Menuju konten utama

Kabar Gembira: Teknologi Baterai Litium yang Tak Akan Meledak

Berkali-kali ada insiden baterai litium pada ponsel meledak. Beberapa pengembang menemukan solusinya.

Ilustrasi baterai litium. Getty Images/iStokphoto

tirto.id - Wakil Dewan Nasional Swiss Marina Carobbio dikabarkan mengalami cedera parah dan harus menjalani perawatan medis akibat baterai laptop Zbook produksi Hewlett-Packard (HP) yang dipakainya meledak tiba-tiba. Menurut media lokal Tages-Anzeiger, insiden tersebut terjadi pada awal pekan lalu.

Parlemen Swiss langsung bereaksi dengan memanggil pihak HP untuk dimintai keterangan. Perwakilan HP untuk Swiss, Adrian Müller, mengaku bahwa insiden meledaknya baterai laptop keluaran HP sebagai yang pertama terjadi di negara itu.

Para politisi Swiss di parlemen diketahui menggunakan laptop Zbook karena HP menang tender pengadaan laptop di lingkungan pemerintahan Swiss. Namun ternyata, tak semua laptop yang dipesan berfungsi lancar.

Sebelum Carobbio, Presiden Dewan Nasional Swiss, Dominique de Buman juga mengalami hal tak mengenakkan dengan baterai laptop HP Zbook miliknya. Dilansir dari The Local suhu baterai dirasa memanas tidak wajar hingga disebut mencapai ke titik didih. De Buman terpaksa mengganti baterai tersebut.

Di Kota West Linn, Oregon, Amerika Serikat, pada Senin (8/10) kemarin, kamera CCTV di sebuah kios reparasi ponsel merekam detik-detik meledaknya baterai ponsel Samsung Galaxy S7 Edge. Sebagaimana diwartakan FOX 12 Oregon, pemilik ponsel awalnya mengeluhkan masalah pengisian daya di ponsel miliknya dan melepas baterai di tempat reparasi tersebut. Tiba-tiba, baterai itu meledak dan terbakar hebat.

Kobaran api sempat merusak lantai tempat reparasi ponsel. Untungnya, sebelum api menjalar dan membesar, api cepat-cepat dipadamkan oleh pemilik kios reparasi.

Ketika dimintai keterangan oleh FOX 12, pihak Samsung hanya memberikan jawaban normatif bahwa mereka akan mempelajari kasus tersebut. Samsung juga mewanti-wanti pelanggan untuk tidak mendatangi tempat reparasi ponsel yang tidak resmi.

Dalam beberapa tahun terakhir, kasus meledaknya baterai pada perangkat elektronik dilaporkan terjadi di berbagai belahan bumi.

Samsung pernah mengalami kejadian serupa pada 2016. Beberapa minggu setelah peluncuran Galaxy Note 7 yang digembar-gemborkan sebagai perangkat aman, seorang pengguna di Korea Selatan melaporkan bahwa Note 7 miliknya terbakar. Raksasa ponsel asal Korea Selatan itu segera menghentikan produksi dan merugi 26 miliar dollar.

Mengapai Baterai?

Keberadaan baterai sangat vital dalam kehidupan sehari-hari. Hampir semua perangkat elektronik portabel disokong baterai sebagai sumber tenaga, mulai dari ponsel, laptop, hingga mobil listrik.

Ada banyak jenis baterai yang beredar di pasaran. Kategorinya biasanya didasarkan pada materi penyusun dan kegunaannya. Misalnya baterai alkalin, baterai nikel, baterai kering, baterai litium-ion, dan banyak lagi.

Dari sederet jenis baterai yang ada, litium-ion adalah baterai yang paling umum digunakan. Baterai litium termasuk jenis baterai yang dapat diisi ulang daya listriknya.

Baterai isi ulang memang banyak ragamnya, tak cuma litium-ion. Akan tetapi, baterai macam ini punya keunggulan. Selain ramping, litium-ion mampu menyimpan daya listrik berjam-jam, bahkan berhari-hari. Oleh karena itu, jenis baterai ini banyak dipakai oleh para produsen perangkat elektronik portabel.

Handycam Sony keluaran 1991 tercatat sebagai perangkat portabel pertama yang memakai jenis baterai litium. Sejak itu, langkah Sony diikuti oleh produsen perangkat elektronik lainnya.

Materi penyusun baterai litium terdiri atas sebuah katoda, anoda dan litium. Katoda dan anoda dipisahkan cairan elektrolit dan sebuah bahan berpori yang disebut separator. Ion litium mengalir antara katoda dan anoda melalui separator dalam cairan elektrolit.

