Menuju konten utama

Istri Nurhadi Sebut Rp1,7 miliar yang Disita KPK untuk Berobat

Tin Zuraida, mantan pegawai Mahkamah Agung (MA) yang juga istri dari eks Sekretaris MA Nurhadi berkilah uang pecahan dolar yang disimpan di rumah dalam bentuk tunai untuk berobat ibunya.

Istri Nurhadi Sebut Rp1,7 miliar yang Disita KPK untuk Berobat
Istri Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, Tin Zuraida (kanan) menghindari wartawan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (1/6). Tin yang dikawal ketat pengawal pribadi diperiksa selama 11 jam sebagai saksi kasus dugaan suap terkait pengajuan Peninjauan Kembali di Pengadilan Jakarta Pusat dengan tersangka Doddy Ariyanto Supeno. ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc/16.

tirto.id - Tin Zuraida, mantan pegawai Mahkamah Agung (MA) yang juga istri dari eks Sekretaris MA Nurhadi bersaksi dalam sidang dugaan suap Eddy Sindoro kepada Edy Nasution di PN Tipikor Jakarta, Senin (28/1/2019).

Ia menjelaskan temuan sejumlah uang oleh petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat menggeledah rumahnya pada 2016 dalam kasus suap tersebut. Menurutnya, uang itu merupakan simpanannya untuk berobat ke luar negeri.

KPK menemukan sejumlah uang dalam pecahan rupiah dan mata uang asing seperti dolar AS, euro dan dolar Singapura dengan total sekitar Rp1,7 miliar.

Rincian uang yang pernah disita KPK yakni US$ 37.603 atau Rp 496 juta; Sin$ 85.800 atau Rp 837 juta; 170 ribu yen atau Rp 20,244 juta; 7.501 riyal atau Rp 26,433 juta; 1.335 euro atau Rp 19,9 juta; dan Rp 354,3 juta.

"Mata uang asing ini kan buat berobat. Maksud saya untuk sewaktu-waktu saya berobat dan ibu saya berobat, itu langsung bisa cash membayarnya ke sana nantinya," kata Tin kepada jaksa saat bersaksi.

Tin mengaku, uang itu tidak dimasukkan ke dalam rekening karena, akan sulit jika ia membutuhkannya sewaktu-waktu. Namun ia tidak menjelaskan kesulitan yang dimaksud.

Tin juga membantah kalau uang yang disita itu ada kaitannya dengan perkara dugaan suap Eddy Sindoro.

Ia mengaku sebagian uang tersebut merupakan sisa dari perjalanan dinas ke luar negeri, dan ada juga yang merupakan hasil dari usaha sarang burung walet yang digeluti Tin bersama suaminya.

Dalam perkara ini Eddy Sindoro yang saat itu Direktur Paramount Enterprise didakwa telah menyuap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution. Suap itu terkait dengan pengurusan dua perkara yang melibatkan dua perusahaan yang pernah dipimpin oleh Eddy.

"Memberi uang sejumlah Rp150 juta dan 50 ribu dolar Amerika Serikat kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yaitu kepada Edy Nasution selaku Panitera pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," kata Jaksa Abdul Basir saat membacakan dakwaan untuk Eddy.

Jaksa menjelaskan Eddy Sindoro menyuap Edy Nasution sebanyak dua kali. Suap pertama terkait dengan penundaan eksekusi putusan (Aanmaning) perkara niaga antara PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) melawan PT Kwang Yang Motor (PT KYMCO).

Untuk pengurusan perkara ini, Eddy Sindoro diduga menyuap Edy Nasution sebesar Rp 150 juta.

Selain itu, Eddy pun disebut kembali menyuap Edy Nasution terkait pengurusan Peninjauan Kembali atas putusan Mahkamah Agung yang menyatakan PT Across Asia Limited (PT AAL) pailit pada 31 Juli 2013. Dikatakan, sebenarnya batas waktu pengajuan PK telah lewat, tapi Eddy menyuap Edy Nasution sebesar 50 ribu dollar Amerika Serikat agar gugatan PK PT AAL dapat diajukan.

Dalam pengurusan perkara ini dikatakan, Nurhadi pernah menelepon Edy Nasution. Nurhadi meminta Edy Nasution segera mengirimkan berkas PT AAL ke Mahkamah Agung.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PANITERA PN JAKPUS atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali