tirto.id - Suzuki memutuskan tidak lagi turut serta dalam kompetisi balap MotoGP mulai tahun depan dan seterusnya--entah sampai kapan--pada awal Mei lalu. Keputusan ini diumumkan mendadak sampai-sampai pembalap mereka sendiri, Alex Rins dan Joan Mir, baru mengetahuinya.
Carmelo Ezpeleta, CEO Dorna Sports, pemegang hak komersial untuk MotoGP, mengatakan bahwa perusahaan “tidak senang dengan kepergian Suzuki.” Ia mengingatkan bahwa kontrak yang ditandatangani Suzuki tahun lalu seharusnya tidak memperbolehkan adanya pembatalan sepihak. Dalam kontrak dinyatakan Suzuki siap berkompetisi hingga 2026.
Namun demikian, ia juga mengatakan bahwa “kejuaraan akan baik-baik saja.”
Pada saat mengeluarkan pernyataan tersebut, Ezpeleta belum menjalin komunikasi intensif dengan Suzuki. Kendati memahami pilihan pabrikan asal Hamamatsu Jepang itu, ia tetap menginginkan penjelasan utuh, apalagi hanya tahu keputusan ini dari rumor dan keterangan manajer Suzuki Ecstar MotoGP, Livio Suppo.
Setelah berdiskusi, Ezpeleta pesimistis ada penyelesaian yang memuaskan kedua belah pihak. Dia percaya Suzuki tetap akan keluar dari MotoGP dan mau tidak mau Dorna harus mencari pabrikan atau tim pengganti.
“Aku tidak yakin akan ada solusinya, tapi bukan keinginan kita juga memaksa mereka untuk melanjutkan kompetisi jika mereka tidak mau. Kami menerima banyak permintaan dari tim-tim yang bisa mengambil tempat mereka dan yang perlu kami lakukan sekarang ada bekerja dengan tenang,” kata Ezpeleta lagi.
Dari situ bisa disimpulkan bahwa yang tengah jadi bahan diskusi antara dua pihak saat ini adalah tentang syarat-syarat pembatalan kontrak, bukan lagi mempertahankan Suzuki di kompetisi.
Bukan Kali Pertama
Dalam sejarah, Suzuki bukanlah satu-satunya tim yang memutuskan keluar dari MotoGP. Aprilia, jenama asal Italia, melakukannya pada 2004 lalu.
Pada masa itu pabrikan Jepang seperti Honda dan Yamaha mendominasi. Pembalap Yamaha Valentino Rossi bahkan tak terkejar dan keluar sebagai juara. Dari 16 seri balapan, The Doctor tercatat 11 kali berdiri di podium. Lebih dari setengahnya, atau sembilan kali, Rossi finis sebagai pembalap paling cepat.
Aprilia, di sisi lain, belum menemukan racikan terbaiknya. Motor mereka, Aprilia RS Cube, dianggap sulit dikendarai. Hal ini disebabkan karena mesin 990cc 3-silinder, yang dianggap paling kuat saat itu (bertenaga 225-235 bhp), tidak dilengkapi dengan perangkat elektronik memadai dan ditambah sasis sangat kaku.
Pada musim tersebut, lewat bendera MS Aprilia Racing, mereka punya empat pembalap: Shane Byrne dan Jeremy McWilliams asal Inggris, Michel Fabrizio dari Italia, dan Garry McCoy yang berkebangsaan Australia. Pencapaian terbaik diperoleh Byrne dan McWilliams. Itu pun hanya bertengger di urutan 19 dan 20.
Nasib mereka di kancah MotoGP berbanding terbalik dengan kelas 125 cc dan 250 cc. Pada musim yang sama Aprilia sukses menempati peringkat dua.
Karena performa yang buruk, setelah MotoGP 2004 selesai, Aprilia memilih undur diri. Mereka baru memberanikan diri lagi masuk ke MotoGP pada 2015, bekerja sama dengan tim balap Gresini. Dengan keputusan ini Aprilia menjadi salah satu tim yang paling lama comeback di MotoGP, tepatnya setelah 11 tahun.
Motor yang jadi andalan adalah Aprilia RS-GP. Dengan kendaraan ini mereka setidaknya berhasil masuk ke peringkat 10 besar pada 2021 berkat kemudi pembalap asal Spanyol, Aleix Espargaro.
Keluar dari kompetisi bahkan bukan kali pertama bagi Suzuki. Mereka pernah melakukannya pada 2011 lalu. Bedanya dari sekarang, keputusan ini tidak diumumkan mendadak dan menyalahi kontrak dengan Dorna.
Suzuki kembali mengaspal pada 2015 dan berhasil mencapai performa beringas hanya dalam waktu lima tahun. Bersama pembalap asal Spanyol, Joan Mir, mereka keluar jadi juara dunia 2020. Suzuki GSX-RR memang hanya berhasil menempati posisi puncak di lintasan sebanyak satu kali, tapi Mir menaiki podium secara konsisten sepanjang musim.
Mereka bahkan pernah melakukan langkah serupa ketika kelas MotoGP belum ada (baru muncul pada 2002) dan 500 cc jadi kelas yang paling prestise.
