tirto.id - Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung (JPU Kejagung) akan memasukkan temuan uang hampir Rp1 triliun atau sekitar Rp920 miliar lebih dan emas 51 Kg ke dalam dakwaan kasus suap dan gratifikasi hakim Pengadilan Negeri Surabaya untuk memutus bebas terpidana Ronald Tannur dengan tersangka Zarof Ricar. Uang dan emas tersebut merupakan bukti yang ditemukan penyidik saat menggeledah kediaman Zarof, yang merupakan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengatakan bahwa emas dan uang itu tetap dimasukkan meskipun didapat Zarof dari dugaan penanganan kasus di MA.
“Sesuai konfirmasi penyidik dalam BAP ZR yang sudah dilimpah terdapat juga uang Rp920 M dan emas 51 kg,” kata Harli kepada wartawan, dikutip Kamis (23/1/2025).
Upaya pengamanan berbagai perkara di MA dalam perkara Zarof memang belum terungkap. Penyidik Kejagung telah memanggil sejumlah pihak di MA dalam mencari bukti potensi kasus tersebut. Namun, Harli menekankan JPU berupaya menyelesaikan dakwaan Zarof.
“JPU sedang fokus untuk penyusunan dakwaannya,” ucap Harli.
Diketahui, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung (JAM Pidsus Kejagung), Febrie Adriansyah, menyebut, Kejagung telah mengantongoi bukti awal adanya potensi permainan kasus di Mahkamah Agung (MA) oleh tersangka Zarof Ricar. Namun, penyidik terus berupaya melengkapi bukti dugaan tersebut.
"Saya rasa ini belum bisa kita buka menjadi konsumsi publik karena alat bukti belum penuh terakhir ketika ekspose dilakukan, sehingga kita minta waktu, kita kasih kesempatan penyidik," kata Febrie dalam konferensi pers capaian Desk Pemberantasan Korupsi di Kompleks Kejagung, Jaksel, Kamis (2/1/2025).
Febrie menerangkan bahwa proses penyidikan masih terus berjalan dengan menelusuri satu-per-satu transaksi keuangan dan aset milik tersangka Zarof Ricar. Penyidik juga terus mendalami aliran dana Zarof kepada anak dan istrinya.
"Yang pasti tersangka sudah ditahan. Pasti ada batas waktu untuk pengungkapan ini dan akhirnya akan kita limpahkan dan akan dibuka di publik pada saat proses persidangan," ucap Febrie.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Andrian Pratama Taher