tirto.id - Sufmi Dasco Ahmad tampak sibuk menandatangani beberapa dokumen saat kami masuk ke ruang kerjanya di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Tak terlihat raut lelah di wajahnya, ia langsung melempar senyum seraya menjabat tangan kami satu persatu. Mengenakan baju batik lengan panjang, Wakil Ketua DPR RI itu mempersilakan kami duduk.
Dasco langsung melayani wawancara khusus kami--Fahreza Rizky, Andrian Pratama Taher, Irfan Amin dan Andhika Krisnuwardhana--dari Tirto selama satu jam.
Wawancara khusus Tirto dengan Dasco yang saat ini menjabat sebagai Ketua Harian DPP Partai Gerindra akan mengulik seputar isu-isu terkait pemilih muda dan Pemilu 2024.
"Kesibukan apa saja selain mengurus partai dan wakil rakyat?"
"Bisnis, sudah lama, bagi-bagi waktu antara berbagai kesibukan dan juga untuk mencari sesuap nasi," jawab Dasco. "Kita kalau cari makan enggak bisa di politik, enggak bisa di DPR, kan, [jadi] ya bisnis."
Pembicaraan bergulir ke capaian akademik tertinggi yang diperoleh Dasco. Pada 1 Desember 2022 lalu, pria kelahiran Bandung, 7 Oktober 1967 itu baru saja dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Pakuan. Ia pun resmi menyandang gelar profesor.
"Saya memang senang belajar, mempelajari sesuatu yang baru senang banget. Kalau menjalani sesuatu yang memang kita suka, ya, itu juga enggak ada batas-batasnya, saya pikir gitu," ucapnya.
Dasco bercerita kesibukannya meningkat saat tahun politik seperti sekarang ini. Bahkan ia bisa berkali-kali rapat dengan pimpinannya di Gerindra, Prabowo Subianto.
"Waduh enggak bisa dihitung, bisa sehari tiga kali, dua kali [rapat dengan Pak Prabowo], kadang-kadang kalau beliau ke luar negeri enggak [rapat], ya namanya juga tahun-tahun politik pasti lagi intens terus," ungkapnya.
Dasco juga membahas bagaimana Partai Gerindra melihat peran pemilih muda [berusia 17-39 tahun] di Pemilu 2024. Berdasarkan hasil riset Centre for Strategic and International Studies (CSIS), proporsi pemilih muda yang terdiri atas generasi Z dan milenial mendekati 60 persen pada pesta demokrasi mendatang.
Dominannya pemilih muda di Pemilu 2024 mengharuskan partai politik beradaptasi agar bisa mengisi ceruk tersebut. Bila parpol bisa mengisi ceruk anak muda maka potensi kemenangannya cukup besar, baik dalam ranah Pileg maupun Pilpres.
Sisi lain, elektabilitas Prabowo Subianto maupun Partai Gerindra kerap bertengger di posisi teratas--saling salip dengan Ganjar Pranowo dan PDI Perjuangan. Hal itu terlihat dalam hasil riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) periode 31 Maret hingga 4 April 2023.
Dalam survei itu, Prabowo menempati urutan pertama dengan raihan 30,3 persen, di posisi kedua ada Ganjar Pranowo yang mendapat skor 26,9 persen. Lalu di urutan ketiga ada Anies Baswedan dengan peroleh 25,3 persen.
Sementara untuk tingkat keterpilihan partai politik, PDI Perjuangan menempati posisi teratas dengan skor 17,7 persen, diikuti Gerindra 12,8 persen, Golkar 7,8 persen dan lain-lain.
Wawancara ini ingin melihat hubungan kausal elektabilitas Prabowo dan Gerindra dengan upayanya mendekati ceruk pemilih muda. Berikut petikan wawancara kami dengan Dasco.
Bagaimana strategi Partai Gerindra untuk menggaet pemilih muda (generasi Z dan milenial) di Pemilu 2024, ini angkanya besar hampir 60 persen?
Ya, kita sadar bahwa pemilih pemula itu sekitar hampir 60 persen, sehingga kita di lapisan paling bawah juga menciptakan program-program khusus untuk anak-anak muda. Segmen anak muda itu lebih banyak digarap oleh sayap partai yang memang berorientasi kepada pemilih pemula, kita ada itu. Dengan kemajuan teknologi, kita lihat kesukaan anak muda apa. Kita bikin hal-hal yang membuat mereka tertarik.
Saya enggak mau buka terlalu dalam strategi kami, tapi dengan angka elektabilitas partai yang terus naik atau Pak Prabowo yang terus naik, kita sama-sama tahu bahwa calon pemilih ini hampir 60 persen milenial. Artinya dengan elektabilitas yang semakin naik ini menurut kami hampir tepat pada sasaran, sehingga kami akan meningkatkan lagi apa yang sudah kami lakukan.