Pada Grand Prix musim 1982, tim Roberto Gallina yang mengandalkan Suzuki RG500, keluar sebagai juara. Saat itu pembalapnya adalah Franco Uncini, pria asal Italia yang di kemudian hari masuk dalam Hall of Fame MotoGP. Dari 12 kali seri balapan, Uncini menginjak podium satu sebanyak lima kali.
Meskipun dikenal sebagai pembalap andal, Uncini belum pernah sekalipun jadi juara dunia sebelum bertemu Suzuki. Pencapaian terbaiknya adalah juara kedua kelas 250 cc dengan motor Harley Davidson. Dia sempat mengendarai Suzuki RG500 pada kompetisi kelas 500 cc dari 1979-1980, tetapi masih gagal juga.
Dia pindah ke tim Roberto Gallina pada 1981. Gallina mendapatkan dukungan penuh dari pabrikan Suzuki di Jepang, tidak seperti tim Uncini sebelumnya meski mengandalkan motor yang sama.
Uncini tak bisa mempertahankan titel setelah pada musim berikutnya, tepatnya di seri GP Assen, Belanda, ban belakang tergelincir dan ia tidak bisa mengendalikan kuda besinya. Jatuh bukan lagi pilihan yang bisa dihindari. Setelah jatuh, Uncini segera menyelamatkan diri berlari keluar lintasan tapi gagal. Pembalap asal Australia Wayne Gardner menabraknya tepat di bagian kepala. Helm Uncini lepas seketika dan dia terkapar tak bergerak di jalanan.
Setelah itu Suzuki menarik diri dari balapan hingga akhir musim dan tak kembali lagi hingga 1987.
Akibatnya Uncini harus balapan dengan tim yang tidak lagi didukung oleh Suzuki meski motor yang dipakai tetap sama. Dampaknya terasa betul karena hingga pensiun pada 1985 Uncini tak lagi mampu meraih titel juara dunia.
Keputusan Buruk?
“Ini sejarah yang serupa denganku. Di tahun 1982, aku memenangkan juara dunia, sedangkan Joan Mir di 2020. Tidak lama setelahnya, tim Suzuki menarik diri dan bahkan pada saat itu (1982), adalah sesuatu yang mengagetkan,” demikian Uncini mengomentari keputusan mantan timnya itu.
“Aku terkejut dan sedikit kecewa karena pada saat ini Suzuki sangat kompetitif dengan dua pembalap tangguh dan motor yang bisa mengejar gelar juara. Mundur dari kompetisi adalah sebuah kesalahan,” kata Uncini lagi.
Suzuki GSX-RR, motor yang dipakai sekarang, memang cukup tangguh. Kendati di tahun lalu Mir tidak berhasil menjadi juara, tapi dia mampu meraih posisi ketiga dan empat kali meraih podium pertama. Di musim 2022 yang masih berjalan, Mir di peringkat sembilan sementara pembalap Suzuki lain, Alex Rins, di posisi empat.
Apa sebenarnya alasan Suzuki undur diri? Dalam keterangan pers di situs resmi, Suzuki mengatakan akan “memfokuskan pendanaan dan sumber daya manusia pada pengembangan teknologi baru” dalam rangka merespons “situasi ekonomi saat ini dan perubahan besar yang dihadapi industri otomotif dalam beberapa tahun terakhir.” Situasi ekonomi sulit yang mereka maksud terutama disebabkan dua hal: pandemi Covid-19 dan perang Ukraina-Rusia.
Berdasarkan situs Motorcyclesdata, Covid-19 membuat penjualan sepeda motor Suzuki secara global turun paling parah sepanjang 20 tahun terakhir, yaitu hanya 1,3 juta unit. Namun tahun lalu situasi mulai pulih. Suzuki mencatatkan penjualan sebanyak 1,7 juta unit.
Suzuki tampak sadar bahwa pemulihan ini harus diantisipasi dengan baik dan menghabiskan banyak uang di balap sekelas MotoGP bukan pilihan yang tepat. Mereka memilih menginvestasikan uang $1 miliar dolar AS untuk pengembangan mobil listrik terbang bersama dengan SkyDrive Inc.
Meskipun investasi itu berpotensi meningkatkan keuntungan, pembalap mereka tetap saja merasa dirugikan. Keputusan mendadak ini membuat nasib mereka tidak jelas--sembari tetap harus mengejar gelar juara.
Saat ini manajer Mir sedang sibuk mengejar kontrak dengan Honda. Sementara Rins belum menentukan masa depannya. “Pada akhirnya, aku bisa saja mencari sesuatu untuk musim depan, tapi buat mereka (tim balap/mekanik) tentu akan lebih sulit. Aku merasa sedih, mereka seperti keluarga buatku,” kata Rins dicatatReuters.
Keputusan ini juga disesali pihak luar. Mantan pembalap asal Inggris, Keith Huewen, mengatakan pilihan Suzuki mungkin “benar secara fiskal” mengingat situasi pasar dunia yang tengah rentan karena perang di Ukraina. Namun tetap saja semestinya itu tidak membebani tim balap yang tengah menunjukkan keberhasilan.
“Ini merupakan bencana absolut bagi tim. Pada tingkat profesional, ini sama buruknya. Dan dari sudut pandang penggemar balapan, ini menghancurkan,” kata Huewen dilansir Crash.
Editor: Rio Apinino