Menuju konten utama

Kasus Gigitan Ular Pasca Tsunami Lampung, Kenali Cara Penanganannya

''Setiap disaster ada risiko snakebite."

Kasus Gigitan Ular Pasca Tsunami Lampung, Kenali Cara Penanganannya
Ilustrasi ular berbisa. FOTO/Damir Sagolj

tirto.id - Sejumlah orang terkena gigitan ular pasca tsunami di wilayah Banten dan Lampung pada Jumat (28/12/2018). Berdasarkan laporan dari Dokter Spesialis Emergency Trimaharani ada 14 kasus gigitan ular yang tercatat hingga 31 Desember 2018 di Pandeglang, Banten.

Ia menerangkan, ancaman gigitan ular itu masih akan ada. Oleh karena itu, Trimaharani mengharap masyarakat untuk tetap berhati-hati. Tri juga mengimbau jika masyarakat mulai bersih-bersih jangan menggunakan tangan langsung, tetapi gunakan kayu dahulu dan pastikan tidak ada ular.

Menurut Trimaharani, kehadiran ular-ular ini disebabkan oleh tsunami. Mereka juga terusik dan tersebar ke mana-mana, seperti berada di tumpukan sampah atau puing.

Ancaman gigitan ular pasca bencana, menurut Tri biasa terjadi dan disebabkan karena terganggunya habitat mereka, sehingga mereka menyebar ke luar habitat.

Dalam riset yang dilakukan oleh Tri selama 6 tahun memang menunjukan bahwa di setiap bencana memang selalu akan ada rekasi dari para hewan-hewan, seperti gigitan ular.

''Setiap disaster ada risiko snakebite, misalnya banjir di Sampang, gempa di Lombok, erupsi Gunung Raung, Erupsi Gunung Merapi, erupsi Gunung Agung, dan sebagainya,'' katanya seperti dilansir laman Depkes.

Tri dan timnya sebelumnya telah memprediksi akan ada kasus gigitan ular dan ternyata dugaannya benar. Hingga 31 Desember 2018 tercatat sudah ada 14 kasus.

Berdasarkan riset tersebut, dirinya telah memprediksi akan ada kasus gigitan ular usai tsunami di yang melanda Banten. Dan ternyata ada 14 kasus gigitan ular dari tanggal 22 sampai 31 Desember 2018.

Cara Mengatasi Gigitan Ular

Tri menjelaskan, jika terkena gigitan ular sebaiknya jangan dibawa ke dukun, jangan dihisap atau disedot, jangan ditoreh atau dikeluarkan darahnya, jangan dipijat, jangan diikat, dan jangan menggunakan obat herbal.

“Sebaiknya tenang dan istirahatlah terlebih dahulu, memasang bidai dan mengurangi pergerakan, lalu bawa ke pelayanan kesehatan terdekat seperti Puskesmas atau rumah sakit,” sarannya.

Hal yang sama diungkap oleh National Helath Service (NHS). Dilansir BBC, NHS menyarankan untuk bersikaplah tetap tenang, jaga agar bagian tubuh yang terkena dampak tetap diam, dan lepaskan perhiasan atau arloji.

NHS juga mengimbau bahwa jangan menghisap atau mencoba memotong dan melukai gigitan hingga keluar darah. Lalu jangan taburkan es, air panas, atau bahan kimia lainnya pada luka gigitan itu.

Hal itu karena bisa membuat pembengkakan bertambah buruk dan menyebabkan amputasi. Lebih baik menggunakan metode Australian Pressure Immobilisation Bandage (PIB) yang memang hanya untuk gigitan ular neurotoksik, yang tidak menyebabkan pembengkakan.

World Helath Organization (WHO) pada tahun 2018 mengatakan bahwa gigitan ular telah menjadi kasus mematikan di dunia yang perlu mendapat perhatian lebih. Tercatat 81.000 hingga 138.000 orang terbunuh oleh gigitan ular setiap tahun.

WHO akan mengembangkan rencana aksi global untuk mengatasi masalah ini, yang akan mencakup menyediakan penangkal dan pelatihan yang lebih murah.

Tri bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah melakukan pelatihan kepada tenaga kesehatan di pengungsian, Dinas Keshatan Padeglang, RS Berkah, dan RSUD dr. Drajat Prawiranegara, Serang.

''Saya akan datang kembali ke sini (Banten) bulan depan untuk training dan itu gratis,'' kata Tri.

Baca juga artikel terkait ULAR atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Yulaika Ramadhani

Artikel Terkait