Apa program konkret yang sudah dilakukan Gerindra untuk menggarap pemilih muda?
Kami tahu dan mengerti apa yang disukai oleh pemilih pemula dari apa dunia mereka. Contohnya, kita melakukan apa yang mereka suka dan kita masuk ke dunia mereka, itu saja, konkretnya seperti itu. Contohnya banyak, nanti kalau kita diikutin [partai] yang lain kan rugi. Karena kami menciptakan formula itu, ya, melakukan yang pemilih pemula suka dan masuk ke dunia pemilih pemula itu tidak gampang. Kami melakukan observasi cukup lama.
Tanpa pemilih pemula ini sadar kalau kita terang-terangan 'yuk kita Pemilu, yuk kita pilih Prabowo, yuk kita ini,' mereka pasti akan antipati lebih dahulu. Kita akan masuk dan melibatkan mereka. Mereka terlibat tanpa kemudian merasa terpaksa. Mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang disukai tetapi kita juga melakukan pendekatan-pendekatan yang mereka suka juga. Kira-kira seperti itu, sehingga alhamdulillah ini tergiring. Nah, saya enggak bisa buka dong entar ditiru yang lain.
Apakah pendekatan kepada pemilih muda ini hanya gimik belaka tanpa program konkret?
Tidak. Kita kan tahu bahwa pemilih pemula ini potensial suaranya, sangat besar, sehingga kita serius menggarap itu. Namun, kita tahu bahwa pemilih pemula itu akan sebal kalau kita ngomong kok kita akan lakukan ini untuk pemilih pemula, mengambil hati dan suara, pasti mereka sebal. Kita tidak pernah ngomong begitu kok. Kita masuk dan melakukan yang mereka suka, kita masuk ke dunia mereka.
Preferensi pemilih muda telah bergeser, kini mereka menginginkan sosok pemimpin yang jujur dan antikorupsi. Bagaimana Anda melihat fenomena ini?
Kami melakukan survei yang sama sebenarnya, apa sih yang diharapkan oleh pemilih pemula terhadap calon presiden yang akan datang atau pemimpin Indonesia? Untuk itu, kami melakukan program-program, sudah kita simulasi cara apa yang paling tepat untuk menyampaikan pesan kepada para pemilih pemula.
Silakan mereka melakukan kegiatan mereka, silakan mereka melakukan aktivitas mereka dengan tenang, silakan mereka bermimpi dengan mimpi-mimpi yang banyak untuk kemajuan, tapi percayakan pemimpin yang akan memimpin negaranya kepada ini [Prabowo], misalnya gitu. Itu kita ada.
Simulasi-simulasi yang dilakukan itu menurunkan beberapa strategi yang kita jalankan, sehingga kami bukan mau ngomong gegabah bahwa strategi itu pas, tapi paling tidak mendekati. Kalau dilihat dari elektabilitas kenaikan suara partai maupun Pak Prabowo itu nanti kan biasanya kan lembaga survei atau surveyor kan tahu dan bisa kelihatan ceruk suara anak muda itu berapa persen dari hasil survei.
Apakah Gerindra dan Prabowo menjadikan prinsip antikorupsi sebagai platform bersama?
Saya rasa semua partai juga kan rata-rata memang begitu bahwa memang kan [korupsi] bukan budaya yang baik dan kita komit melakukan itu.
Animo pemilih muda untuk aktif dalam politik formal seperti ikut Pileg dan Pilkada lumayan baik hampir 15 persen menurut survei CSIS. Apakah Gerindra mengakomodir itu atau membuka kuota pencalonan khusus untuk anak muda?
Jadi dari sayap partai kita ada kuota untuk anak muda. Nah hasil Pemilu (2019) kemarin pun bisa dilihat bahwa anggota legislatif dari Gerindra itu mulai dari tingkatan kabupaten/kota, provinsi sampai DPR RI itu banyak anak-anak muda. Kalau di provinsi, kabupaten/kota rata-rata milenial yang jadi.
Artinya kuota pencalonan khusus bagi anak muda sudah dijalankan Gerindra?
Iya, kita melihat bahwa anak-anak muda ini yang banyak bergerak di lapangan dan banyak komunitasnya. Kita sudah buktikan dengan banyak keterpilihan pemilih pemula atau anak muda di Partai Gerindra. Ini nanti yang di kabupaten/kota itu anggota atau pimpinan DPRD-nya muda-muda. Di DPR kita ada anggota DPR RI umurnya 24 Kalau tidak salah, ya. 24 tahun juga dipercaya menjadi ketua Gerindra di satu provinsi.
Mayoritas anak muda mengambil informasi seputar politik dari media sosial, bagaimana Gerindra memanfaatkan itu? Akun Gerindra, kan, proaktif sekali di medsos?
Itu tadi saya bilang, kita harus masuk ke dunia milenial. [Akun media sosial] kita juga tidak terlalu kaku. Jadi ada ide bahwa admin jangan sekadar admin tapi kan admin harus menanggapi ini dan ini. Ya sudah jalan saja coba. Ternyata hasilnya bagus.
Gerindra punya tim khusus untuk mengelola medsosnya?
Ya, kalau kita kan memang ada di bidang media sosial yang melakukan pemantauan, pengarahan, monitoring, namanya anev [analisis evaluasi], itu dilakukan terus. Ya itu hal-hal yang kita kerjakan yang mungkin tidak kelihatan.
Bagaimana pandangan Prabowo terhadap pemilih muda (generasi Z dan milenial) dan seperti apa konsep pelibatannya?
Milenial dan gen Z itu harapan bangsa dan negara. Di Gerindra itu ada yang namanya "Gerinda Masa Depan" [GMD]. Gerindra Masa Depan itu terdiri dari gen Z yang dipersiapkan untuk menjadi penerus Gerindra yang akan datang. Mereka kemudian diajari berpolitik, apa dan bagaimana politik, berpolitik dengan santun, bagaimana implementasinya langsung ke masyarakat dan itu kita terjunkan terus. Sampai hari ini Gerindra Masa Depan itu sudah lumayan kelulusannya sudah ribuan.
Gerindra Masa Depan itu bentuknya semacam sekolah partai?
Iya diklat rata-rata tiga bulan, dan itu di tenda, di kawah candradimuka, satu angkatan bisa 350 hingga 400 [peserta], dalam setahun bisa enam atau tujuh angkatan.
Sudah berapa tahun Gerindra Masa Depan berjalan?
Gerindra Masa Depan itu berjalan sekitar 2014. Kader-kader muda yang diharapkan untuk menjadi penerus Gerindra seperti saya sekarang ini juga sudah mulai dari angkatan pertama itu kita masukkan ke pengurus-pengurus kabupaten/kota, kemudian provinsi dan itu menjadi syarat wajib bagi pengurus partai untuk mendapat sertifikat.
Harapan Pak Prabowo tentu menitipkan bangsa dan negara kepada generasi muda, kita konkret membina generasi muda ini, memberikan pengetahuan politik sejak dini, bahkan lulusan-lulusan terbaik disekolahkan ke luar negeri, sekolah politik, itu yang tidak banyak kita ekspose, tapi di internal kita memang sangat memperhatikan.
Milenial-milenial yang dikasih pembekalan politik dan ilmu-ilmu itu milenial yang bergaul, mereka akan bercerita kepada sesamanya bahwa ini lho yang dilakukan Gerindra kepada anak muda di Indonesia. Itu efektif, apalagi di daerah.
Pemilih muda tertarik pada isu kesejahteraan sosial seperti penciptaan lapangan kerja, kesehatan, dan lain-lain, apakah Gerindra sudah masuk ke sektor itu?
Dalam diklat itu ada pengetahuan manajemen, bisnis, ada juga yang kita salurkan untuk bekerja. Ketika COVID-19 itu yang milenial-milenial kita turunkan ke daerah untuk membantu masyarakat. Kekuatan Partai Gerindra ini sebenarnya di milenial, generasi muda, mereka yang bergerak ke kabupaten/kota, kampung, dusun, justru itu mereka, karena mereka merasa memiliki, pengen Gerindra di masa depan lebih bagus dari sekarang dan mereka yang menakhodai, dan kita oke, jalani saja, kan kita lima atau enam tahun lagi pensiun.
Apakah program yang mengakomodasi pemilih muda berdampak positif terhadap elektabilitas Gerindra maupun Prabowo?
Ya kita ngomong sama anak-anak muda, partai ini milik kalian, jadi memang ke depan dari sekarang harus dijaga dengan baik, ditingkatkan elektabilitasnya supaya ketika kalian memimpin partai ini lebih settle dari sekarang dan ini membuat mereka bersemangat.
Kita tidak underestimate [anak muda], pemimpin-pemimpin Gerindra di kabupaten/kota itu rata-rata milenial, anggota DPRD rata-rata milenial dan itu menjadi inspirasi, kami tidak gembar-gembor Gerindra partainya anak muda, tapi kita lakukan saja dengan konkret dan itu beredar dari mulut ke mulut.
Penulis: Fahreza Rizky
Editor: Maya Saputri