Menuju konten utama

Menunggu Papan Baru Agar UKM Bisa Melantai di Bursa

Bursa Efek Indonesia sedang mempersiapkan papan baru untuk UKM yang ingin mencatatkan sahamnya di lantai bursa. Papan ini melengkapi papan utama dan papan pengembangan yang sudah ada di BEI sebelumnya.

 Menunggu Papan Baru Agar UKM Bisa Melantai di Bursa
Karyawan melintasi layar Indeks Perdagangan Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia Jakarta, Senin (24/7). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

tirto.id - Para pemangku kebijakan hingga kalangan pengusaha gencar mendorong UKM untuk mencatatkan sahamnya di bursa, menjadi perusahaan terbuka guna menghimpun dana. Sayangnya, langkah UKM melantai di bursa itu selama ini masih terhambat oleh banyak hal.

“Jadi saya percaya UKM kita harus didorong go public untuk meningkatkan karena ASEAN akan menjadi pasar yang besar,” kata pengusaha sekaligus wakil gubernur DKI Jakarta terpilih, Sandiaga Uno, dalam pidatonya di Bursa Efek Indonesia, Senin (24/7).

Rosan Roeslani, Ketua Kadin juga berujar hal yang sama. Ia mengajak UKM untuk melakulan penawaran saham perdana (Initial Public Offering/IPO) dan menyerukan kepada pihak BEI agar memberikan kemudahan bagi UKM. “Untuk go public kan biayanya masih berat ya buat mereka, jadi, masih kami usahakan agar diberikan kemudahan,” ujar Rosan.

Dia menjelaskan, ada 26.000 UKM yang terdaftar di Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Dengan aturan yang berlaku saat ini, hanya ada sekitar 3 hingga 4 UKM yang menurut Rosan siap IPO. Mereka yang siap IPO itu ada di sektor konsumer, seperti produsen keripik atau sambal kemasan.

Rata-rata aset dari perusahaan UKM yang siap IPO itu, lanjut Rosan, sekitar Rp30 miliar. “Yang satu agak lumayan, karena baru beli mesin, sekitar Rp50 miliar lah asetnya,” imbuhnya. Selain meminta adanya keringanan listing fee, Rosan juga mengajukan adanya kemudahan lain seperti tak perlu ada direktrur atau komisaris independen.

Seperti diketahui, saat ini, BEI mensyaratkan adanya direktur dan komisaris independen bagi perusahaan yang ingin IPO. Sementara jarang sekali ada UKM yang memiliki perangkat itu dalam manajemennya.

Seorang anggota Kadin yang hadir dan ikut mendengarkan pidato Sandiaga tampak ragu dengan keberhasilan UKM meraup dana dari melantai di bursa. “Sebelum kita bicara terlalu jauh, kira-kira bisa atau tidak UKM ini IPO? Jangan-jangan secara aturan bisa saja, tetapi secara praktikal malah tidak bisa,” ungkapnya dalam sesi diskusi dan tanya jawab.

Menjawab pertanyaan itu, Saptono Adi Junarso, Executive Vice President BEI mengatakan sangat mungkin bagi UKM untuk bisa meraup dana dari masyarakat lewat IPO. Dia menjelaskan, ada emiten yang asetnya cuma Rp10-15 miliar, tetapi bisa mendapatkan Rp40 miliar dari IPO.

Tak semua emiten kecil seberuntung itu. Beberapa emiten, sambungnya, tak maksimal menghimpun dana masyarakat. “Yang penting perusahaan itu punya visi ingin mencapai sesuatu, visi ini yang kemudian bisa meyakinkan investor,” jelasnya.

Pihaknya bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga sedang menyiapkan papan baru bagi UKM. Ia semacam papan akselerasi dengan syarat lebih sederhana dan listing fee yang lebih murah. Kelak, ketika emiten itu “naik kelas”, maka semua syarat yang melekat pada papan utama dan pengembangan harus dipenuhi. Sayangnya, Saptono belum bisa menjelaskan detail dari rencana yang masih digodok itu.

Saat ini, BEI membagi emiten menjadi dua kelompok, papan utama dan papan pengembangan. Pengelompokan dilakukan berdasarkan perbedaan kapasitas bisnis dan kinerja perusahaan.

Infografik Nilai IPO bursa efek Indonesia

Mereka yang berada di papan utama harus berusia minimal 36 bulan. Bagi perusahaan yang usianya di bawah itu dan tidak kurang dari 12 bulan, akan masuk papan pengembangan.

Tak hanya usia, perusahaan yang masuk papan utama juga harus memiliki tiga laporan keuangan yang telah diaudit dan mendapat predikat wajar tanpa pengecualian (WTP). Perusahaan yang masuk dalam papan pengembangan, boleh merugi, tetapi ia harus sudah meraup keuntungan pada tahun kedua setelah listing.

Dari segi modal, anggota papan utama harus memiliki aktiva berwujud bersih minimal Rp100 miliar. Sementara yang berada di papan pengembangan boleh memiliki aktiva bersih hanya Rp5 miliar. Aktiva berwujud bersih adalah total aset dikurangi nilai aset tak berwujud, aset pajak tangguhan, total liabilitas, dan kepentingan non pengendali.

Pada 10 Mei lalu, dua emiten baru melantai di Bursa Efek Indonesia. Satu perusahaan bernama PT Cahayasakti Investindo Sukses Tbk (CSIS), ia bergerak di bidang properti dan furnitur. Satunya lagi, PT Pelayaran Tamarin Samudra Tbk (TAMU), bergerak di bidang jasa penyewaan kapal.

TAMU memiliki aset Rp111,17 miliar dengan total ekuitas Rp52,7 miliar. Sedangkan CSIS mempunyai total aset Rp258,35 miliar dengan ekuital senilai Rp121,4 miliar. Keduanya masuk dalam papan pengembangan. Dalam penawaran saham perdana itu, TAMU meraup dana hingga Rp82,5 miliar dan CSIS Rp62,1 miliar.

Saptono belum bisa memberikan waktu yang pasti kapan papan baru itu bisa diluncurkan. Pihaknya masih menunggu aturan baru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk kemudian bisa memulai penerapan papan baru tersebut. “Kami ingin menyelaraskan dengan peraturan OJK [POJK] yang sedang digodok,” katanya.

Rencana pembuatan papan akselerasi tersebut sudah pernah disampaikan BEI ke OJK. Tahun lalu, Nurhaida yang masih menjabat Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK pernah mengatakan akan mengkaji papan akselerasi tersebut.

Januari tahun lalu, Nurhaida sempat menargetkan POJK baru itu akan selesai pada Juni 2016. Namun, sudah setahun berlalu dari target, aturan tersebut tak kunjung selesai hingga Dewan Komisioner OJK sudah berganti yang baru.

Baca juga artikel terkait UKM atau tulisan lainnya dari Wan Ulfa Nur Zuhra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Wan Ulfa Nur Zuhra
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti