebih urgen,” kata dia.
Sementara itu, Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, mengaku menghormati pembentukan Pansus Hak Angket. Ia mengatakan, pembentukan hak angket dijamin konstitusi sehingga akan dihormati.
“Ya, kita ikuti saja. Itu kan proses yang dijamin oleh konstitusi kan. Itu kita ikuti,” kata Menag Yaqut, Selasa, 9 Juli 2024.
Ia memastikan Kementerian Agama akan menyampaikan semua proses haji dari persiapan hingga pelaksanaan ibadah kepada DPR. Ia menjamin laporan tersebut disampaikan secara faktual dan tanpa perubahan.
“[Kami sampaikan] apa adanya,” kata mantan Ketua Umum GP Ansor itu menambahkan.
Penulis: Muhammad Taufiq
Editor: Irfan Teguh Pribadi