Menuju konten utama

Jejak Pasar Modal Indonesia dari Zaman Hindia Belanda

Kekacauan politik sempat membuat bursa saham Indonesia ditutup. Kini, sudah 40 tahun pasar modal Indonesia diaktifkan kembali. Bagaimana perkembangannya?

Jejak Pasar Modal Indonesia dari Zaman Hindia Belanda
Pekerja Bursa Efek Indonesia melintas diruang pemantauan Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (13/7). tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - Tanggal 10 Agustus 2017, merupakan peringatan 40 tahun diaktifkannya kembali pasar modal Indonesia. Sebenarnya, sejarah pasar modal sudah panjang di republik ini.

Bursa sudah ada sejak tahun 1912. Namun, jika dirunut lebih jauh, sebenarnya perdagangan surat berharga sudah dimulai sejak tahun 1880 di Batavia. Hanya saja, perdagangan efek itu belum resmi dan tidak ada pencatatan yang rinci. Menurut beberapa sumber, pada tahun 1878 mulai terbentuk sekuritas pertama yaitu Dunlop & Koff. Sekuritas ini merupakan cikal bakal PT Perdana.

Transaksi surat berharga pertama kali yang terjadi adalah penjualan 400 saham dari perusahaan perkebunan yaitu Cultuur Maatchappij Goalpara. Sahamnya dijual seharga 500 gulden per saham. Selanjutnya pada tahun 1896 harian Het Centrum dari Djoejacarta menjual saham dengan harga perdana 100 gulden. Sayangnya tidak didapatkan keterangan apakah saham tersebut diperjualbelikan. Diperkirakan, yang diperjualbelikan adalah saham yang terdaftar di bursa Amsterdam tetapi investornya berada di Batavia, Surabaya dan Semarang.

Pemerintah Belanda lalu mulai membangun perkebunan besar-besaran di Indonesa. Salah satu pendanaan bersumber pengerahan dari simpanan orang Belanda dan Eropa lainnya. Sehingga pemerintah Belanda memutuskan untuk membuka pasar modal di Batavia yang merupakan cabang dari Amsterdamse Effectenbeueurs pada 14 Desember 1912. Perdagangan surat berharga ketika itu diselenggarakan oleh Vereniging voor de Effectenhandel. Di kawasan Asia, bursa di Batavia ini merupakan bursa keempat setelah pendirian bursa Mumbai (1830), Hongkong (1847) dan Tokyo (1878).

Pada tahap awal ada 13 perusahaan sekuritas anggota bursa yang aktif bertransaksi yaitu Fa. Dunlop & Kolf; Fa. Gijselman & Steup; Fa. Monod & Co.; Fa. Adree Witansi & Co.; Fa. A.W. Deeleman; Fa. H. Jul Joostensz; Fa. Jeannette Walen; Fa. Wiekert & V.D. Linden; Fa. Walbrink & Co; Wieckert & V.D. Linden; Fa. Vermeys & Co juga Fa. Cruyff dan Fa. Gebroeders. Pada awal berdirinya, bursa memperjualbelikan saham dan obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan perkebunan Belanda di Indonesia.

Kekacauan politik dan ekonomi akibat Perang Dunia I membuat bursa ditutup, pada tahun 1914 lalu dibuka lagi pada tahun 1918. Keberadaan bursa ternyata menarik minat banyak pihak. Sehingga pada 11 Januari 1925 dibuka bursa lagi di Surabaya dan pada 1 Agustus 1925 dibuka juga bursa di Semarang.

Masa keemasan bursa di Batavia, Surabaya dan Semarang tidak berlangsung lama. Perang Dunia II yang melanda serta resesi ekonomi membuat bursa harus ditutup. Bursa Efek Surabaya dan Semarang ditutup terlebih dahulu pada tahun 1939. Lalu pada 10 Mei 1940 Bursa Efek Jakarta pun ditutup.

Barulah pada tahun 1952 Bursa Efek Jakarta diaktifkan kembali berdasarkan UU Darurat Pasar Modal 1951. UU ini dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman Lukman Wiradinata dan Menteri Keuangan Prof DR Soemitro Djojohadikusumo. Setelah kemerdekaan, terjadi nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa semakin tidak efektif. Bursa pun tidak ada kegiatan hingga 10 Agustus 1977.

Presiden Soeharto kembali meresmikan bursa. Bursa Efek Indonesia dijalankan di bawah Badan Pelaksana Pasar Modal. Tanggal itulah yang diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Pasar Modal. Emiten pertama yang melantai di bursa adalah PT Semen Cibinong.

Infografik Sejarah BEI

Pihak yang Terlibat di Pasar Modal

Ada banyak pihak yang terlibat dalam pasar modal. Pasar modal berada di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Di bawahnya ada perusahaan swasta self regulatory organization yang atas PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dan Kustodian Sentral efek Indonesia (KSEI).

