tirto.id - Sebagai Negara hukum, KUHP berperan penting sebagai induk peraturan hukum yang ada di Indonesia.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) digunakan sebagai landasan dalam menegakkan hal yang berkaitan dengan konsekuensi hukum tindak pidana penipuan, selain itu juga mengatur unsur-unsur yang dinilai berkaitan dengan penipuan.
Di dalam KUHP terdapat peraturan mengenai tindak pidana yang berdampak buruk terhadap keamanan, ketentraman, kesejahteraan, dan ketertiban umum.
Hukum pidana sendiri merupakan bentuk upaya hukum terakhir (ultimum remedium) dalam penyelesaian sebuah perkara.
Dalam sejarahnya, KUHP merupakan produk hukum peninggalan kolonial Hindia Belanda. Dibentuk pada 15 Oktober 1915 dengan nama Wetboek van Strafrechtvoor Nederlandsch Indie (WvSNI).
Selang 3 tahun dari awal pembentukan hukum tersebut, barulah pada 1 Januari 1918 WvSNI resmi diberlakukan.
Pasca kemerdekaan, pemerintah Indonesia melakukan perubahan dari Wetboek van Strafrechtvoor Nederlandsch Indie (WvSNI) menjadi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) melalui UU No.1 tahun 1946.
Pada perubahan undang-undang ini menghapus aturan tentang kerja rodi serta penggantian denda dari mata uang gulden ke rupiah. KUHP menjadi acuan hukum pidana positif hingga sekarang.
Sistematika dan daftar isi KUHP dapat dilihat di sini.
Isi Bunyi Pasal 53 KUHP Tentang Percobaan Tindak Pidana
Tindak pidana terhadap percobaan melakukan suatu tindak kejahatan yang telah dimulai, namun tidak atau belum selesai (poging) merupakan tindak pidana yang diatur dalam KUHP Pasal 53. Adapun bunyi KUHP pasal 53 tersebut adalah :
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dan adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.
Maksud dalam Pasal 53 KUHP tersebut menjelaskan tentang melakukan melakukan suatu hal, akan tetapi tidak sampai pada hal yang dituju, atau hendak berbuat sesuatu, sudah dimulai, namun tidak sampai selesai.
Menurut Pasal 53 KUHP, supaya percobaan pada kejahayan (pelanggaran tidak) dapat dihukum, maka harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Niat sudah ada untuk berbuat kejahatan itu;
2. Orang sudah memulai berbuat kejahatan itu; dan
3. Perbuatan kejahatan itu tidak jadi sampai selesai, oleh karena terhalang oleh sebab-sebab yang timbul kemudian, tidak terletak dalam kemauan penjahat itu sendiri.
Apabila ada niatan untuk berbuat kejahatan dan telah mulai melakukan kejahatannya tersebut, akan tetapi timbul rasa menyesal dalam hati lalu mengurungkan perbuatannya, sehingga kejahatan tidak sampai selesai, maka ia tidak dapat dihukum atas percobaan pada kejahatan itu, oleh karena tidak jadinya kejahatan itu atas kemauan sendiri.
Penulis: Andri Agustiangga
Editor: Yandri Daniel Damaledo