Tidak semua baterai litium berakhir dengan kerusakan, meledak, dan mencederai penggunanya ketika digunakan. Namun, sederet kasus malfungsi baterai litium yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir jelas tak bisa diabaikan.

Dilansir Wired, seiring pesatnya perkembangan teknologi, fisik baterai litium terus mengalami penyesuaian menjadi seramping mungkin, namun juga dituntut punya kapasitas penyimpanan daya yang besar dengan harga yang terjangkau. Pola kombinasi tersebut disinyalir menjadi salah satu penyebab mengapa baterai litium akhir-akhir ini kerap bermasalah.

Agar Tidak Meledak

Para pengembang teknologi dan sejumlah ilmuwan terus melakukan terobosan guna mengatasi problem ledakan pada baterai litium.

Dalam artikel jurnal berjudul "Upgrading traditional liquid electrolyte via in situ gelation for future lithium metal batteries" (2018) yang diterbitkan Science Advance, Feng-Quan Liu dkk menawarkan mekanisme mengubah cairan baterai litium-ion menjadi padat atau semi padat dengan bantuan bahan senyawa kimia litium heksafluorofosfat (LiPF6).

Bahan yang berbentuk gel ini diketahui lebih stabil dari cairan konvensional pada litium-ion dengan tetap bertenaga selama lebih dari 400 jam waktu pengujian dibanding dengan cairan sebelumnya.

Menurut para peneliti tersebut, masalah yang paling umum terjadi saat gangguan dalam baterai litium adalah tumbuhnya dendrit yang tidak hanya menguras daya lebih cepat dari yang dibutuhkan perangkat, tapi juga bisa menyebabkan kebakaran.

Dijelaskan bahwa dendrit adalah semacam untaian paku litium yang tumbuh di anoda baterai. Ketika baterai diisi ulang, ion litium bergerak dari satu sisi ke sisi lain dalam baterai, berjalan di dalam cairan elektrolit. Setelah diisi ulang berkali-kali, pertumbuhan dendrit terakumulasi dan makin mempersingkat masa pakai baterai.

Dengan melibatkan senyawa LiPF6, pertumbuhan dendrit dapat ditekan sehingga tak hanya mencegah kebakaran saat mengisi daya, tapi juga bisa menghemat daya baterai dan memperpanjang masa pakai.

src="//mmc.tirto.id/image/2018/10/12/baterai-tahan-banting--mild--quita-01.jpg" width="860" alt="Infografik Baterai tahan banting" /

Di Amerika Serikat, sebuah perusahaan bernama Amionx yang bermarkas di California mengklaim telah menciptakan baterai litium-ion yang tidak akan terbakar bahkan ketika dihancurkan atau ditembak sekalipun. Produk baterai tersebut dinamai SafeCore. Tentu ketahanan itu tak ditemukan pada baterai litium normal yang akan meledak atau terbakar ketika dipanaskan di api, ditusuk, ditembak, atau dihancurkan dengan cara lain.

Dilansir dari CNet, proses produksi di markas Amionx memperlihatkan penyemprotan cairan hitam ke lembaran logam tipis yang diketahui sebagai proses laminator elektroda. Semua terminal positif dan negatif melalui proses laminasi sebelum akhirnya dirilis menjadi potongan-potongan yang lebih kecil dan ditumpuk ke dalam sebuah sel baterai. Sejauh ini, Amionx hanya memasok baterai litium tahan banting ini untuk militer AS.

Tampaknya, berbagai terobosan dari para ilmuwan dan pengembang yang sudah membuat baterai litium lebih aman sangat perlu untuk dikomersialisasikan menjadi sebuah standar mutu produksi.

Jawatan Penerbangan Federal Amerika Serikat (FAA) pernah menyebutkan (PDF) bahwa hanya dalam waktu empat bulan pertama di tahun 2017, mereka menerima laporan tentang 17 insiden kebakaran perangkat berbaterai litium di pesawat.

Angka tersebut cenderung naik dari tahun ke tahun. Sebelumnya, pada 2014 FAA mencatat ada sembilan insiden dan pada 2015 terdapat 16 kasus. Jenis perangkat tersebut bermacam-macam. Mulai dari laptop, ponsel, rokok elektrik, dan sebagainya.

Baca juga artikel terkait BATERAI atau tulisan lainnya dari Tony Firman

tirto.id - Teknologi
Penulis: Tony Firman
Editor: Windu Jusuf