tirto.id - Ade Komarudin (Akom), mantan Sekretaris Fraksi Partai Golkar mengakui pernah melaporkan desas-desus mengenai Setya Novanto kepada Aburizal Bakrie yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar.
Kesaksian Akom tersebut diungkapkan saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (16/10/2017). “Saya mengingatkan kepada ketua umum partai, Pak Ical. Saya sampaikan bising di media, bisik-bisik, tolong diingatkan Pak Ketua agar Pak Novanto tidak terlibat dalam pekerjaan itu karena ada kekhawatiran saya,” kata Akom.
Akom menambahkan “Saya saat itu kebetulan sekretaris fraksi dan beliau [Novanto] juga bendahara partai. Posisi itu krusial, kalau partai menerima uang tidak halal, maka partai bisa terlibat.”
Dalam sidang korupsi e-KTP ini, Akom menjadi saksi untuk terdakwa pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, yang didakwa mendapatkan keuntungan 1,499 juta dolar AS dan Rp1 miliar dalam proyek pengadaan kartu tanda penduduk secara nasional berbasis data elektronik (KTP-el) dengan dugaan berpotensi merugikan keuangan negara senilai Rp2,3 triliun.
“Memang berita tentang apa sampai harus mengingatkan?” tanya Ketua Majelis Hakim, Jhon Halasan Butarbutar.
“Ya, tolong diingatkan agar tidak terlibat pekerjaan itu, soal e-KTP,” kata Akom menjawab pertanyaan hakim.
"Akhirnya diingatkan atau tidak?" tanya hakim Jhon.
"Akhirnya, benar diingatkan, dan Pak Novanto sering berkoordinasi dengan saya mengenai banyak hal karena ketua dan sekretaris harus banyak bekerja sama dalam banyak hal. Lalu, Pak Novanto mengatakan 'sudah saya sampaikan ke Pak Ical tidak apa-apa'. Ya sudah, Alhamdulilah," jawab Akom.
"Ada pertemuan di rumah ketua partai?" tanya hakim Jhon.
"Tidak, itu di rumah saya. Kami koordinasi malam hari di rumah saya. Banyak agenda di rumah saya, lalu dia mengatakan 'aman'. Ya sudah, Alhamdulilah. Pertemuan itu, kalau besoknya ada agenda penting partai yang harus diamankan. Jadi, kami koordinasi," jawab Akom.
Pertemuan itu terjadi di rumahnya di Jalan Mendawai 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada sekira tahun 2014. Saat itu Aburizal Bakrie menjabat Ketua Umum Dewan Pimpinan Partai Golkar, Setya Novanto selaku Bendahara Umum DPP Partai Golkar merangkap Ketua Fraksi Golkar di DPR RI, dan Ade Komaruddin menjadi Sekretaris Fraksi Partai Golkar di DPR RI.
"Apa pertemuannya berdua saja?" tanya hakim Jhon.
“Ya, kan beliau ketua fraksi, dan saya sekretaris. Dia menyampaikan ke ketua umum, Pak Ketua mengamankan, 'aman beh'. Saya positive thingking saja karena kepentingan saya hanya untuk partai karena kaitannya beliau bendahara umum kan bisa partai diancam dibubarkan kalau ada aliran dana. Tapi, disampaikan aman, berarti secara peraturan yang berlaku aman," jawab Akom, mengenai pertemuannya dengan Novanto saat itu.
“Tapi, Irman Dirjen Dukcapil juga pernah datang ke ruang Anda?" tanya hakim Jhon.
"Pernah, waktu itu saya ditelepon dari rumah, katanya ada tamu ketika saya sedang di luar. Akhirnya saya temui beliau. Beliau mengatakan kegelisahannya. 'Saya bekerja baik untuk negara, ini kok saya disorot-sorot'. Begitu katanya Pak Irman. Kemudian, saya sampaikan 'jangan khawatir Pak Irman sepanjang sesuai peraturan yang berlaku tidak usah takut, kita akan bersama-samalah'," jawab Akom.
"Setnov datang ke ruamh Anda sedikit banyak terkait e-KTP, Irman juga datang bicara tentang e-KTP, kok bisa titik temunya ke Bapak?" tanya hakim Jhon.
"Pak Irman pernah bertemu dengan Pak Mendagri, suka ketemu dua, tiga, kali secara resmi ataupun tidak resmi. Jadi, saya komunikasi dengan beliau wajar karena semua menteri berkomunikasi, kemudian dengan Pak Irman komunikasi secara umum tidak khusus bicara, semacam silaturahmi," jawab Akom.
Akom pun membantah pernah menerima uang terkait e-KTP. “Alhamdulilah tidak terima," ungkap Akom.
Dalam putusan tingkat pertama mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto, Akom disebut mendapatkan 100.000 dolar AS.
Uang diserahkan ke Ade Komarudin melalui ketua pengadaan KTP-e Drajat Wisnu Setiawan. Uang itu berasal dari seseorang yang mengantarkan uang ke ruangan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri saat itu Diah Angraeni.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz