Menuju konten utama

Isi Pasal 149 KUHP Tentang Praktik Suap Saat Pemilu & Sanksinya

Pasal 149 KUHP berisi tentang definisi, unsur, dan sanksi bagi pelaku tindak pidana praktik suap saat pemilu.

Isi Pasal 149 KUHP Tentang Praktik Suap Saat Pemilu & Sanksinya
Ilustrasi surat suara dalam Pemilu 2019. ANTARA FOTO/Dian Bawenti/Aws/foc.

tirto.id - Pasal 149 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur tentang definisi, unsur, dan sanksi bagi pelaku tindak pidana praktik suap saat pemilihan umum (pemilu). Lantas, bagaimana isi Pasal 149 KUHP dan apa saja sanksinya?

Dalam rangka penegakan hukum, Indonesia memiliki sebuah induk peraturan yang digunakan untuk mengurus perkara pidana positif yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP. KUHP bertujuan untuk mengadili perkara-perkara pidana demi menjaga dan melindungi kepentingan umum.

Oleh karena itu, di dalam KUHP terdapat peraturan-peraturan mengenai tindak pidana yang akan berdampak buruk terhadap keamanan, ketenteraman, kesejahteraan, dan ketertiban umum. Sistem hukum pidana sendiri merupakan bentuk upaya terakhir (ultimum remedium) dalam penyelesaian perkara dan memiliki sanksi yang bersifat memaksa.

Sejarah KUHP di Indonesia

Dalam sejarahnya, KUHP dibentuk berdasarkan sebuah produk hukum yang berlaku pada zaman kolonial Hindia Belanda yaitu Wetboek van Strafrechtvoor Nederlandsch Indie (WvSNI).

WvSNI dibentuk pada 15 Oktober 1915 dan diresmikan untuk mulai berlaku pada 1 Januari 1918. Di dalam WvSNI masih terdapat unsur-unsur khas kolonialisme seperti aturan tentang kerja rodi dan denda dalam bentuk mata uang gulden.

Setelah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, WvSNI akhirnya dimodifikasi untuk menyesuaikan tujuan dan situasi negara Indonesia pada pasca-kemerdekaan.

WvSNI resmi diubah menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada 26 Februari 1946 melalui UU No.1 tahun 1946. KUHP juga menghapus unsur-unsur kolonialisme seperti aturan kerja rodi serta mengganti denda dengan mata uang gulden ke mata uang rupiah.

KUHP terdiri dari 3 buku yaitu Buku 1 tentang Aturan Umum (Pasal 1-103), Buku 2 tentang Kejahatan (Pasal 104-488), dan Buku 3 tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).

Isi Pasal 149 KUHP Tentang Praktik Suap saat Pemilu

Pasal 149 KUHP masuk ke dalam Buku 2 tentang Kejahatan dan Bab IV tentang Kejahatan Terhadap Melakukan Kewajiban dan Hak Kenegaraan.

Pasal ini mengatur tentang definisi, unsur dan sanksi bagi pelaku tindak pidana praktik suap pada saat pemilu. Berikut adalah isi pasal 149 KUHP tentang praktik suap saat pemilu:

Pasal 149

(1) Barang siapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, menyuap seseorang supaya tidak memakai hak pilihnya atau supaya memakai hak itu menurut cara tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih, yang dengan menerima pemberian atau janji, mau disuap.

Pasal tersebut menyatakan sanksi bagi pelaku suap yang menggunakan cara tertentu untuk membuat seseorang tidak memakai hak pilihnya atau memakai hak pilihnya menurut cara tertentu dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan dan denda empat ribu lima ratus rupiah.

Perihal praktik kecurangan dalam pemilu juga diatur dalam pasal 148 KUHP yang berbunyi:

Pasal 148

Barang siapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan sengaja merintangi seseorang memakai hak pilihnya dengan bebas dan tidak terganggu, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.

Baca juga artikel terkait EDUKASI DAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Muhammad Iqbal Iskandar

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Muhammad Iqbal Iskandar
Penulis: Muhammad Iqbal Iskandar
Editor: Iswara N Raditya