tirto.id - Film James Bond “The Man with Golden Gun” pada 1974, menyuguhkan aksi agen rahasia 007 James Bond dengan mobil terbangnya. Mobil terbang AMC Matador yang diberikan sayap lebar dengan sirip di atap sudah layaknya pesawat udara.
Empat dekade lalu keberadaan mobil terbang memang masih sebatas khayalan. Namun, kini mobil terbang sudah jadi kenyataan dengan berbagai prototipe yang sudah berhasil dibuat, dan bahkan sudah memasuki tahap produksi massal. Perusahaan teknologi berbasis di Amerika Serikat, Terrafugia sudah siap memproduksi massal dan memasarkan mobil terbang yang dinamai Terrafugia Transition.
Automotive News mewartakan Terrafugia mengumumkan telah membuka pesanan Terrafugia Transition untuk produksi pertama mobil terbang. Unitnya akan didistribusikan kepada pembeli mulai awal 2019.
Terrafugia Transition dapat memuat dua penumpang. Mobil terbang tersebut mesin bensin 4-silinder yang dikawinkan dengan teknologi hybrid sebagai sumber tenaga. Di udara mobil tersebut bisa melaju dengan kecepatan 160 km/jam dengan ketinggian jelajah 9.000 kaki (2.743 meter).
Untuk bisa terbang, Terrafugia Transition memiliki dua sayap yang bisa dilipat saat ada di darat, sirip, dan baling-baling. Melansir Automotive News, Transition bisa beralih dari mode “darat” ke mode “terbang” dalam waktu kurang dari satu menit.
Prinsip kerja mobil terbang Terrafugia tidak seperti helikopter yang bisa terbang tanpa ancang-ancang terlebih dahulu. Butuh landasan pacu jarak pendek sekurangnya 400 meter buat menerbangkan Terrafugia Transition. Digital Trend mencatat, Transition masuk dalam kategori “street legal aircraft” yang artinya pengemudi kendaraan tersebut harus memiliki lisensi terbang sekaligus izin mengemudi.
Terrafugia menyatakan produknya itu terbang sesuai dengan peraturan aviasi yang berlaku di tempatnya beroperasi, sehingga tidak mengganggu penerbangan pesawat udara. Mobil tersebut juga sudah tersertifikasi oleh sebagai lighsport aircraft oleh Federal Aviation Administration (FAA)—regulator penerbangan sipil di AS.
Untuk penggunaan jalur darat, Terrafugia Transition telah mendapatkan izin operasi dari National Highway Traffic Safety Administration—badan keselamatan jalan raya di bawah Kementerian Perhubungan AS.
Terrafugia Transition diproduksi massal setelah melewati berbagai penyempurnaan. Wujud purwarupa mobil terbang itu kali pertama muncul pada 2009. Selanjutnya di 2012 Terrafugia memperbarui mobil terbangnya itu, sampai akhirnya siap untuk diproduksi massal. Beragam penyempurnaan dilakukan pada Transition, mulai dari memperbaiki bentuk jok, sabuk keselamatan, memberikan airbag, dan sistem parasut. Terrafugia berupaya agar mobilnya punya kemampuan sama baiknya saat melaju di jalan raya dan ketika terbang.
“Mengembangkan teknologi baru ini membuat kami bisa mencoba berbagai jenis mekanisme dan menghasilkan sejumlah perbaikan selama proses pembuatan,” ujar CEO Terrafugia Chris Jaran dikutip Express. “Kami berada di titik kritis di mana kami bisa mengimplementasikan rancangan terbaik berdasarkan hasil tes uji jalan dan terbang,” sebut Jaran.
Terrafugia merupakan perusahaan teknologi yang didirikan pada 2006 oleh para lulusan Institut Teknologi Massachusetts, AS. Setahun lalu, perusahaan otomotif Tiongko Zheejiang Geely Holding Group mengakuisisi saham Terrafugia.
Di bawah kendali Geely, Terrafugia akan masuk ke dalam ceruk pasar kendaraan modern. Setelah merilis mobil terbang Transition, Terafugia menyiapkan produk mobil terbang berikutnya bernama Terrafugia TF-X.
TF-X dapat mengangkut empat orang penumpang. Mobil terbang itu lebih praktis untuk dioperasikan, karena tidak membutuhkan landasan untuk terbang atau mendarat.
“TF-X tidak butuh bandara untuk tinggal landas dan mendarat, dan mobil itu bisa digunakan untuk berbagai jenis jalanan dan (termasuk) jalan raya—menjadi alat transportasi yang nyaman untuk bepergian,” ujar Jaran sembari mempromosikan karyanya.
Enam tahun lalu, jurnalis teknologi Jeff Wise pernah membuat artikel berjudul "7 Reasons the Terrafugia Transition Isn't Coming to Your Garage" pada Popular Mechanics. Wise termasuk yang pesimistis mobil terbang bisa benar-benar terwujud karena beberapa faktor, salah satunya harga yang tak ekonomis. Saat itu, harga terendah Terrafugia Transition diasumsikan mencapai US$279 ribu atau sekitar Rp4 miliar lebih (kurs dolar Rp15 ribu). Saat ini pihak Terrafugia belum memberikan harga yang pasti pada produknya.
Ramai-Ramai Pamer Mobil Terbang
Di Geneva Motor Show 2018 pada Maret lalu, Audi, Italdesign, dan Airbus menampilkan mobil terbang hasil kolaborasi mereka. Pop.Up. Next adalah nama mobil tersebut, menggabungkan prinsip kerja drone dengan mobil elektrik.
Mencuplik Express, ada tiga bagian utama pada Pop.Up.Next yang bisa dibongkar-pasang. Bagian pertama, yakni perangkat sasis mobil—terdiri dari motor listrik, roda, dan lainnya yang dilepas ketika terbang. Bagian kedua, yakni ruang “kapsul” yang berfungsi sebagai kabin penumpang. Bagian ketiga, yakni empat set baling-baling “drone” untuk membawa mobil terbang dan ditanggalkan pada mode darat.
Di jalan darat, mobil dapat melaju secara otonom mengandalkan teknologi kecerdasan buatan. Pengendalian mobil ketika terbang dijalankan lewat layar berukuran 49 inci yang tertanam di dalam ruang kapsul. Layar tersebut dapat dijalankan dengan sistem pengenalan wajah, eye-tracking, dan kendali layar sentuh.
“Kreativitas dibutuhkan ketika masalah mobilitas untuk perkotaan dan masyarakatnya yang berbeda membutuhkan konsep baru,” ujar Dr. Bernd Martens, Audi Board Member for Procurement sekaligus Presiden Italdesign. “Pop.Up.Next adalah ambisi masa depan yang bisa mengubah kehidupan urban,” sebut Martens.
Pabrikan mobil asal Inggris, yang juga lekat dengan karakter James Bond, Aston Martin pun telah memperlihatkan bentuk mobil terbangnya. Aston Martin Volante Vision Concept dibuat sebagai perwujudan kendaraan masa depan, mobil sekaligus pesawat udara berukuran kecil yang bisa disimpan di garasi rumah.
“Konsep ini bertujuan untuk menggambarkan teknologi anyar, material, dan keindahan,” kata Juru Bicara Aston Martin Matt Clarke dikutip USA Today.
Toyota pun sudah punya rancangan mobil terbang yang kabarnya akan digunakan pada Olimpiade Tokyo pada 2020. Begitu juga dengan perusahaan transportasi Uber, berambisi menjajal layanan taksi terbang dalam waktu dekat di Dallas AS dan Dubai Uni Emirat Arab.
Mobil terbang diprediksi akan semakin populer dalam puluhan tahun mendatang, menemani mobil otonom. Namun, ada beberapa kendala yang dihadapi mobil-mobil bersayap jika bersinggungan dengan lalu lintas umum.
Mencuplik Forbes, mobil terbang bakal merepotkan jika membutuhkan landasan untuk terbang dan mendarat, seperti Terrafugia Transition. Di kawasan perkotaan yang padat, hampir mustahil buat mendapatkan landasan pacu. Sehingga konsep drone dengan prinsip vertical take-off and landing bakal lebih tepat untuk diterapkan pada mobil terbang. Sehingga mobil bisa terbang dan mendarat dengan praktis, tanpa landasan.
Di udara, mobil-mobil ini tidak bisa berseliweran sembarangan. Jika tidak diatur dengan baik, mobil terbang dapat menjadi ancaman keselamatan massal buat keselamatan penerbangan sipil. Keberadaan air traffic control (ATC) khusus mobil terbang perlu dibuat jika mobil terbang mulai dilirik oleh masyarakat.
Kerepotan lain yang bakal datang ketika era mobil terbang semakin eksis, yakni kepemilikan lisensi pilot. Para pemilik mobil mau tidak mau harus mengantongi dokumen tersebut agar bisa mengoperasikan mobil terbang dengan tepat. Risiko keamanan mobil-mobil bersayap juga belum teruji.
Editor: Suhendra