tirto.id - Kejaksaan Agung diharapkan konsisten dalam menegakan keadilan di kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang Pertamina.
Hal ini terkait dengan adanya perbedaan kerugian negara saat awal pengungkapan kasus ini dengan dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum.
Disebutkan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, pada Rabu (26/2/2025) lalu, kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina subholding periode 2018-2023 yakni mencapai sekitar Rp 968,5 triliun atau hampir 1 kuadriliun.
Sementara di dakwaan kerugian keuangan dan perekonomian negara ditaksir hanya mencapai Rp285,1 triliun.
"Bijaksananya Kejaksaan Agung harus konsisten dan hukum harus ditegakkan jadi harus on the track. Kalau sudah seperti ini terkesan dugaan ada rekayasa jadi, saya khawatir itu," kata dosen kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, Rabu (15/10/2025) dilansir dari Antara.
Menurut Trubus, jaksa seharusnya transparan dalam menyampaikan potensi kerugian negara dalam kasus ini.
"Harusnya transparan kepada publik asal mula terjadi penyusutan kerugian," kata Trubus.
Trubus mengingatkan Jaksa harus hati-hati agar tak ada kecurigaan dari publik soal upaya meringankan hukuman para tersangka dengan praktik intervensi.
Dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) mendakwa eks Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, beserta tiga terdakwa lain merugikan negara dengan nilai mencapai Rp285,18 triliun dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah produk kilang mentah pada PT Pertamina Subholding dan Kontrak Kerja Sama tahun 2018-2023.
"Para terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan secara hukum dengan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi, yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara," ujar Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung, Feraldy Abraham Harahap, dalam sidang saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Ketiga terdakwa selain Riva antara lain Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga tahun 2023 Maya Kusuma, Vice President Trading Produk Pertamina Patra Niaga Edward Corne periode 2023-2025, serta Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) periode 2022-2025 Sani Dinar Saifudin.
Dalam persidangan, jaksa menyinggung ada nilai memperkaya diri sendiri atau orang lain yakni memperkaya BP Singapore Pte. Ltd. dalam pengadaan Gasoline 90H1 2023 sebesar 3.600.051,12 dolar AS atau 3,6 juta dolar AS; memperkaya BP Singapore Pte. Ltd. dalam pengadaan Gasoline 92H1 2023 sebesar 745.493,30 dolar AS atau 745 ribu dolar AS; dan memperkaya Sinochem International Oil (Singapore) Pte. Ltd. dalam pengadaan Gasoline 90H1 2023 sebesar 1.394.988,19 dolar AS atau 1,3 juta dolar AS.
Selain itu, jaksa juga menyampaikan setidaknya total 14 perusahaan besar yang diperkaya dari tindakan Rp2.544.277.386.935 atau Rp2,54 triliun.
Jaksa lantas mengungkapkan kerugian negara atau perekonomian negara terdiri atas kerugian keuangan dalam pengadaan impor produk kilang/BBM sebesar 5.740.532,61 dolar AS atau 5,7 juta dolar AS. Kemudian kerugian negara dalam penjualan solar non-subsidi selama periode 2021-2023 sebesar Rp2.544.277.386.935 atau Rp2,54 triliun.
Jaksa menyatakan, kerugian yang muncul merupakan bagian dari kerugian keuangan negara seluruhnya sebesar 2.732.816.820,63 dolar AS atau 2,73 miliar dolar AS dan Rp25.439.881.674.368,30 atau Rp25,43 triliun.
Masuk tirto.id


