Ada pula pelaku pasar modal seperti perusahaan efek. Izin operasional perusahaan efek bermacam-macam menurut layanannya seperti penjamin pelaksana emisi yaitu membantu perusahaan yang akan menerbitkan surat berharga seperti saham atau obligasi, pedagang perantara efek yaitu menjadi perantara penjualan dan pembelian saham antara investor dan manajer investasi. Belakangan, ada ketentuan untuk memisahkan izin operasional sebagai manajer investasi dari perusahaan efek. Manajer investasi membuat produk bernama reksa dana. Pada perusahaan sekuritas dan manajer investasi, terdapat analis dan ekonom yang memberikan analisis mengenai saham maupun perekonomian. Informasi ini diperlukan oleh para investor agar dapat mengambil keputusan dalam berinvestasi.

Selain itu, ada pula lembaga penunjang antara lain biro administrasi efek yang mencatat dan mengadministrasikan efek emite. Ada pula bank kustodian yaitu bank yang menampung rekening dana investor, wali amanat dan pemeringkat efek.

Ada pula profesi penunjang seperti notaris, akuntan, konsultan hukum, dan penilai. Sementara investor terbagi menjadi dua, investor asing dan investor domestik. Baik investor asing dan domestik, terdiri atas investor institusi seperti perusahaan pengelola dana pensiun, perusahaan asuransi, manajer investasi. Ada pula investor ritel yaitu investor perorangan.

Tantangan

Ke depan, pasar modal sangat diharapkan menjadi penyedia sumber pendanaan selain perbankan. Kebutuhan dana jangka panjang diharapkan dapat dipenuhi dari pasar modal, terutama untuk proyek infrastruktur. Pendanaan infrastruktur yang berjangka panjang lebih cocok didanai dari pasar modal, seperti penerbitan obligasi atau reksa dana penyertaan terbatas untuk infrastruktur.

Dana perbankan, lebih cocok digunakan untuk mendanai keperluan jangka pendek. Simpanan deposito di bank paling lama bertenor 1 tahun. Sedangkan tenor obligasi dapat lebih panjang, hingga puluhan tahun, sesuai dengan kebutuhan jangka panjang.

“Usia 40 tahun adalah usia matang. Diharapkan Pasar modal jadi intermediasi untuk pembangunan di pasar modal. Saat ini, bank masih lebih dominan, sementara proyek infrastruktur memerlukan dana jangka panjang. Perusahaan yang menangani infra pada saat ini masih dalam proses untuk mengeluarkan surat berharga di pasar modal. Cepat atau lambat harus dilakukan supaya mendapatkan dana menengah dan jangka panjang dari pasar modal,” kata Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso.

Perkembangan pasar modal Indonesia memang sudah pesat. Pada tahun 1977, posisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada di level 98,00, sementara per 11 Agustus 2017 IHSG sudah berada di level 5.766. Artinya ada peningkatan sebesar 5.000 persen.

Sementara itu, nilai kapitalisasi pasar modal Indonesia pada tahun 1977 sebesar Rp 2,73 miliar, sedangkan per 11 Agustus 2017 nilai kapitalisasinya sudah mencapai Rp6.319,55 triliun.

Selain meningkatkan peran pasar modal dalam pembangunan infrastruktur, diperlukan pula pendalaman pasar modal dengan cara memperbanyak instrumen. Saat ini, instrumen untuk lindung nilai dianggap sangat kurang sehingga perlu dibuat berbagai instrumen untuk dapat memenuhi kebutuhan investor.

Per 7 Juni, data dari PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat ada 1.000.289 investor. Investor tersebut merupakan gabungan dari pemilik saham, surat utang, reksa dana, surat berharga negara dan efek lain. Dari jumlah tersebut, sebagian besar adalah investor saham, sebanyak 580.685 dan investor reksa dana sebanyak 523.309 investor. Sementara investor pemilik surat berharga atau surat berharga negara sebanyak 117.816 investor dan pemilik saham warkat sebanyak 1.638 investor.

Investor lokal menguasai 51,14 persen portofolio dan 48,86 persen lainnya adalah investor asing.Menurut Direktur Utama KSEI, Friderica Widyasari Dewi, jumlah investor yang telah melebihi satu juta tersebut merupakan pencapaian yang luar biasa bagi pasar modal di Indonesia.

Berbagai cara dilakukan untuk menarik minat investor, seperti membuka Galeri Investasi, sudah 300 dibuka hingga 13 Agustus ini. Terbaru ,bursa juga bekerja sama dengan BRI dalam program Desa Nabung Saham. “Nanti BRI dapat menggunakan fasilitas yang dimiliki BEI seperti kantor cabang dan 300 Galeri Investasi,” kata Direktur Utama BEI Tito Sulistio.

Diharapkan berbagai program ini dapat meningkatkan literasi masyarakat tentang pasar modal dan meningkatkan jumlah investor di bursa saham.

Dirgahayu pasar modal Indonesia.

Baca juga artikel terkait BURSA EFEK INDONESIA atau tulisan lainnya dari Yan Chandra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Yan Chandra
Penulis: Yan Chandra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti