tirto.id - Seorang lelaki dari staf desa di Cianjur memberikan sebuah amplop berisi tabloid Indonesia Barokah kepada kami, sepekan lalu. Ia mewanti-wanti namanya tak ditulis dalam berita. “Di sini kantong pendukung Prabowo,” katanya kepada kami, merujuk daerah Jawa Barat, tempat Prabowo menang hampir 60 persen suara pada Pilpres 2014.
“Saya tidak sebarkan karena takut membuat kegaduhan,” ia melanjutkan. Hingga kini, paket-paket itu masih berada di kantor desa.
Kepada kami, lelaki itu memberi satu amplop cokelat yang ia terima dari pengantar Pos, di dalamnya berisi tabloid Indonesia Barokah. Menurut dia, amplop itu dikirim oleh pengantar pos pada tiga pekan lalu ke kantor desa tersebut.
Alamat yang dituju, sebagaimana tertera pada bagian kanan bawah amplop, adalah sebuah masjid yang terletak di kampung tetangganya, sama-sama di Cianjur.
Namun, ia tak membagikannya setelah membuka paket tanpa nama si pengirim itu. Alasannya, selain takut membuat gaduh, kampung itu basis pendukung Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
Kampung itu terletak puluhan kilometer dari pusat kantor Kabupaten Cianjur. Kami mendapatkan paket tabloid Indonesia Barokah ketika singgah di kampung tersebut.
Di amplop, hanya tertulis alamat tujuan tanpa nama si pengirim. Di pojok kanan amplop tertera stempel Pos Indonesia dengan tulisan "Porto Dibayar", berasal dari Kantor Pos Pusat Jakarta Selatan.
Kami mengonfirmasi kepada Hayudi Yulianto, Kepala Kantor Pos Pusat Jakarta Selatan, soal paket Indonesia Barokah tersebut. Tapi ia menolak ditemui dengan dalih sibuk mengurusi demonstrasi para pegawai. Pos Indonesia memang dalam masalah finansial, termasuk telat membayar gaji ribuan karyawannya.
“Seminggu ini saya sangat sibuk terkait demo hari ini. Untuk IB (Indonesia Barokah), sudah ada rilisnya. Mohon maaf,” kata Hayudi melalui pesan seluler, 6 Februari 2019.
Ia berkali-kali menolak diwawancarai meski lewat sambungan telepon. “Saya belum bisa,” katanya, seraya memberikan emosikon telapak tangan terkatup.
Awal kegaduhan paket misterius berisi tabloid Indonesia Barokah itu pada akhir Januari lalu. Tabloid ini menjadi omongan politik setelah beredar di pelbagai daerah, terutama di masjid dan pesantren. Edisi pertamanya menampilkan halaman utama berjudul "Reuni 212: Kepentingan Umat Atau Kepentingan Politik?"
Dari pengakuan seorang manajer di kantor pusat PT Pos Indonesia, sebaran tabloid menjangkau ke 232.781 masjid dan 28.141 pesantren. Biaya pengirimannya mencapai Rp1.480.310.000. Paling mahal dikirim ke wilayah Papua (Rp26.000 per paket). Berdasarkan keterangan PT Pos Indonesia, jumlah yang diedarkan mencapai 260.792 paket untuk seluruh wilayah Indonesia.
Paket-paket misterius itu jadi perhatian Badan Pengawas Pemilu karena dianggap bisa meresahkan masyarakat. “Kami telah menyerahkan itu kepada kepolisian” kata Fritz Edward Siregar, anggota Bawaslu, pada 29 Januari 2019.
Di hari yang sama Bawaslu minta menghentikan peredaran Indonesia Barokah, tim sukses Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno melaporkan pemimpin redaksi Indonesia Barokah ke Bareskrim Polri. Dalam laporan bernomor LP/B/0120/2019/Bareskrim, tabloid itu dituding menyebarkan fitnah, termasuk ujaran kebencian, yang disinyalir memecah suara pendukung Prabowo-Sandiaga.
Pangkal laporan itu merujuk tiga artikel dalam Indonesia Barokah, yang isinya menyudutkan Prabowo. Judul artikel itu: “Prabowo Marah, Media Dibelah"; "Membohongi Publik untuk Kemenangan Politik?: Membongkar Strategi Semprotan Kebohongan"; dan kutipan dalam boks “Prabowo-Sandi menggunakan strategi firehouse of falsehood”.
“Kami khawatir tabloid tersebut bisa menyulut kemarahan umat sehingga bisa merusak suasana kondusif di masa kampanye,” kata Andi Syamsul Bachri, anggota tim sukses Prabowo-Sandiaga.
Hingga Jumat pekan lalu, 8 Februari, kepolisian menanggapi laporan dari tim Prabowo-Sandiaga bahwa mereka tengah memprosesnya lewat Direktorat Pidana Umum. Kombes Syahar Diantono, kepala penerangan Umum Polri, berkata kepolisian belum memanggil saksi menyelidiki kasus Indonesia Barokah.
Perintah Khusus “Paket Besar” dari Jakarta Selatan
Noer F. Rakhman, wakil presiden urusan publik PT Pos Logistik Indonesia, mengatakan ia tidak mengetahui siapa pengirim di belakang tabloid Indonesia Barokah yang diedarkan melalui kantor pos.
Demi meyakinkan kami, Rakhman mengajak kami ke lantai dasar Kantor Wilayah IV PT Pos Indonesia tempat penampungan paket yang dikirim via Pos.
“Kami hanya membungkus dan menjadikan satu sesuai alamat yang sama,” kata Rakhman pada akhir pekan lalu. “Kami tidak berani membuka apa isi paket itu."
Kami diajak ke ruangan Mail Processing Center PT Pos Indonesia. Di sini tumpukan kiriman paket via Pos diproses, dari dalam dan luar negeri. Kami dikenalkan kepada stafnya bernama Nova yang tengah bertugas di ruangan itu. Ia bertanya kepada Nova dan meyakinkan Tirto bahwa paket yang dikirim oleh konsumen tidak diketahui oleh PT Pos Indonesia. Nova menjawab, “Tidak boleh dan melanggar undang-undang."
Rakhman bercerita ia baru mengetahui PT Pos Indonesia mengirim paket berisi tabloid Indonesia Barokah setelah ada pemberitaan. “Saya baru melihat dan tahu isinya sekarang,” katanya ketika kami menunjukkan salah satu edisi tabloid setebal 16 halaman itu.
Rakhman berkata, sebulan lalu, ia pernah melihat tumpukan tabloid itu di gudang PT Pos Indonesia di kawasan Tambun, Bekasi, Jawa Barat. Saat itu ia menemani seorang direksi PT Pos Logistik Indonesia. Seingatnya, tumpukan tabloid itu sudah dalam gudang dan dibungkus plastik hitam.
“Tapi saya saat itu tidak tahu isinya tabloid,” kata dia. Ia menolak menyebut identitas direksi yang ia temani saat melakukan kegiatan rutin pengawasan.
Menurutnya, pesanan paket itu kali pertama datang ke Kantor Pos Logistik Indonesia, beralamat di Pasar Baru, Jakarta Pusat, dari rantai distribusi di gudang Kantor Pos Tambun. Paket itu kemudian dikirim sesuai alamat tujuan melalui Kantor Pusat Pos Jakarta Selatan, beralamat di Cilandak. Sistem pembayarannya lewat tunai atau "porto dibayar."
Porto dibayar merupakan paket dalam partai besar, salah satu layanan PT Pos Indonesia kepada konsumen melalui staf pemasarannya. Ia cukup distempel sebagai kerja sama antara PT Pos Indonesia dan si pengirim.
Alamat-alamat yang ditulis dalam paket itu hanya diberikan oleh si pengirim, ujar Rakhman. “Kami hanya memilahnya sesuai alamat tujuan. Kalau sama [alamatnya], nanti dijadikan satu kantong."
Berdasarkan stempel di bagian kanan atas amplop tertera Kode Pos 12000, yang merujuk Kantor Pos Pusat Jakarta Selatan. Pada stempel ini tertera surat izin, yang hanya bisa dikeluarkan oleh kantor pos pengirim.
Menurut seorang pekerja di Kantor Pusat Pos Indonesia, jika merujuk pada stempel tersebut, perintah pengiriman datang dari Kantor Pos Pusat Jakarta Selatan.
“Stempel ini bukan sembarangan stempel. Biar taruh di Tambun, yang punya stempel ini ada di Jakarta Selatan,” ujarnya saat kami memperlihatkan stempel kantor pos pada paket berisi tabloid Indonesia Barokah.
Stempel itu pula memperlihatkan pesanan pengiriman bernomor 167/PRTD/JKS/REGIONAL/2019, yang berlaku hingga akhir tahun. Jika merujuk pada keterangan izin surat ini, perintah pengiriman dibuat setelah ada kerja sama antara si pengirim dan PT Pos Indonesia.
Lewat layanan "Porto Dibayar", pengiriman sebuah paket tidak bisa dilacak lewat sistem pelacakan biasa via PT Pos Indonesia.
"Kalau Porto Dibayar, tidak ada barcode. Hanya ada perjanjian saja dengan kami (Kantor Pos). Lalu ada biaya pelunasan untuk biaya pengirimannya,” kata seorang pegawai kantor pos di bagian pelayanan konsumen.
Pelacakan siapa pengirim paket misterius tabloid Indonesia Barokah hanya bisa dilakukan di Kantor Pusat Pos Indonesia di setiap wilayah. Sayangnya, Kepala Kantor Pos Pusat Jakarta Selatan Hayudi Yulianto tidak merespons permintaan wawancara dari kami. Pesan yang kami kirimkan pun tak dia balas.
Sementara Noer F. Rakhman kembali menegaskan tidak mengetahui siapa si pengirim yang mengorder paket-paket Indonesia Barokah di Kantor Pos Logistik.
“Siapa pengirimnya, saya juga tidak tahu,” katanya.
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Fahri Salam