Menuju konten utama

JPU Sebut Riva Siahaan Cs Rugikan Negara Capai Rp285,18 Triliun

Jaksa menilai, para terdakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Ayat 1 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

JPU Sebut Riva Siahaan Cs Rugikan Negara Capai Rp285,18 Triliun
Eks Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan: Sani Dinar Saifuddin, mantan Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; Maya Kusmaya, eks Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga; dan Edward Corne, mantan Vice President Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga menjalani sidang perdana perkara korupsi minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), sub holding, dan kontraktor kontrak kerjasama periode 2018-2023 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis, 9 Oktober 2025. tirto.id/M. Irfan Al Amin

tirto.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) mendakwa eks Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, beserta tiga terdakwa lain merugikan negara dengan nilai mencapai Rp285,18 triliun dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah produk kilang mentah pada PT Pertamina Subholding dan Kontrak Kerja Sama tahun 2018-2023.

"Para terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan secara hukum dengan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi, yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara," ujar Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung, Feraldy Abraham Harahap, dalam sidang saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (9/10/2025).

Ketiga terdakwa selain Riva antara lain Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga tahun 2023 Maya Kusuma, Vice President Trading Produk Pertamina Patra Niaga Edward Corne periode 2023-2025, serta Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) periode 2022-2025 Sani Dinar Saifudin.

Dalam persidangan, jaksa menyinggung ada nilai memperkaya diri sendiri atau orang lain yakni memperkaya BP Singapore Pte. Ltd. dalam pengadaan Gasoline 90H1 2023 sebesar 3.600.051,12 dolar AS atau 3,6 juta dolar AS; memperkaya BP Singapore Pte. Ltd. dalam pengadaan Gasoline 92H1 2023 sebesar 745.493,30 dolar AS atau 745 ribu dolar AS; dan memperkaya Sinochem International Oil (Singapore) Pte. Ltd. dalam pengadaan Gasoline 90H1 2023 sebesar 1.394.988,19 dolar AS atau 1,3 juta dolar AS.

Selain itu, jaksa juga menyampaikan setidaknya total 14 perusahaan besar yang diperkaya dari tindakan Rp2.544.277.386.935 atau Rp2,54 triliun.

Jaksa lantas mengungkapkan kerugian negara atau perekonomian negara terdiri atas kerugian keuangan dalam pengadaan impor produk kilang/BBM sebesar 5.740.532,61 dolar AS atau 5,7 juta dolar AS. Kemudian kerugian negara dalam penjualan solar non-subsidi selama periode 2021-2023 sebesar Rp2.544.277.386.935 atau Rp2,54 triliun.

Jaksa menyatakan, kerugian yang muncul merupakan bagian dari kerugian keuangan negara seluruhnya sebesar 2.732.816.820,63 dolar AS atau 2,73 miliar dolar AS dan Rp25.439.881.674.368,30 atau Rp25,43 triliun.

Kemudian, jaksa menyampaikan terdapat kerugian perekonomian negara sebesar Rp171.997.835.294.293,00 atau Rp171,99 triliun yang merupakan kemahalan dari harga pengadaan BBM yang berdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan dari harga tersebut dan illegal gain sebesar sebesar USD2,617,683,340.41 atau 2,62 miliar dolar AS.

Sementara itu, kerugian perekonomian negara merupakan kemahalan dari harga pengadaan BBM yang berdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan dari harga tersebut serta keuntungan ilegal didapat dari selisih antara harga perolehan impor BBM yang melebihi kuota dengan harga perolehan minyak mentah dan BBM dari pembelian yang bersumber di dalam negeri.

Para terdakwa didakwa Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KORUPSI PERTAMINA atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Flash News
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Andrian Pratama Taher